ANALISIS CEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL, TEMBAGA...
Transcript of ANALISIS CEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL, TEMBAGA...
UNIVERSITAS INDONESIA
IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR TIMBAL (Pb), TEMBAGA
(Cu), DAN KADMIUM (Cd) PADA KERANG DARA (Anadara granosa)
DAN KERANG HIJAU (Perna viridis) DI MUARA ANGKE DENGAN
METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
MEGAWATI SALIM
0606070831
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK
JULI 2010
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR TIMBAL (Pb), TEMBAGA
(Cu), DAN KADMIUM (Cd) PADA KERANG DARA (Anadara granosa)
DAN KERANG HIJAU (Perna viridis) DI MUARA ANGKE DENGAN
METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi
MEGAWATI SALIM
0606070831
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK
JULI 2010
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua
sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya
nyatakan dengan benar.
Nama : Megawati Salim
NPM : 0606070831
Tanda Tangan :
Tanggal : 1 Juli 2010
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Megawati Salim
NPM : 0606070831
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Identifikasi dan Penetapan Kadar Timbal (Pb),
Tembaga (Cu), dan Kadmium (Cd) pada Kerang
Dara (Anadara granosa) dan Kerang Hijau (Perna
viridis) di Muara Angke dengan Metode
Spektrofotometri Serapan Atom
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dra. Maryati K., MSi., Apt. ( )
Pembimbing II : Drs. Umar Mansur, MSc., Apt. ( )
Penguji I : Dr. Yahdiana Harahap, MS ( )
Penguji II : Dra. Juheini, MSi. ( )
Penguji III : Prof. Dr. Atiek S., MS ( )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 5 Juli 2010
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul „Identifikasi dan Penetapan Kadar Timbal (Pb), Tembaga (Cu), dan
Kadmium (Cd) pada Kerang Dara (Anadara granosa) dan Kerang Hijau (Perna
viridis) di Muara Angke dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom‟, yang
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di
Universitas Indonesia.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan dorongan dan sumbangan pikiran sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, khususnya kepada :
1. Ibu Dr. Yahdiana Harahap, MS, selaku Ketua Departemen Farmasi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
2. Ibu Dra. Maryati K., MSi., Apt., selaku pembimbing skripsi I, yang telah
bersedia menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan
bimbingan, motivasi, serta saran yang bermanfaat selama proses penelitian
dan penyusunan skripsi.
3. Bapak Drs. Umar Mansur, MSc., Apt., selaku pembimbing skripsi II, yang
telah bersedia menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan
bimbingan, pengarahan, dukungan, serta saran yang bermanfaat selama proses
penelitian dan penyusunan skripsi.
4. Bapak Dr. Hasan Rachmat Marsono dan Ibu Dr. Katrin, MS, selaku
Pembimbing Akademis, yang telah menyediakan waktu dan tenaganya untuk
memberikan saran dan dukungan selama masa pendidikan.
5. Seluruh staf pengajar, laboran, dan karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI
yang telah membantu kelancaran dalam masa perkuliahan, penelitian, serta
penulisan skripsi.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
vi
6. Keluargaku tercinta, papa dan mama, yang telah memberikan doa dan
dukungan penuh selama masa perkuliahan, serta kakakku tersayang, Virda,
yang telah memberikan doa, saran, dan perhatian yang begitu besar sehingga
penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
7. Teman-teman Farmasi 2006 yang telah melalui masa perkuliahan selama 4
tahun ini dengan penuh kebersamaan. Terima kasih telah membuat hari-hari di
Farmasi menjadi sungguh bermakna.
8. Sahabat-sahabat terdekat : Christina, Jenni, Sherly, dan Abi; teman-teman
penelitian di laboratorium lantai 2 : Ajeng, Arika, Tuti, Dede, dan Yoyon;
serta teman-teman KBI Kimia Farmasi yang telah memberikan saran,
perhatian, dan dukungan tiada henti selama masa penelitian dan penyusunan
skripsi.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
memberikan bantuan dan dukungan yang sangat berharga bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis
harapkan karena bermanfaat bagi penulis sebagai acuan di masa yang akan
datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, baik untuk
menambah wawasan dan pengetahuan maupun sebagai referensi penelitian
selanjutnya.
Penulis
2010
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
di bawah ini :
Nama : Megawati Salim
NPM : 0606070831
Program Studi : Farmasi
Departemen : Farmasi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : „Identifikasi dan
Penetapan Kadar Timbal (Pb), Tembaga (Cu), dan Kadmium (Cd) pada Kerang
Dara (Anadara granosa) dan Kerang Hijau (Perna viridis) di Muara Angke
dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom‟, beserta perangkat yang ada
(jika diperlukan).
Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini, Universitas Indonesia
berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 1 Juli 2010
Yang menyatakan
( Megawati Salim )
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
viii
ABSTRAK
Nama : Megawati Salim
Program Studi : Farmasi
Judul : Identifikasi dan Penetapan Kadar Timbal (Pb), Tembaga (Cu),
dan Kadmium (Cd) pada Kerang Dara (Anadara granosa) dan
Kerang Hijau (Perna viridis) di Muara Angke dengan Metode
Spektrofotometri Serapan Atom
Logam berat yang mencemari lautan dapat terakumulasi dalam tubuh biota laut
dan menimbulkan bahaya bagi manusia yang mengkonsumsinya. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar timbal, tembaga, dan kadmium pada
kerang dara dan kerang hijau Muara Angke. Daging kerang dara dan kerang hijau
dipisahkan dari cangkangnya, dikeringkan dalam oven (105oC) hingga bobot
konstan, lalu dihaluskan dengan blender. Sampel daging kerang ini kemudian
didestruksi dengan 20 mL asam nitrat pekat menggunakan microwave digestion
system (200oC, 25 menit). Serapan logam dalam sampel diukur dengan
spektrofotometer serapan atom (SSA) pada panjang gelombang yang spesifik,
yaitu 283,3 nm untuk timbal; 324,8 nm untuk tembaga; dan 228,8 nm untuk
kadmium. Asetilen-udara digunakan sebagai gas pembakar dan oksidannya.
Penelitian menunjukkan bahwa kerang dara kecil mengandung timbal 1,1967
μg/g, tembaga 3,6056 μg/g, dan kadmium 3,7298 μg/g; kerang dara besar
mengandung timbal 0,8684 μg/g, tembaga 3,5077 μg/g, dan kadmium 1,8077
μg/g; kerang hijau kecil mengandung timbal 0,7750 μg/g, tembaga 2,7671 μg/g,
dan kadmium 0,1876 μg/g; kerang hijau besar mengandung timbal 0,4649 μg/g,
tembaga 2,1131 μg/g dan kadmium 0,1632 μg/g. Berdasarkan batas aman yang
ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan Badan Pengawas Obat dan
Makanan, kerang dara Muara Angke sudah tidak layak untuk dikonsumsi.
Kata kunci : kadmium, kerang dara, kerang hijau, SSA, tembaga, timbal
xiii + 99 halaman : 17 gambar; 24 tabel; 9 lampiran
Daftar acuan : 56 (1982-2009)
Universitas Indonesia
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
ix
ABSTRACT
Name : Megawati Salim
Study Program : Pharmacy
Title : Identification and Determination of Lead (Pb), Copper (Cu), dan
Cadmium (Cd) in Blood Cockle (Anadara granosa) and Green
Mussel (Perna viridis) from Muara Angke with Atomic
Absorption Spectrophotometry Method
Heavy metals which contaminate sea water can accumulate in biota and cause
harm to human‟s health. The aim of this research is to investigate the
concentration of lead, copper, and cadmium in blood cockle and green mussel
from Muara Angke. The meat of blood cockle and green mussel was separated
from its shells, heated in an oven (105oC) until its weight remained constant, and
homogenized using a blender. Samples were destructed with 20 mL concentrated
nitric acid using microwave digestion system (200oC, 25 minutes). Absorption of
metals in samples was measured with atomic absorption spectrophotometer
(AAS) at specific wavelenghts, which were 283,3 nm for lead; 324,8 nm for
copper; and 228,8 nm for cadmium. Acetylene-air were used as the fuel gas and
oxidant. This research showed that small blood cockle contained lead 1,1967
μg/g, copper 3,6056 μg/g, and cadmium 3,7298 μg/g; big blood cockle contained
lead 0,8684 μg/g, copper 3,5077 μg/g, and cadmium 1,8077 μg/g; small green
mussel contained lead 0,7750 μg/g, copper 2,7671 μg/g, and cadmium 0,1876
μg/g; big green mussel contained lead 0,4649 μg/g, copper 2,1131 μg/g, and
cadmium 0,1632 μg/g. According to the safety limit that is allowed by National
Standardization Agency of Indonesia and National Agency of Drug and Food
Control, blood cockle from Muara Angke is no longer safe for human
consumption.
Keywords : AAS, blood cockle, cadmium, copper, green mussel, lead
xiii + 99 pages : 17 figures; 24 tables; 9 appendices
Bibliography : 56 (1982-2009)
Universitas Indonesia
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...................... vii
ABSTRAK ................................................................................................ viii
ABSTRACT .............................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 4
2.1 Kerang ....................................................................................... 4
2.2 Logam Berat............................................................................... 6
2.3 Pencemaran Logam Berat ........................................................... 7
2.4 Batas Cemaran Logam Berat ...................................................... 10
2.5 Penyiapan Sampel ...................................................................... 10
2.6 Spektrofotometri Serapan Atom ................................................. 12
2.7 Validasi Metode Analisis ............................................................ 18
BAB 3. METODE PENELITIAN ........................................................... 21
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 21
3.2 Bahan ......................................................................................... 21
3.3 Alat ............................................................................................ 21
3.4 Cara Kerja .................................................................................. 22
BAB 4. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN .......................... 32
4.1 Pembuatan Larutan Baku Pembanding ....................................... 33
4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi ........................................................ 34
4.3 Validasi Metode Analisis ............................................................ 35
4.4 Penyiapan Sampel ...................................................................... 41
4.5 Penentuan Timbal, Tembaga, dan Kadmium dalam Sampel ........ 43
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 49
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 49
5.2 Saran .......................................................................................... 49
DAFTAR ACUAN .................................................................................... 50
Universitas Indonesia
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Komponen spektrofotometer serapan atom ........................... 14
Gambar 2.2 Hollow cathode lamp (HCL) ................................................. 15
Gambar 2.3 Nebulizer .............................................................................. 16
Gambar 4.1 Kerang dara (Anadara granosa) ........................................... 55
Gambar 4.2 Kerang hijau (Perna viridis) ................................................. 55
Gambar 4.3 Serbuk sampel kerang dara (ukuran kecil) ............................. 56
Gambar 4.4 Serbuk sampel kerang dara (ukuran besar) ............................ 56
Gambar 4.5 Serbuk sampel kerang hijau (ukuran kecil)............................ 57
Gambar 4.6 Serbuk sampel kerang hijau (ukuran besar) ........................... 57
Gambar 4.7 Hasil destruksi kerang ........................................................... 57
Gambar 4.8 Kurva kalibrasi timbal .......................................................... 58
Gambar 4.9 Kurva kalibrasi tembaga ....................................................... 58
Gambar 4.10 Kurva kalibrasi kadmium ...................................................... 59
Gambar 4.11 Spektrofotometer serapan atom (Shimadzu AA-6300) .......... 60
Gambar 4.12 Unit-unit spektrofotometer serapan atom .............................. 60
Gambar 4.13 Gas asetilen .......................................................................... 61
Gambar 4.14 Microwave digestion system ................................................. 61
Universitas Indonesia
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Persyaratan UPK berdasarkan analit yang ditambahkan ............ 18
Tabel 4.1 Hasil perhitungan susut pengeringan ........................................ 62
Tabel 4.2 Kurva kalibrasi timbal .............................................................. 63
Tabel 4.3 Hasil uji linearitas, perhitungan batas deteksi (LOD),
dan batas kuantitasi (LOQ) timbal ............................................ 64
Tabel 4.4 Hasil uji presisi timbal pada konsentrasi 0,05 ppm.................... 65
Tabel 4.5 Hasil uji presisi timbal dengan sampel kerang dara ................... 66
Tabel 4.6 Hasil uji presisi timbal dengan sampel kerang hijau .................. 67
Tabel 4.7 Hasil uji perolehan kembali timbal pada kerang dara ................ 68
Tabel 4.8 Hasil uji perolehan kembali timbal pada kerang hijau ............... 70
Tabel 4.9 Hasil penetapan kadar timbal
pada kerang dara dan kerang hijau ............................................ 72
Tabel 4.10 Kurva kalibrasi tembaga ........................................................... 73
Tabel 4.11 Hasil uji linearitas, perhitungan batas deteksi (LOD),
dan batas kuantitasi (LOQ) tembaga ......................................... 74
Tabel 4.12 Hasil uji presisi tembaga dengan sampel kerang dara ................ 75
Tabel 4.13 Hasil uji presisi tembaga dengan sampel kerang hijau............... 76
Tabel 4.14 Hasil uji perolehan kembali tembaga pada kerang dara ............. 77
Tabel 4.15 Hasil uji perolehan kembali tembaga pada kerang hijau ............ 79
Tabel 4.16 Hasil penetapan kadar tembaga
pada kerang dara dan kerang hijau ............................................ 81
Tabel 4.17 Kurva kalibrasi kadmium ......................................................... 82
Tabel 4.18 Hasil uji linearitas, perhitungan batas deteksi (LOD),
dan batas kuantitasi (LOQ) kadmium........................................ 83
Tabel 4.19 Hasil uji presisi kadmium dengan sampel kerang dara .............. 84
Tabel 4.20 Hasil uji presisi kadmium dengan sampel kerang hijau ............. 85
Tabel 4.21 Hasil uji perolehan kembali kadmium pada kerang dara ........... 86
Tabel 4.22 Hasil uji perolehan kembali kadmium pada kerang hijau .......... 88
Tabel 4.23 Hasil penetapan kadar kadmium
pada kerang dara dan kerang hijau ............................................ 90
Universitas Indonesia
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Cara perhitungan susut pengeringan ..................................................... 91
2. Cara memperoleh persamaan garis linier .............................................. 92
3. Cara perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi .............................. 93
4. Cara perhitungan simpangan baku dan koefisien variasi ....................... 94
5. Cara perhitungan uji perolehan kembali ............................................... 95
6. Cara perhitungan penetapan kadar logam dalam sampel ....................... 96
7. Sertifikat analisis standar timbal ........................................................... 97
8. Sertifikat analisis standar tembaga ....................................................... 98
9. Sertifikat analisis standar kadmium ...................................................... 99
Universitas Indonesia
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesadaran masyarakat yang rendah akan pentingnya menjaga kebersihan
dan kelestarian lingkungan menyebabkan sungai banyak digunakan sebagai
tempat pembuangan limbah. Limbah yang mencemari sungai ini akan terbawa ke
laut sehingga dapat membawa dampak negatif terhadap budidaya laut. Salah satu
jenis bahan pencemar yang banyak mencemari laut yaitu logam berat, dimana
sumber utamanya adalah dari limbah industri. Hal ini dapat disebabkan karena
hanya sebagian kecil industri memiliki instalasi pengolahan air limbah yang
layak. Industri yang hasil limbahnya banyak mengandung logam berat antara lain
industri pengolahan dan pelapisan logam, pertambangan, percetakan, peralatan
listrik, plastik, cat, baterai, tekstil, pestisida, dan lain-lain (Arisandi, 2001;
BPLHD, 2009; Putri, 2009). Selain dari limbah industri, logam berat juga dapat
bersumber dari sisa buangan kapal (residu bahan bakar), emisi kendaraan
bermotor yang terbawa angin dan mencemari perairan, sampah seperti perangkat
elektronik bekas yang sudah tidak terpakai dan kantong plastik yang dibuang ke
perairan oleh masyarakat yang tinggal di pemukiman sekitar muara sungai, serta
dari sumber alami yaitu pelapukan batuan yang mengandung logam berat (Dewi,
2009; Wahyono, 2008).
Logam berat yang ada dalam perairan akan mengalami proses
pengendapan dan terakumulasi dalam sedimen, kemudian terakumulasi dalam
tubuh biota laut yang ada dalam perairan dan akhirnya sampai pada manusia
melalui rantai makanan. Akumulasi logam berat dalam tubuh yang terjadi secara
terus-menerus dapat menimbulkan keracunan (Astawan, 2008; Dahuri, Rais,
Ginting, dan Sitepu, 1996; Umar, Meagaung, dan Fachruddin, 2001).
Secara alamiah, unsur-unsur logam berat terdapat di alam, namun dalam
jumlah yang sangat rendah. Beberapa logam berat dibutuhkan dalam jumlah kecil
oleh makhluk hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Akan
tetapi, pada kadar tertentu dapat pula menimbulkan bahaya dan bersifat racun.
Melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
Universitas Indonesia
2
terkontaminasi oleh logam berat, logam tersebut dapat terdistribusi ke bagian
tubuh manusia dan sebagian terakumulasi. Apabila keadaan ini berlangsung terus-
menerus, maka dalam jangka waktu lama akan terakumulasi dan mencapai jumlah
yang dapat membahayakan kesehatan (Direktorat Jenderal Perikanan, 1982;
Romimohtarto, 2007).
Kerang sebagai salah satu biota air dapat dijadikan indikator tingkat
pencemaran yang terjadi di dalam perairan (Samin, Supriyanto, dan Kamal, 2007).
Kerang bersifat filter feeder, memperoleh makanannya dengan cara menyaring
air, dan memakan sedimen sehingga dapat mengakumulasi logam berat dalam
jumlah tinggi. Kerang tinggal di muara sungai dan mendapat asupan banyak
limbah, tidak hanya dari limbah industri tetapi juga dari limbah rumah tangga.
Jika dibandingkan dengan manusia, kerang lebih resisten terhadap akumulasi
logam berat. Oleh karena itu, kerang merupakan indikator biologis yang baik
apabila terjadi pencemaran di perairan (Antara News, 2008; Kamus Ilmiah, 2009).
Salah satu perairan yang banyak dimanfaatkan untuk budidaya kerang
yaitu daerah Teluk Jakarta, seperti Muara Angke, Muara Baru, dan Cilincing.
Berbagai jenis kerang dapat ditemukan di perairan ini, diantaranya adalah kerang
dara (Anadara granosa) dan kerang hijau (Perna viridis) yang merupakan jenis
kerang yang paling banyak digemari masyarakat. Makanan laut lainnya seperti
ikan dan udang yang dikonsumsi oleh masyarakat DKI Jakarta dan sekitarnya
juga bersumber dari perairan Teluk Jakarta. Hal ini perlu mendapat perhatian,
terutama karena adanya kekhawatiran bahwa pencemaran logam berat di Teluk
Jakarta semakin meningkat sehingga hasil budidayanya sudah tidak layak lagi
untuk dikonsumsi.
Beberapa penelitian terhadap pencemaran logam berat di Teluk Jakarta
telah dilakukan, salah satunya adalah mengenai kandungan logam berat dalam
sedimen perairannya. Sedimen memiliki peranan penting dalam menentukan
kualitas air karena sedimen dapat merupakan tujuan akhir tempat penampungan
dari logam-logam berat dan memiliki potensi melepaskan zat-zat pencemar
tersebut kembali ke dalam perairan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kandungan logam berat timbal dan tembaga dalam sedimen di perairan Teluk
Jakarta telah melebihi baku mutu lingkungan (Yurnaldi, 2008). Penelitian
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
Universitas Indonesia
3
mengenai kondisi air sungai dan perairan Teluk Jakarta juga menunjukkan bahwa
kadar logam berat pada perairan Teluk Jakarta sudah melewati baku mutu
lingkungan, dimana logam berat yang paling banyak ditemukan adalah timbal,
tembaga, dan kadmium, yang sebagian besar bersumber dari limbah industri.
Kandungan logam berat yang melebihi batas yang ditetapkan ini dapat berbahaya
bagi kesehatan manusia. Logam berat ini dapat terakumulasi dalam tubuh biota
air, terutama kerang, sehingga dapat berbahaya apabila kerang tersebut
dikonsumsi oleh manusia. Misalnya, timbal dapat merusak jaringan saraf,
tembaga dapat merusak hati, dan kadmium dapat menyebabkan batu ginjal serta
gangguan lambung (Djarismawati, 1991).
Dengan adanya resiko pencemaran pada kerang dara dan kerang hijau oleh
logam berat, terutama timbal, tembaga, dan kadmium, serta bahayanya bagi
kesehatan manusia yang mengkonsumsi kerang tersebut, maka perlu dilakukan
penelitian terhadap kandungan timbal, tembaga, dan kadmium pada kerang dara
dan kerang hijau secara spektrofotometri serapan atom.
1.2 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui ada atau tidaknya timbal (Pb), tembaga (Cu) dan kadmium
(Cd) pada kerang dara dan kerang hijau Muara Angke.
2. Menentukan kadar timbal (Pb), tembaga (Cu) dan kadmium (Cd) pada
kerang dara dan kerang hijau Muara Angke.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
4 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerang
Kerang adalah hewan air yang termasuk hewan bertubuh lunak (mollusca)
dan memiliki sepasang cangkang yang dihubungkan oleh ligamen (jaringan ikat).
Kerang memiliki otot adduktor yang mengatur buka-tutupnya cangkang. Organ
yang dimiliki adalah insang, mulut, ginjal, jantung, dan anus. Sistem sirkulasinya
terbuka (tidak memiliki pembuluh darah). Pasokan oksigen berasal dari darah
yang sangat cair yang kaya nutrisi dan oksigen yang menyelubungi organ-
organnya. Kerang memakan plankton dengan cara menyaring (filter feeder)
(Marietta College, 2009).
Dalam penelitian ini, kerang yang digunakan sebagai sampel adalah
kerang dara (Anadara granosa) dan kerang hijau (Perna viridis).
2.1.1 Kerang Dara (Anadara granosa)
Taksonomi kerang dara :
Domain : Eukariota
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Bivalvia
Ordo : Pteriomorpha (Lamellibranchia)
Famili : Archidae
Genus : Anadara
Spesies : Anadara granosa
(Taxonomy, 2009)
Anadara granosa merupakan spesies kerang yang dikenal dengan sebutan
kerang dara atau kerang darah (blood cockle) karena di dalam tubuh kerang ini
terkandung cairan hemoglobin yang berwarna merah. Kerang dara banyak
ditemukan pada substrat yang berlumpur di muara sungai. Kerang dara hidup
dengan cara membenamkan diri di bawah permukaan lumpur atau pasir, dan
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
5
Universitas Indonesia
memakan endapan ataupun partikel yang tersuspensi dalam air (filter feeder)
(Broom, 1985; Nurjanah, Zulhamsyah, dan Kustiyariyah, 2005).
Kerang dara mempunyai 2 keping cangkang yang tebal dan pipih,
berwarna putih ditutupi periostrakum yang berwarna kuning kecoklatan sampai
coklat kehitaman. Pada umumnya, panjang tubuh kerang dara berkisar antara 1,8-
3,2 cm, dan dapat tumbuh hingga 9 cm. Kerang dara dianggap sudah dewasa
apabila telah berumur 6-7 bulan. Rentang suhu yang baik untuk pertumbuhan
kerang dara adalah 25-32,8oC (Broom, 1985; Nurjanah, Zulhamsyah, dan
Kustiyariyah, 2005).
2.1.2 Kerang Hijau (Perna viridis)
Taksonomi kerang hijau :
Domain : Eukariota
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Bivalvia
Ordo : Pteriomorpha (Lamellibranchia)
Famili : Mytilidae
Genus : Perna
Spesies : Perna viridis
(Bay Science Foundation, 2009; Masterson, 2007)
Perna viridis merupakan jenis kerang yang dikenal dengan sebutan kerang
hijau (green mussel). Cangkang kerang ini ditutupi oleh periostrakum berwarna
hijau. Cangkang kerang hijau yang masih muda berwarna hijau terang yang
seragam, namun ketika dewasa akan berubah menjadi warna cokelat dengan tepi
warna hijau. Permukaan dalam dari cangkang kerang hijau licin, bercahaya, dan
memiliki warna yang akan terlihat berbeda apabila diamati dari sudut yang
berbeda, yaitu warna biru sampai hijau kebiruan.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
6
Universitas Indonesia
Kerang hijau hidup di laut pada kedalaman kurang dari 10 meter. Pada
umumnya, kerang hijau memiliki ukuran panjang 8-10 cm dan dapat tumbuh
hingga 16,5 cm. Kerang dinilai sudah dewasa apabila telah berumur 5-6 bulan.
Masa hidup kerang hijau dapat mencapai 2-3 tahun (Ditjen Perikanan Budidaya,
2008; Power, Walker, Payne, dan Hurley, 2004; Rajagopal, 2006).
Kerang hijau hidup menempel pada permukaan benda keras seperti
bambu, kapal, dan karang, dengan menggunakan benang byssal yang dimilikinya.
Kerang hijau merupakan filter feeder, dimana hewan ini menyaring air yang
mengandung makanan (zooplankton, fitoplankton, dan partikel organik halus) dan
memasukkannya ke dalam mulut untuk dicerna. Kerang hijau dapat hidup pada
kisaran temperatur yang cukup luas, yaitu 10-35oC dan optimum pada 26-32
oC
(Bay Science Foundation, 2009; Masterson, 2007).
2.2 Logam Berat
Logam berat merupakan senyawa kimia yang berpotensi menimbulkan
masalah pencemaran lingkungan. Logam berat memiliki kekuatan dan ketahanan
yang baik, daya pantul cahaya dan daya hantar listrik yang tinggi, serta daya
hantar panas yang cukup baik.
Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dibagi menjadi dua
jenis yaitu logam berat esensial dan logam berat tidak esensial (beracun).
Keberadaan logam berat esensial dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh
setiap organisme hidup, seperti antara lain, seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe),
kobalt (Co), dan mangan (Mn). Sebaliknya, keberadaan logam berat tidak esensial
dalam tubuh organisme hidup hingga saat ini masih belum diketahui manfaatnya
bahkan justru dapat bersifat racun, seperti logam merkuri (Hg), kadmium (Cd),
timbal (Pb), kromium (Cr) dan lain-lain. Walaupun logam berat esensial
dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan
dapat menimbulkan efek racun (Suwahono, 2005).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
7
Universitas Indonesia
2.3 Pencemaran Logam Berat
Logam berat dapat berasal dari sumber alami dan sumber buatan (aktivitas
antropogenik atau kegiatan manusia). Sumber alami dapat berupa pelapukan batu-
batuan yang mengandung logam berat dan aktivitas gunung berapi. Adapun
sumber antropogenik mencakup limbah pertambangan, industri, pertanian,
transportasi, dan limbah domestik.
Logam berat yang menjadi bahan pencemar umumnya berasal dari sumber
antropogenik. Kontaminasi dari sumber antropogenik terus meningkat karena
meningkatnya eksploitasi pertambangan dan industrialisasi. Umumnya yang
paling banyak mengandung logam berat adalah limbah industri. Hal ini
disebabkan senyawa atau unsur logam berat dimanfaatkan dalam berbagai
industri, baik sebagai bahan baku maupun sebagai bahan tambahan (Mihardja dan
Pranowo, 2001; Setyawan, Indrowuryatno, Wiryanto, dan Winarno, 2004).
Limbah cair dari kawasan pemukiman dan industri merupakan sumber
utama pencemaran logam berat di perairan, adapun gas buangan dari kendaraan
bermotor merupakan sumber utama pencemaran di udara. Limbah ini akan
terbawa oleh air hujan, sungai dan laut ke pantai, lalu mengendap dan
terakumulasi pada sedimen. Logam berat juga dapat terserap biota melalui
pengambilan langsung atau melalui rantai makanan (Setyawan, Indrowuryatno,
Wiryanto, dan Winarno, 2004).
Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya adalah
karena sifat logam berat yang tidak dapat dihancurkan (nondegradable) oleh
organisme hidup yang ada di lingkungan sekitarnya. Akibatnya, logam-logam
tersebut akan terakumulasi dan terutama mengendap di dasar perairan membentuk
senyawa kompleks bersama bahan-bahan organik dan anorganik. (Dahuri, Rais,
Ginting, dan Sitepu, 1996; Setyawan, Indrowuryatno, Wiryanto, dan Winarno,
2004).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
8
Universitas Indonesia
Dalam penelitian ini, logam yang akan dianalisis adalah timbal, tembaga,
dan kadmium.
2.3.1 Timbal (Pb)
Timbal (Pb) berada di alam dalam bentuk batuan galena (PbS), sensite
(PbCO3), dan alglesit (PbSO4). Timbal mempunyai titik lebur 327,5oC dan titik
didih 1740oC, mudah dibentuk, serta dapat digunakan untuk melapisi logam untuk
mencegah perkaratan. (Darmono, 1995; Widianarko, 1997; Mihardja dan
Pranowo, 2001).
Timbal banyak digunakan pada industri baterai, kabel, cat (sebagai zat
pewarna), penyepuhan, zat tambahan pada bensin, zat penyusun patri atau solder
dan penyambung pipa. Hal inilah yang menyebabkan air untuk rumah tangga
mempunyai banyak kemungkinan kontak dengan timbal. Sumber utama limbah
timbal adalah gas buang kendaraan bermotor dan limbah industri. Diperkirakan
65% dari pencemaran udara disebabkan emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan
bermotor, dimana timbal digunakan sebagai bahan tambahan pada bensin. Limbah
timbal juga dapat disebabkan adanya tumpahan minyak dari kapal di perairan
(Darmono, 1995; Setyawan, Indrowuryatno, Wiryanto, dan Winarno, 2004).
Timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, makanan, dan
minuman. Timbal tidak dibutuhkan oleh manusia, sehingga bila makanan
tercemar oleh logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya sebagian dan sisanya
akan terakumulasi dalam tubuh dan dapat menyebabkan gangguan serta kerusakan
pada saraf, hati, ginjal, tulang, dan otak (Setyawan, Indrowuryatno, Wiryanto, dan
Winarno, 2004; Suwahono, 2005). Termakannya senyawa timbal dapat
mengakibatkan gejala keracunan seperti gangguan gastrointestinal, rasa logam
pada mulut, muntah, sakit perut, dan diare. Timbal di dalam tubuh terikat pada
gugus sulfidril (-SH) dalam molekul protein dan hal ini menyebabkan hambatan
pada aktivitas kerja sistem enzim. Pada keracunan yang lebih parah, dapat
menyebabkan terjadinya kejang-kejang, gangguan tingkah laku, kerusakan otak,
serta dapat menyebabkan kematian (Darmono, 1995; Lajis, 1996).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
9
Universitas Indonesia
2.3.2 Tembaga (Cu)
Tembaga (Cu) merupakan mikroelemen esensial bagi tubuh. Oleh karena
itu, tembaga harus selalu ada di dalam makanan. Hal yang perlu diperhatikan
adalah menjaga agar kadar tembaga di dalam tubuh tidak kekurangan dan juga
tidak berlebihan. Kebutuhan tubuh per hari akan tembaga adalah 0,05 mg/kg berat
badan (Darmono, 1995; Suwondo, Fauziah, Syafrianti, dan Wariyanti, 2005).
Logam tembaga memiliki titik lebur 1083,4oC dan titik didih 2567
oC.
Logam ini banyak digunakan di pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas,
dan zat warna. Dalam industri, tembaga banyak digunakan dalam industri cat dan
industri fungisida. Logam tembaga dapat masuk ke perairan atau sungai melalui
pembuangan air limbah yang berasal dari bijih atau cairan tembaga yang dibuang
oleh industri seperti industri pertambangan dan pelapisan logam. Pada bahan
makanan, cemaran logam tembaga dapat terjadi akibat penggunaan pestisida
secara berlebihan (Darmono, 1995; Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1998; Widianarko, 1997).
Keracunan tembaga dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti
sakit perut, mual, muntah, dan diare, serta gangguan sistem peredaran darah.
Beberapa kasus yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal dan kematian
(Darmono, 1995; Mihardja dan Pranowo, 2001).
2.3.3 Kadmium (Cd)
Logam kadmium (Cd) memiliki titik lebur 320,9oC dan titik didih 765
oC.
Logam ini banyak digunakan pada industri baterai, plastik, dan pewarna, seperti
industri tekstil. Pencemaran logam kadmium dapat bersumber dari pembuangan
sisa limbah kegiatan industri yaitu industri pertambangan, maupun dari limbah
domestik (Mihardja dan Pranowo, 2001).
Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena
dapat mempengaruhi sistem pembuluh darah serta terakumulasi dalam tubuh,
khususnya di hati dan ginjal. Logam ini dapat menyebabkan gangguan pada
tulang dan pembentukan sel darah merah, serta kerusakan hati dan ginjal.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
10
Universitas Indonesia
2.4 Batas Cemaran Logam Berat
Badan Standardisasi Nasional (2009) menetapkan bahwa batas cemaran
logam berat pada kerang adalah 1 mg/kg untuk timbal (Pb) dan kadmium (Cd),
sedangkan untuk tembaga (Cu) tidak tercantum. Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan (1998) menetapkan batas maksimum cemaran logam dalam
makanan, yaitu pada ikan dan hasil olahannya adalah 2 µg/g untuk timbal (Pb), 20
µg/g untuk tembaga (Cu), sedangkan untuk kadmium (Cd) tidak tercantum.
Berdasarkan Provosional Tolerable Weekly Intake (PTWI), batas toleransi
logam timbal (Pb) yang boleh masuk ke dalam tubuh selama satu minggu adalah
25 µg/kg berat badan. Sedangkan, batas toleransi logam kadmium (Cd) yang
boleh masuk ke dalam tubuh selama satu minggu adalah 7 µg/kg berat badan.
Untuk logam tembaga (Cu), berdasarkan Provosional Maximum Tolerable Daily
Intake (PMTDI) batas toleransi maksimum yang boleh masuk ke dalam tubuh
setiap harinya adalah 500 µg/kg berat badan (World Health Organization, 1999).
2.5 Penyiapan Sampel
Matriks sampel yang akan dianalisis kandungan unsur logamnya terlebih
dahulu harus mendapatkan perlakuan awal (pre-treatment). Pada perlakuan awal
ini, terjadi pemutusan ikatan unsur logam dengan komponen-komponen lain
dalam matriks (disebut peristiwa perombakan atau destruksi) yang akan
menghasilkan unsur-unsur logam dalam keadaan bebas sehingga dapat dianalisis
dan menghasilkan data yang baik. Destruksi ini bertujuan untuk menguraikan atau
merombak bentuk organik dari logam menjadi bentuk logam anorganik. Larutan
hasil destruksi ini selanjutnya dapat dianalisis, baik secara kualitatif ataupun
kuantitatif. Analisis secara kuantitatif terhadap kandungan logam dalam sampel
dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri serapan atom (Raimon, 1993).
Ada dua metode destruksi, yaitu destruksi basah dan destruksi kering. Ada
beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam memilih cara destruksi sampel,
antara lain adalah sifat matriks dan konstituen yang terkandung di dalamnya, jenis
logam yang dianalisis, dan metode yang akan digunakan untuk penentuannya.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
11
Universitas Indonesia
2.5.1 Destruksi Basah
Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam kuat (tunggal
ataupun campuran), kemudian dioksidasi dengan zat oksidator. Pelarut-pelarut
yang dapat digunakan untuk destruksi basah adalah asam nitrat, asam sulfat, asam
perklorat, dan asam klorida. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah
dilakukan, diketahui bahwa destruksi dengan menggunakan pereaksi campuran
memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan pereaksi tunggal,
dimana proses destruksi yang terjadi akan lebih singkat dan lebih sempurna
(Raimon, 1993).
Kesempurnaan destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih pada
larutan destruksi. Larutan jernih ini menunjukkan bahwa semua konstituen yang
ada telah larut sempurna atau perombakan senyawa-senyawa organik telah
berjalan dengan baik (Raimon, 1993).
2.5.2 Destruksi Kering
Destruksi kering merupakan perombakan bentuk organik dari logam dalam
sampel menjadi logam anorganik melalui proses pengabuan sampel dalam furnace
dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada destruksi kering, umumnya
dibutuhkan suhu pemanasan antara 400-800oC, tetapi suhu ini sangat bergantung
pada jenis sampel yang akan dianalisis. Untuk menentukan suhu pengabuan,
terlebih dahulu ditinjau jenis logam yang akan dianalisis. Bila oksida logam yang
terbentuk bersifat kurang stabil, maka perlakuan ini tidak memberikan hasil yang
baik. Misalnya, untuk logam Fe, Cu, dan Zn, oksida yang terbentuk adalah Fe2O3,
FeO, CuO, dan ZnO. Oksida-oksida logam ini cukup stabil pada suhu pengabuan
yang digunakan. Oksida-oksida logam yang telah terbentuk kemudian dilarutkan
dalam pelarut asam encer (tunggal ataupun campuran), dan selanjutnya dianalisis
(Raimon, 1993).
Pada umumnya, preparasi sampel dengan cara destruksi basah atau
pengabuan basah (wet ashing) lebih disukai daripada destruksi kering atau
pengabuan kering (dry ashing). Hal ini disebabkan karena adanya beberapa unsur
logam yang mudah menguap (Day dan Underwood, 1991).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
12
Universitas Indonesia
2.6 Spektrofotometri Serapan Atom
Metode spektrofotometri serapan atom pertama kali diperkenalkan oleh
Walsh pada tahun 1953, kemudian dikembangkan di Exhibition of Physical
Institute, Melbourne, dan dipublikasikan pada tahun 1954. Walsh menyatakan
bahwa unsur logam lebih mudah dan akurat ditentukan kadarnya dengan proses
atomik daripada dengan proses emisi. Metode spektrofotometri serapan atom telah
dapat menentukan ± 67 unsur logam.
Metode spektrofotometri serapan atom dipilih untuk menentukan kadar
logam sampel yang kompleks karena pengerjaan metode ini cepat, sensitif, dan
sangat spesifik untuk unsur yang ditentukan. Metode ini menguntungkan karena
larutan sampel yang sama dapat digunakan untuk mengukur unsur-unsur yang
berlainan, output dapat langsung dibaca, dan dapat digunakan untuk penentuan
kadar logam yang konsentrasinya sangat kecil (Hartanto, 2009; Raimon, 1993).
2.6.1 Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom (SSA) merupakan salah satu metode
analisis yang dapat digunakan untuk menentukan unsur logam dan metaloid dalam
suatu bahan dengan kepekaan dan ketelitian yang cukup tinggi. Metode ini
didasarkan pada penyerapan radiasi yang dipancarkan dari suatu sumber radiasi
oleh suatu medium yang terdiri dari atom-atom bebas yang berada pada tingkat
energi dasar (ground state) (Haris dan Gunawan, 1992).
Atom bebas berarti bahwa pada atom tersebut tidak terdapat efek-efek
yang dapat mengubah sejumlah energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan
elektron di dalam atom bergerak dari keadaan dasar ke keadaan eksitasi. Keadaan
dasar dari atom adalah keadaan elektron dimana semua elektron berada pada
orbital atau konfigurasi yang paling stabil. Ketika cahaya diserap oleh sebuah
atom, satu atau lebih elektron akan mengalami eksitasi ke orbital energi yang
lebih tinggi (Oberdier, 1996).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
13
Universitas Indonesia
Untuk memperoleh atom-atom pada tingkat energi dasar dilakukan proses
atomisasi dengan cara pemanasan. Teknik pemanasan dengan pemanfaatan nyala
merupakan cara yang paling umum digunakan, yaitu dengan menyemprotkan
larutan yang dianalisis ke dalam nyala tertentu. Apabila suatu energi radiasi
dilewatkan pada nyala atau sel serapan yang berisi atom-atom bebas yang berada
pada tingkat energi dasar, maka sebagian energi akan diserap oleh atom-atom
bebas tersebut dan menyebabkan penurunan intensitas radiasi yang dipancarkan.
Penurunan intensitas radiasi sebanding dengan jumlah atom pada tingkat energi
dasar yang menyerap energi radiasi tersebut. Dengan mengukur intensitas radiasi
yang diteruskan (transmitansi) atau mengukur intensitas radiasi yang diserap
(absorbansi), maka konsentrasi unsur sampel dapat ditentukan (Haris dan
Gunawan, 1992).
Metode analisis secara spektrofotometri serapan atom sangat efektif
karena frekuensi radiasi yang diserap adalah karakteristik untuk setiap unsur. Tiap
unsur akan memberikan serapan pada panjang gelombang yang sangat khas
sehingga lampu yang digunakan untuk analisis logam tertentu akan melepaskan
energi yang diserap sebagai energi cahaya hanya pada panjang gelombang yang
dikehendaki dan spesifik untuk unsur tersebut. Energi cahaya ini kemudian
difokuskan untuk melewati chamber sampel ke monokromator dan detektor
(Haris dan Gunawan, 1992; Oberdier, 1996).
Konsentrasi analit dalam chamber sampel proporsional terhadap
banyaknya cahaya yang diserap dan mengikuti hukum Beer pada kondisi
percobaan yang sesuai. Hubungan ini didefinisikan sebagai A = abc, dimana A
adalah absorbansi, a adalah koefisien absorpsi analit, b adalah tebal media, dan c
adalah konsentrasi analit. Analisis dilakukan dengan menggunakan hollow
cathode lamp (lampu katoda rongga) sesuai unsur yang dianalisis (Haris dan
Gunawan, 1992; Oberdier, 1996).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
14
Universitas Indonesia
2.6.2 Sistem Instrumentasi
Instrumentasi terdiri dari spektrofotometer, sumber cahaya, dan nebulizer
(alat atomisasi atau ionisasi).
2.6.2.1 Spektrofotometer
[Sumber : Day dan Underwood, 1991]
Gambar 2.1 Komponen spektrofotometer serapan atom “telah diolah kembali”
Setelah radiasi dari lampu katoda rongga melalui populasi atom di dalam
nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian diteruskan. Fraksi radiasi
yang diteruskan kemudian dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau
pemisahan dari radiasi dilakukan oleh monokromator. Selain monokromator,
spektrofotometer juga dilengkapi dengan chopper yang digunakan untuk
membedakan radiasi yang berasal dari sumber radiasi, dan radiasi yang berasal
dari nyala api (Haris dan Gunawan, 1992; Hartanto, 2009).
Intensitas radiasi yang diteruskan diubah menjadi energi listrik oleh
photomultiplier dan selanjutnya diukur dengan detektor dan dicatat oleh alat
pencatat, yaitu rekorder (Haris dan Gunawan, 1992).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
15
Universitas Indonesia
2.6.2.2 Sumber Cahaya
Dua macam lampu yang digunakan pada spektrofotometri serapan atom
adalah lampu katoda rongga atau hollow cathode lamp (HCL) dan electrodeless
discharge lamp (EDL) (Oberdier, 1996).
[Sumber : Shimadzu, 2007]
Gambar 2.2 Hollow cathode lamp (HCL) “telah diolah kembali"
Lampu yang umum digunakan adalah lampu katoda berongga (hollow
cathode lamp). Lampu katoda ini berfungsi sebagai sumber cahaya untuk
memberikan energi sehingga unsur logam yang diuji akan mudah tereksitasi.
Katoda pada hollow cathode lamp dibuat dari logam yang sama dengan unsur
dianalisis, sedangkan anodanya dibuat dari wolfram. Kedua elektroda ini
ditempatkan dalam suatu bejana kaca tertutup berbentuk silinder berisi gas mulia
(He, Ne, atau Ar) dan bertekanan rendah 3-5 mmHg. Pada ujung silinder terdapat
jendela dari kwarsa yang transparan terhadap radiasi yang dilepaskan (Anderson,
1999; Haris dan Gunawan, 1992; Hartanto, 2009).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
16
Universitas Indonesia
2.6.2.3 Nebulizer
Nebulizer adalah alat yang digunakan untuk mengintroduksi sampel cairan
ke dalam nyala dengan cara mengkonversi cairan menjadi aerosol halus yang
dapat dipindahkan ke dalam nyala. Sampel akan masuk ke dalam mixing chamber
dan bercampur dengan gas bahan bakar (asetilen) dan oksidan tambahan (udara
atau N2O), lalu diintroduksi ke dalam nyala (Anderson, 1999).
[Sumber : Shimadzu, 2007]
Gambar 2.3 Nebulizer “telah diolah kembali”
Selain sistem instrumentasi yang telah dijelaskan di atas, terdapat pula alat
pendukung yaitu kompresor, berfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang
akan digunakan oleh spektrofotometer serapan atom saat pembakaran atom.
Kompresor dilengkapi dengan tempat penyimpanan udara, dimana udara akan
dikeluarkan setelah penggunaan alat selesai (Hartanto, 2009).
2.6.3 Jenis-jenis Gangguan
Gangguan yang mungkin terjadi pada analisa dengan spektrofotometer
serapan atom antara lain gangguan spektra, gangguan kimia, dan gangguan fisika.
2.6.3.1 Gangguan Spektra
Gangguan spektra terjadi bila panjang gelombang (atomic line) dari unsur
yang diperiksa berimpit dengan panjang gelombang dari atom atau molekul lain
yang terdapat dalam larutan yang diperiksa. Gangguan karena berimpitnya
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
17
Universitas Indonesia
panjang gelombang atom (atomic line overlap) umum dijumpai pada
spektrofotometri emisi nyala atau flame emmision spectrometry (FES), sedangkan
pada spektrofotometri serapan atom (SSA), gangguan ini hampir tidak ada karena
digunakan sumber cahaya yang spesifik untuk setiap unsur (Harmita, 2006).
2.6.3.2 Gangguan Fisika
Gangguan fisika dapat disebabkan oleh adanya efek matriks. Jika
kekentalan larutan sampel dan larutan standar berbeda secara signifikan, maka
larutan akan masuk ke chamber pembakar dengan kecepatan yang berbeda dan
respon yang ditimbulkan juga akan berbeda (Oberdier, 1996). Efek matriks juga
dapat mempengaruhi laju dari nebulizer sehingga dapat mempengaruhi kualitas
data yang diperoleh. Hal ini dapat menyebabkan variasi jumlah atom di dalam
cahaya sehingga nilai absorbansi sampel dan standar tidak berkorelasi. Oleh
karena itu, sifat fisika dari zat yang diperiksa dan larutan pembanding harus sama
(Anderson, 1999; Harmita, 2006). Efek matriks dapat diperbaiki dengan
menggunakan pelarut organik dimana sensitivitas dapat dinaikkan sampai 3 atau 5
kali bila dibandingkan pelarut air. Hal ini disebabkan karena pelarut organik
mempercepat penyemprotan (kekentalannya rendah), cepat menguap, mengurangi
penurunan suhu nyala, menaikkan kondisi, mereduksi nyala (Harmita, 2006).
2.6.3.3 Gangguan Kimia
Gangguan kimia dapat berupa kompleksasi dan adanya logam yang terikat
secara organik. Cara mengatasinya adalah sampel didestruksi dengan asam untuk
menghancurkan materi organik. Gangguan kimia juga dapat disebabkan oleh
terbentuknya senyawa yang sukar menguap atau sukar terdisosiasi dalam nyala.
Hal ini terjadi pada nyala ketika pelarut menguap meninggalkan partikel-partikel
padat. Gangguan ini dapat diatasi dengan mengubah kondisi nyala, misalnya
dengan menambah aliran bahan bakar sehingga memperkecil pembentukan oksida
yang stabil. Adakalanya perlu digunakan nyala dengan suhu yang lebih tinggi,
misalnya nyala C2H2-N2O (Anderson, 1999; Harmita, 2006).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
18
Universitas Indonesia
2.7 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,
2006).
2.7.1 Kecermatan (Akurasi)
Kecermatan adalah kedekatan hasil penetapan yang diperoleh dengan hasil
sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai hasil perolehan kembali (recovery)
dari analit yang ditambahkan. Cara penentuan kecermatan / akurasi ada 2 macam,
yaitu cara absolut dan cara adisi. Syarat akurasi yang baik : 98-102 %, untuk
sampel hayati (biologis/nabati) : ± 10 % (Harmita, 2006).
Tabel 2.1
Persyaratan UPK berdasarkan analit yang ditambahkan
Analit pada matriks sampel (%) Rata-rata yang diperoleh (%)
100
≥ 10
≥ 1
≥ 0,1
0,01
0,001
0,0001 (1 ppm)
0,00001 (100 ppb)
0,000001 (10 ppb)
0,0000001 (1 ppb)
98-102 %
98-102 %
97-103 %
95-105 %
90-107 %
90-107 %
80-110 %
80-110 %
60-115 %
40-120 %
[Sumber : Harmita, 2004]
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
19
Universitas Indonesia
2.7.2 Keseksamaan (Presisi)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara
hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen.
Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif
(koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan
(repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah
keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada
kondisi yang sama dan dalam interval waktu yang pendek. Keterulangan dinilai
melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik
yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada
kondisi yang normal. Ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan
pada kondisi yang berbeda.
Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku
relatif atau koefisien variasi ≤ 2 %. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel
tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi
laboratorium (Harmita, 2004; Harmita, 2006).
2.7.3 Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali
dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan
terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran,
hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap
hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan
(Harmita, 2006).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
20
Universitas Indonesia
2.7.4 Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah
pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat
ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.
Persyaratan untuk uji linearitas meliputi : koefisien korelasi r ≥ 0,9990;
(ri)2 ≈ 0; Vxo ≤ 2,0%; dan kepekaan analisis (Δy/Δx) saling mendekati satu sama
lain (Harmita, 2006).
2.7.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi (limit of detection / LOD) adalah jumlah terkecil analit
dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan
dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi (limit of quantitation / LOQ)
merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada
analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang
masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2006).
2.7.6 Ketangguhan (Ruggedness)
Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh
dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti
laboratorium, analis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dan lain-
lain. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan
operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan
ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis
(Harmita, 2006).
2.7.7 Kekuatan (Robustness)
Untuk memvalidasi suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi yang
kecil dan terus-menerus untuk mengevaluasi respon-respon analitik dan efek pada
presisi dan akurasi (Harmita, 2006).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
21 Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian I Kimia Kualitatif,
Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia, Depok pada bulan Februari hingga Mei 2010.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan uji dan
bahan kimia.
3.2.1 Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan adalah kerang dara (Anadara granosa) (ukuran
kecil : 2,5-3,5 cm; ukuran besar : 4,5-5,5 cm) dan kerang hijau (Perna viridis)
(ukuran kecil 3-6 cm; ukuran besar : 8-10 cm) yang diperoleh dari Muara Angke.
Jumlah kerang yang digunakan untuk masing-masing jenis adalah 40 kerang.
3.2.2 Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan adalah serbuk timbal (II) nitrat (Pb(NO3)2)
(Merck), tembaga (II) sulfat pentahidrat (CuSO4.5H2O) (Merck), kadmium sulfat
hidrat (CdSO4. 38 H2O) (Merck), asam nitrat pekat (HNO3 65%) (Merck), dan
aqua demineralisata (Brataco).
3.3 Alat
Alat yang digunakan adalah spektrofotometer serapan atom (Shimadzu
AA-6300), lampu katoda berongga timbal, tembaga, dan kadmium, Microwave
Digestion System (Milestone Start D), oven, timbangan analitik, penyaring
Buchner, blender, mikropipet (Socorex), karet penghisap, botol semprot, kertas
saring Whatman No. 41, pipet mikro, dan alat-alat gelas.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
22
Universitas Indonesia
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Pembuatan Larutan Baku Pembanding
Untuk timbal, ditimbang 0,1620 g serbuk standar Pb(NO3)2, dimasukkan
ke dalam labu ukur 100,0 mL dan dilarutkan dengan 1 mL HNO3 pekat (65%),
lalu ditambahkan aqua demineralisata hingga batas labu ukur sehingga diperoleh
larutan induk 1010 ppm.
Untuk tembaga, ditimbang 0,3926 g serbuk standar CuSO4.5H2O,
dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan dilarutkan dengan 1 mL HNO3
pekat (65%), lalu ditambahkan aqua demineralisata hingga batas labu ukur
sehingga diperoleh larutan induk 1001 ppm.
Untuk kadmium, ditimbang 0,2324 g serbuk standar CdSO4. 38 H2O,
dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL dan dilarutkan dengan 1 mL HNO3
pekat (65%), lalu ditambahkan aqua demineralisata hingga batas labu ukur
sehingga diperoleh larutan induk 1003 ppm (Badan Standardisasi Nasional, 2006).
3.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi
3.4.2.1 Kurva Kalibrasi Timbal
Larutan induk timbal 1010 ppm dipipet 1,0 mL, dimasukkan ke labu ukur
100,0 mL, ditambahkan aqua demineralisata hingga batas labu ukur sehingga
diperoleh larutan konsentrasi 10,10 ppm. Larutan 10,1 ppm dipipet 10,0 mL,
dimasukkan ke labu ukur 100,0 mL, ditambahkan aqua demineralisata hingga
batas labu ukur sehingga diperoleh larutan konsentrasi 1,01 ppm.
Larutan konsentrasi 1,01 ppm dipipet 5,0; 10,0; 15,0; 20,0; 25,0 mL,
dimasukkan ke labu ukur 100,0 mL; dipipet 15,0 mL, dimasukkan ke labu ukur
50,0 mL, ditambahkan aqua demineralisata ad batas volume labu ukur sehingga
diperoleh larutan standar konsentrasi 0,0505; 0,1010; 0,1515; 0,2020; 0,2525; dan
0,3030 ppm.
Larutan standar yang telah dibuat masing-masing diukur serapannya
dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 283,3 nm, lalu
hasilnya diplot menjadi kurva kalibrasi. (Badan Standardisasi Nasional, 2006;
Milestone, 2005)
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
23
Universitas Indonesia
3.4.2.2 Kurva Kalibrasi Tembaga
Larutan induk tembaga 1001 ppm dipipet 2,0 mL, dimasukkan ke labu
ukur 100,0 mL, ditambahkan aqua demineralisata hingga batas labu ukur
sehingga diperoleh larutan konsentrasi 20,02 ppm.
Larutan konsentrasi 20,02 ppm dipipet 1,0; 4,0; 6,0; 10,0; 15,0 mL,
dimasukkan ke labu ukur 100,0 mL; dan dipipet 6,0 mL, dimasukkan ke labu ukur
50,0 mL, lalu ditambahkan aqua demineralisata ad batas volume labu ukur
sehingga diperoleh larutan standar konsentrasi 0,2002; 0,8008; 1,2012; 2,0020;
2,4024; dan 3,0030 ppm.
Larutan standar yang telah dibuat masing-masing diukur serapannya
dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 324,8 nm, lalu
hasilnya diplot menjadi kurva kalibrasi. (Badan Standardisasi Nasional, 2006;
Milestone, 2005)
3.4.2.3 Kurva Kalibrasi Kadmium
Larutan induk kadmium 1003 ppm dipipet 1,0 mL, dimasukkan ke labu
ukur 100,0 mL, ditambahkan aqua demineralisata hingga batas labu ukur
sehingga diperoleh larutan konsentrasi 10,03 ppm. Larutan konsentrasi 10,03 ppm
dipipet 10,0 mL, dimasukkan ke labu ukur 100,0 mL, ditambahkan aqua
demineralisata hingga batas labu ukur sehingga diperoleh larutan konsentrasi
1,003 ppm.
Larutan konsentrasi 1,003 ppm dipipet 2,0; 10,0; 20,0 mL, dimasukkan ke
labu ukur 100,0 mL; dipipet 15,0; 20,0 mL, dimasukkan ke labu ukur 50,0 mL;
dan dipipet 15,0 mL, dimasukkan ke labu ukur 25,0 mL, lalu ditambahkan aqua
demineralisata ad batas volume labu ukur sehingga diperoleh larutan standar
konsentrasi 0,02006; 0,1003; 0,2006; 0,3009; 0,4012; dan 0,6018 ppm.
Larutan standar yang telah dibuat masing-masing diukur serapannya
dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 228,8 nm, lalu
hasilnya diplot menjadi kurva kalibrasi. (Badan Standardisasi Nasional, 2006;
Milestone, 2005)
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
24
Universitas Indonesia
3.4.3 Validasi Metode Analisis
3.4.3.1 Uji Linearitas
Persamaan garis linier yang diperoleh dari kurva kalibrasi timbal, tembaga,
dan kadmium digunakan untuk menghitung faktor-faktor kelinearan garis, yaitu r,
ri2, Vxo, dan Δy/Δx. Rumus yang digunakan untuk perhitungan adalah sebagai
berikut : (Harmita,2006)
22)( abxyr iii (3.2)
xb
SyVxo x 100% (3.3)
2
2
n
yyS
i
xy (3.4)
3.4.3.2 Sensitivitas (Batas Deteksi / LOD dan Batas Kuantitasi / LOQ)
Dengan metode statistik, LOD dan LOQ ditentukan dari hasil kurva
kalibrasi yang diperoleh. Rumus untuk perhitungan LOD dan LOQ adalah sebagai
berikut : (Harmita, 2006)
b
S
LOD xy3
(3.5)
b
S
LOQ xy10
(3.6)
Keterangan :
b merupakan nilai kemiringan (slope) dari persamaan kurva kalibrasi y = a + bx.
3.4.3.3 Presisi
Uji presisi dilakukan dengan cara mengukur serapan dari sampel yang
ditambahkan dengan standar pada tiga konsentrasi, yaitu konsentrasi rendah,
sedang, dan tinggi (AOAC, 1998; ICH, 1996).
Untuk uji presisi timbal, sampel ditimbang seksama 0,5 g ke dalam bejana
TFM dan dibuat 3 kelompok. Ke dalam masing-masing kelompok ditambahkan
perlahan-lahan 20 mL HNO3 pekat (65%) dan diaduk homogen, kemudian secara
berurutan ditambahkan 250,0; 500,0; dan 750,0 µL dari larutan standar timbal
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
25
Universitas Indonesia
konsentrasi 10,1 ppm. Bejana dimasukkan ke dalam pelindung HTC lalu ditutup
dengan penutupnya dan dikencangkan. Bejana dimasukkan ke dalam microwave
lalu disambungkan dengan sensor suhu. Microwave dinyalakan dengan suhu
200°C selama 25 menit. Setelah proses destruksi selesai, bejana didinginkan
sampai suhu kamar lalu larutan hasil destruksi disaring dengan kertas saring
Whatman No. 41 ke dalam labu ukur 25,0 mL, kemudian kertas saring dibilas
dengan aqua demineralisata. Labu ukur dicukupkan volumenya hingga batas
dengan aqua demineralisata sehingga didapatkan konsentrasi akhir 0,1010;
0,2020; dan 0,3030 ppm dan dibuat enam kali ulangan (AOAC, 1998; ICH, 1996).
Untuk uji presisi tembaga, sampel ditimbang seksama 0,5 g ke dalam
bejana TFM dan dibuat tiga kelompok. Ke dalam masing-masing kelompok
ditambahkan perlahan-lahan 20 mL HNO3 pekat (65%) dan diaduk homogen,
kemudian secara berurutan ditambahkan 25,0; 250,0; dan 375,0 µL dari larutan
standar tembaga konsentrasi 200,2 ppm. Bejana dimasukkan ke dalam pelindung
HTC lalu ditutup dengan penutupnya dan dikencangkan. Bejana dimasukkan ke
dalam microwave lalu disambungkan dengan sensor suhu. Microwave dinyalakan
dengan suhu 200°C selama 25 menit. Setelah proses destruksi selesai, bejana
didinginkan sampai suhu kamar lalu larutan hasil destruksi disaring dengan kertas
saring Whatman No. 41 ke dalam labu ukur 25,0 mL, kemudian kertas saring
dibilas dengan aqua demineralisata. Labu ukur dicukupkan volumenya hingga
batas dengan aqua demineralisata sehingga didapatkan konsentrasi akhir 0,2002;
2,0020; dan 3,0030 ppm dan dibuat enam kali ulangan (AOAC, 1998; ICH, 1996).
Untuk uji presisi kadmium, sampel ditimbang seksama 0,5 g ke dalam
bejana TFM dan dibuat tiga kelompok. Ke dalam masing-masing kelompok
ditambahkan perlahan-lahan 20 mL HNO3 pekat (65%) dan diaduk homogen,
kemudian secara berurutan ditambahkan 25,0; 375,0; dan 750,0 µL dari larutan
standar kadmium konsentrasi 20,06 ppm. Bejana dimasukkan ke dalam pelindung
HTC lalu ditutup dengan penutupnya dan dikencangkan. Bejana dimasukkan ke
dalam microwave lalu disambungkan dengan sensor suhu. Microwave dinyalakan
dengan suhu 200°C selama 25 menit. Setelah proses destruksi selesai, bejana
didinginkan sampai suhu kamar lalu larutan hasil destruksi disaring dengan kertas
saring Whatman No. 41 ke dalam labu ukur 25,0 mL, kemudian kertas saring
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
26
Universitas Indonesia
dibilas dengan aqua demineralisata. Labu ukur dicukupkan volumenya hingga
batas dengan aqua demineralisata sehingga didapatkan konsentrasi akhir 0,02006;
0,3009; dan 0,6018 ppm dan dibuat enam kali ulangan (AOAC, 1998; ICH, 1996).
Rumus untuk perhitungan simpangan baku (simpangan deviasi) dan
koefisien variasi pada uj presisi adalah sebagai berikut :
1
2
n
xxSD
i (3.7)
x
SDKV x 100% (3.8)
3.4.3.4 Kecermatan atau Akurasi
Kecermatan dinyatakan dengan uji perolehan kembali (UPK). Cara
perolehan kembali yang digunakan adalah cara adisi.
Untuk uji perolehan kembali timbal, sampel ditimbang seksama 0,5 g ke
dalam bejana TFM dan dibuat empat kelompok. Ke dalam masing-masing
kelompok ditambahkan perlahan-lahan 20 mL HNO3 pekat (65%) dan diaduk
homogen. Pada kelompok pertama, tidak ditambahkan larutan standar (berfungsi
sebagai blangko). Pada kelompok kedua, ketiga, dan keempat, secara berurutan
ditambahkan 250,0; 500,0; dan 750,0 µL dari larutan standar timbal konsentrasi
10,1 ppm. Bejana dimasukkan ke dalam pelindung HTC lalu ditutup dengan
penutupnya dan dikencangkan. Bejana dimasukkan ke dalam microwave lalu
disambungkan dengan sensor suhu. Microwave dinyalakan dengan suhu 200°C
selama 25 menit. Setelah proses destruksi selesai, bejana didinginkan sampai suhu
kamar lalu larutan hasil destruksi disaring dengan kertas saring Whatman No. 41
ke dalam labu ukur 25,0 mL, kemudian kertas saring dibilas dengan aqua
demineralisata. Labu ukur dicukupkan volumenya hingga batas dengan aqua
demineralisata sehingga didapatkan konsentrasi akhir 0,1010; 0,2020; dan 0,3030
ppm dan dibuat enam kali ulangan (AOAC, 1998; ICH, 1996).
Untuk uji perolehan kembali tembaga, sampel ditimbang seksama 0,5 g ke
dalam bejana TFM dan dibuat empat kelompok. Ke dalam masing-masing
kelompok ditambahkan perlahan-lahan 20 mL HNO3 pekat (65%) dan diaduk
homogen. Pada kelompok pertama, tidak ditambahkan larutan standar (berfungsi
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
27
Universitas Indonesia
sebagai blangko). Pada kelompok kedua, ketiga, dan keempat, secara berurutan
ditambahkan 25,0; 250,0; dan 375,0 µL dari larutan standar tembaga konsentrasi
200,2 ppm. Bejana dimasukkan ke dalam pelindung HTC lalu ditutup dengan
penutupnya dan dikencangkan. Bejana dimasukkan ke dalam microwave lalu
disambungkan dengan sensor suhu. Microwave dinyalakan dengan suhu 200°C
selama 25 menit. Setelah proses destruksi selesai, bejana didinginkan sampai suhu
kamar lalu larutan hasil destruksi disaring dengan kertas saring Whatman No. 41
ke dalam labu ukur 25,0 mL, kemudian kertas saring dibilas dengan aqua
demineralisata. Labu ukur dicukupkan volumenya hingga batas dengan aqua
demineralisata sehingga didapatkan konsentrasi akhir 0,2002; 2,0020; dan 3,0030
ppm dan dibuat enam kali ulangan (AOAC, 1998; ICH, 1996).
Untuk uji perolehan kembali kadmium, sampel ditimbang seksama 0,5 g
ke dalam bejana TFM dan dibuat empat kelompok. Ke dalam masing-masing
kelompok ditambahkan perlahan-lahan 20 mL HNO3 pekat (65%) dan diaduk
homogen. Pada kelompok pertama, tidak ditambahkan larutan standar (berfungsi
sebagai blangko). Pada kelompok kedua, ketiga, dan keempat, secara berurutan
ditambahkan 25,0; 375,0; dan 750,0 µL dari larutan standar kadmium konsentrasi
20,06 ppm. Bejana dimasukkan ke dalam pelindung HTC lalu ditutup dengan
penutupnya dan dikencangkan. Bejana dimasukkan ke dalam microwave lalu
disambungkan dengan sensor suhu. Microwave dinyalakan dengan suhu 200°C
selama 25 menit. Setelah proses destruksi selesai, bejana didinginkan sampai suhu
kamar lalu larutan hasil destruksi disaring dengan kertas saring Whatman No. 41
ke dalam labu ukur 25,0 mL, kemudian kertas saring dibilas dengan aqua
demineralisata. Labu ukur dicukupkan volumenya hingga batas dengan aqua
demineralisata sehingga didapatkan konsentrasi akhir 0,02006; 0,3009; dan
0,6018 ppm dan dibuat enam kali ulangan (AOAC, 1998; ICH, 1996).
Serapan yang diperoleh dicatat, kemudian dihitung konsentrasi masing-
masing bagian dan dihitung UPK-nya dengan rumus sebagai berikut :
S
CCUPK 12 x 100% (3.9)
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
28
Universitas Indonesia
Keterangan :
C1 = kadar sampel yang tidak ditambah standar
C2 = kadar sampel yang ditambah standar
S = kadar standar yang ditambahkan
3.4.4 Penyiapan Sampel
3.4.4.1 Metode Pengambilan Sampel
Kerang dara (ukuran kecil : 2,5-3,5 cm; ukuran besar : 4,5-5,5 cm) dan
kerang hijau (ukuran kecil : 3-6 cm; ukuran besar : 8-10 cm) diperoleh dari Muara
Angke. Jumlah kerang yang digunakan untuk masing-masing jenisnya adalah 40
kerang. Kerang dara dan kerang hijau yang dimaksud adalah kerang dara dan
kerang hijau yang masih segar dan hidup, ditandai dengan posisi cangkang yang
masih mengatup keras. Yang digunakan untuk analisis adalah daging kerang dara
dan daging kerang hijau yang telah dipisahkan dari cangkangnya.
3.4.4.2 Pengeringan Sampel
Cawan penguap kosong yang hendak digunakan untuk menimbang sampel
dimasukkan ke dalam oven suhu 105oC selama 2 jam. Cawan kosong dipindahkan
dengan menggunakan alat penjepit ke dalam desikator selama 30 menit sampai
mencapai suhu ruang. Cawan penguap diletakkan di atas timbangan analitik lalu
timbangan dinolkan.
Sampel daging kerang ditimbang sebanyak 129,7024 g (untuk kerang dara
ukuran kecil); 157,0626 g (untuk kerang dara ukuran besar); 131,4936 g (untuk
kerang hijau ukuran kecil); dan 156,9028 g (untuk kerang hijau ukuran besar),
masing-masing ditimbang di dalam cawan penguap lalu dicatat bobot basahnya.
Sampel dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 18-24 jam, didinginkan
dalam desikator selama 30 menit hingga mencapai suhu ruang, kemudian
ditimbang bobotnya. Sampel dikeringkan lagi ke dalam oven selama 30 menit,
didinginkan dalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang bobotnya.
Pengeringan diulangi hingga diperoleh bobot konstan (selisih penimbangan
berturut-turut 0,2 mg).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
29
Universitas Indonesia
Sampel daging kerang yang telah kering diperoleh sebanyak 19,3670 g
(untuk kerang dara ukuran kecil); 24,5355 g (untuk kerang dara ukuran besar);
20,5280 g (untuk kerang hijau ukuran kecil); dan 24,8534 g (untuk kerang hijau
ukuran besar). Sampel kemudian dihaluskan dengan blender (Badan Standardisasi
Nasional, 2004).
Rumus untuk perhitungan % susut pengeringan adalah sebagai berikut :
% Susut pengeringan Bb
BkBb x 100 % (3.1)
Keterangan :
Bb = Bobot basah sampel (g)
Bk = Bobot kering sampel (g)
(Badan Standardisasi Nasional, 2004)
3.4.4.3 Destruksi Sampel
Metode destruksi yang digunakan adalah cara basah. Destruksi sampel
daging kerang dara dan kerang hijau (yang telah dikeringkan dan dihaluskan)
dilakukan dengan bantuan alat yaitu microwave digestion system. Jumlah sampel
yang digunakan pada setiap destruksi adalah 0,5 g.
Bejana TFM diletakkan di atas timbangan analitik dan timbangan tersebut
dinolkan. Sampel ditimbang ± 0,5 g ke dalam bejana, lalu ditambahkan perlahan-
lahan 20 mL HNO3 pekat (65%) dan diaduk homogen. Bejana dimasukkan ke
dalam pelindung HTC lalu ditutup dengan penutupnya dan dikencangkan. Bejana
dimasukkan ke dalam microwave lalu disambungkan dengan sensor suhu.
Microwave dinyalakan dengan suhu 200°C selama 25 menit.
Setelah proses destruksi selesai, bejana didinginkan sampai suhu kamar
lalu larutan hasil destruksi disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 ke
dalam labu ukur 25,0 mL, kemudian kertas saring dibilas dengan aqua
demineralisata. Labu ukur dicukupkan volumenya hingga batas dengan aqua
demineralisata. Destruksi sampel dilakukan sebanyak tiga kali ulangan (Edward,
1990; Kusumayanti, 2001; Milestone, 2005).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
30
Universitas Indonesia
3.4.5 Penentuan Timbal, Tembaga, dan Kadmium dalam Sampel
3.4.5.1 Timbal
Pengukuran dimulai dengan pengukuran larutan standar yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu sehingga didapatkan kurva kalibrasi dari larutan
standar 0,0505; 0,1010; 0,1515; 0,2020; 0,2525; dan 0,3030 ppm kemudian
dilanjutkan dengan pengukuran serapan sampel dan dimasukkan ke dalam
persamaan kurva kalibrasi sehingga didapatkan kadarnya.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan
atom.
Panjang gelombang : 283,3 nm
Gas pembakar : Asetilen, kecepatan aliran 2,0 L/menit
Oksidan : Udara, kecepatan aliran 15,0 L/menit
Tinggi burner : 7 mm
(Shimadzu, 2007)
3.4.5.2 Tembaga
Pengukuran dimulai dengan pengukuran larutan standar yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu sehingga didapatkan kurva kalibrasi dari larutan
standar 0,2002; 0,8008; 1,2012; 2,0020; 2,4024; dan 3,0030 ppm kemudian
dilanjutkan dengan pengukuran serapan sampel dan dimasukkan ke dalam
persamaan kurva kalibrasi sehingga didapatkan kadarnya.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan
atom.
Panjang gelombang : 324,8 nm
Gas pembakar : Asetilen, kecepatan aliran 1,8 L/menit
Oksidan : Udara, kecepatan aliran 15,0 L/menit
Tinggi burner : 7 mm
(Shimadzu, 2007)
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
31
Universitas Indonesia
3.4.5.3 Kadmium
Pengukuran dimulai dengan pengukuran larutan standar yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu sehingga didapatkan kurva kalibrasi dari larutan
standar 0,02006; 0,1003; 0,2006; 0,3009; 0,4012; dan 0,6018 ppm kemudian
dilanjutkan dengan pengukuran serapan sampel dan dimasukkan ke dalam
persamaan kurva kalibrasi sehingga didapatkan kadarnya.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan
atom.
Panjang gelombang : 228,8 nm
Gas pembakar : Asetilen, kecepatan aliran 1,8 L/menit
Oksidan : Udara, kecepatan aliran 15,0 L/menit
Tinggi burner : 7 mm
(Shimadzu, 2007)
Kadar logam dalam sampel bobot kering dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar logam (µg/g bobot kering) = W
Dx V (3.10)
D = Kadar sampel (µg/mL) dari hasil pembacaan SSA
W = Berat sampel kering (g)
V = Volume akhir larutan contoh yang disiapkan (mL)
(Badan Standardisasi Nasional, 2006)
Untuk menghitung kadar logam dalam sampel bobot basah, digunakan
rumus sebagai berikut : (Sumarsono, 1999)
Kadar logam (µg/g) = Kadar sampel kering x (100 - % Susut pengeringan) (3.11)
100
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
32 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
cemaran timbal (Pb), tembaga (Cu), dan kadmium (Cd) pada kerang dara dan
kerang hijau Muara Angke, kemudian menentukan kadar masing-masing logam
sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya kerang tersebut untuk dikonsumsi
manusia. Kelayakan kerang dara dan kerang hijau untuk dikonsumsi mengacu
pada batas aman (batas maksimum cemaran) logam berat yang telah ditetapkan
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan ketentuan Standardisasi
Nasional Indonesia (SNI) yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional
(BSN).
Kerang dara dan kerang hijau dipilih sebagai sampel untuk penelitian
karena kedua jenis kerang ini merupakan kerang yang paling umum dikonsumsi
oleh masyarakat dan banyak diminati sehingga dapat ditemukan di berbagai
tempat, misalnya di warung-warung tenda kaki lima hingga di restoran (Ditjen
Perikanan Budidaya, 2007).
Kerang dara dan kerang hijau yang digunakan sebagai sampel masing-
masing terdiri dari dua macam berdasarkan ukurannya, yaitu kecil dan besar (2,5-
3,5 cm dan 4,5-5,5 cm untuk kerang dara; 3-6 cm dan 8-10 cm untuk kerang
hijau). Ukuran dinyatakan berdasarkan panjangnya cangkang. Dengan adanya
perbedaan ukuran ini, maka dapat diketahui pula apakah ada perbedaan
kandungan logam berat pada kerang-kerang tersebut.
Muara Angke dipilih sebagai lokasi pengambilan sampel karena daerah ini
merupakan salah satu tempat budidaya kerang yang terbesar di perairan Teluk
Jakarta, dimana tingkat kontaminasi logam berat di perairan ini diduga sudah
semakin meningkat. Sumber pencemar yang utama yaitu berasal dari limbah
industri. Adapun industri-industri yang terletak di daerah sekitar Muara Angke
yang limbahnya dapat mengandung logam timbal, tembaga, dan kadmium
meliputi industri logam, pertambangan, peralatan listrik, kabel, minyak, tekstil,
dan plastik (Arisandi, 2001; BPLHD, 2009; Putri, 2009).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
33
Universitas Indonesia
4.1 Pembuatan Larutan Baku Pembanding
Larutan induk timbal dibuat dari serbuk timbal (II) nitrat (Pb(NO3)2) yang
dilarutkan dengan HNO3 pekat dan diencerkan dengan aqua demineralisata.
Serbuk Pb(NO3)2 ditimbang sebanyak 0,1620 g, lalu dimasukkan ke dalam labu
ukur 100,0 mL. Serbuk dilarutkan dengan 1 mL HNO3 pekat dan dicukupkan
volumenya dengan aqua demineralisata hingga batas labu ukur sehingga
diperoleh larutan induk timbal 1010 ppm.
Jumlah serbuk Pb(NO3)2 ditimbang sebanyak 0,1620 g dengan
mempertimbangkan adanya konversi berat molekul Pb(NO3)2 dan Pb, serta kadar
yang tertera pada sertifikat analisis. Hasil konversi menunjukkan bahwa dalam
0,1620 g serbuk Pb(NO3)2 terkandung 0,1010 g logam Pb sehingga setelah
dilarutkan dengan HNO3 pekat dan diencerkan dengan aqua demineralisata dalam
labu ukur 100,0 mL, diperoleh larutan induk timbal dengan konsentrasi 1010 ppm.
Larutan induk tembaga dibuat dari serbuk tembaga (II) sulfat pentahidrat
(CuSO4.5H2O) yang dilarutkan dengan HNO3 pekat dan diencerkan dengan aqua
demineralisata. Serbuk CuSO4.5H2O ditimbang sebanyak 0,3926 g, lalu
dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL. Serbuk dilarutkan dengan 1 mL HNO3
pekat dan dicukupkan volumenya dengan aqua demineralisata hingga batas labu
ukur sehingga diperoleh larutan induk tembaga 1001 ppm.
Jumlah serbuk CuSO4.5H2O ditimbang sebanyak 0,3926 g dengan
mempertimbangkan adanya konversi berat molekul CuSO4.5H2O dan Cu, serta
kadar yang tertera pada sertifikat analisis. Hasil konversi menunjukkan bahwa
dalam 0,3926 g serbuk CuSO4.5H2O terkandung 0,1001 g logam Cu sehingga
setelah dilarutkan dengan HNO3 pekat dan diencerkan dengan aqua
demineralisata dalam labu ukur 100,0 mL, diperoleh larutan induk tembaga
dengan konsentrasi 1001 ppm.
Larutan induk kadmium dibuat dari serbuk kadmium sulfat hidrat
(CdSO4. 38 H2O) yang dilarutkan dengan HNO3 pekat dan diencerkan dengan
aqua demineralisata. Serbuk CdSO4. 38 H2O ditimbang sebanyak 0,2324 g, lalu
dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 mL. Serbuk dilarutkan dengan 1 mL HNO3
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
34
Universitas Indonesia
pekat dan dicukupkan volumenya dengan aqua demineralisata hingga batas labu
ukur sehingga diperoleh larutan induk kadmium 1003 ppm.
Jumlah serbuk CdSO4. 38 H2O ditimbang sebanyak 0,2324 g dengan
mempertimbangkan adanya konversi berat molekul CdSO4. 38 H2O dan Cd, serta
kadar yang tertera pada sertifikat analisis. Hasil konversi menunjukkan bahwa
dalam 0,2324 g serbuk CdSO4. 38 H2O terkandung 0,1003 g logam Cd sehingga
setelah dilarutkan dengan HNO3 pekat dan diencerkan dengan aqua
demineralisata dalam labu ukur 100,0 mL, diperoleh larutan induk kadmium
dengan konsentrasi 1003 ppm.
Penimbangan, pelarutan dan pengenceran larutan induk timbal, tembaga,
dan kadmium dilakukan secara hati-hati dan teliti agar memberikan hasil yang
kuantitatif.
4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi terlebih dahulu diawali dengan dengan
membuat seri pencenceran larutan standar timbal, tembaga, dan kadmium.
Pengenceran dilakukan dari larutan induk dan dibuat 6 konsentrasi larutan.
Pengenceran dilakukan dengan hati-hati dan teliti agar memberikan hasil yang
kuantitatif. Untuk timbal, dibuat konsentrasi 0,0505; 0,1010; 0,1515; 0,2020;
0,2525; dan 0,3030 ppm. Untuk tembaga, dibuat konsentrasi 0,2002; 0,8008;
1,2012; 2,0020; 2,4024; dan 3,0030 ppm. Sedangkan untuk kadmium, dibuat
konsentrasi 0,02006; 0,1003; 0,2006; 0,3009; 0,4012; dan 0,6018 ppm.
Konsentrasi ini dipilih agar hasil serapan dapat mencakup hasil serapan sampel
yang akan dianalisis.
Pengukuran serapan dilakukan pada panjang gelombang yang spesifik
untuk masing-masing logam. Pengukuran timbal dilakukan dengan
spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 283,3 nm; pengukuran
tembaga dilakukan pada panjang gelombang 324,8 nm; dan pengukuran kadmium
dilakukan pada panjang gelombang 228,8 nm. Hasil pengukuran serapan
kemudian diplot untuk membuat kurva kalibrasi dan persamaan garis liniernya.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
35
Universitas Indonesia
Persamaan garis linier untuk standar timbal yaitu y = 0,017482x -
0,00027333, dengan koefisien korelasi (r) = 0,9997. Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada Gambar 4.8 dan Tabel 4.2. Untuk standar tembaga, persamaan garis
linier yang diperoleh yaitu y = 0,046841x - 0,00030362, dengan koefisien korelasi
(r) = 0,9999. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.9 dan Tabel 4.10.
Sedangkan untuk kadmium, diperoleh persamaan garis y = 0,27258x -
0,00016332, dengan koefisien korelasi (r) = 0,9999. Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada Gambar 4.10 dan Tabel 4.17.
4.3 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis diperlukan untuk membuktikan bahwa metode
yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi persyaratan sehingga dapat
dinyatakan bahwa data yang diperoleh selama penelitian merupakan hasil yang
baik dan dapat dipercaya.
4.3.1 Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan dengan menghitung faktor-faktor kelinearan garis,
yaitu r, ri2, Vxo, dan Δy/Δx. Garis dinyatakan memenuhi uji linearitas apabila
koefisien korelasi r ≥ 0,9990; (ri)2 ≈ 0; Vxo ≤ 2,0 %; dan kepekaan analisis
(Δy/Δx) saling mendekati satu sama lain.
Untuk larutan standar timbal, persamaan garis kurva kalibrasinya yaitu y =
0,017482x - 0,00027333, dengan koefisien korelasi (r) = 0,9997, memberikan
nilai Vxo = 1,46 %. Hasil perhitungan (ri)2 juga sangat kecil (mendekati nol) dan
perhitungan Δy/Δx mendekati satu sama lain (data selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 4.3). Hasil perhitungan faktor-faktor kelinearan garis menunjukkan
bahwa persyaratan uji linearitas telah terpenuhi.
Untuk larutan standar tembaga, persamaan garis kurva kalibrasinya yaitu
y = 0,046841x - 0,00030362, dengan koefisien korelasi (r) = 0,9999, memberikan
nilai Vxo = 0,61 %. Hasil perhitungan (ri)2 juga sangat kecil (mendekati nol) dan
perhitungan Δy/Δx mendekati satu sama lain (data selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 4.11). Hasil perhitungan faktor-faktor kelinearan garis menunjukkan
bahwa persyaratan uji linearitas telah terpenuhi.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
36
Universitas Indonesia
Untuk larutan standar kadmium, persamaan garis kurva kalibrasinya yaitu
y = 0,27258x - 0,00016332, dengan koefisien korelasi (r) = 0,9999, memberikan
nilai Vxo = 0,60 %. Hasil perhitungan (ri)2 juga sangat kecil (mendekati nol) dan
perhitungan Δy/Δx mendekati satu sama lain (data selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 4.18). Hasil perhitungan faktor-faktor kelinearan garis menunjukkan
bahwa persyaratan uji linearitas telah terpenuhi.
Dengan demikian, garis persamaan kurva kalibrasi yang dibuat untuk
masing-masing standar logam, yaitu timbal, tembaga, dan kadmium, dapat
dinyatakan linier dan memenuhi persyaratan.
4.3.2 Sensitivitas (Batas Deteksi / LOD dan Batas Kuantitasi / LOQ)
Uji sensitivitas dilakukan dengan menghitung batas deteksi (LOD) dan
batas kuantitasi (LOQ). Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel
yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan
dengan blangko, dan batas kuantitasi adalah kuantitas terkecil analit dalam sampel
yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
Penentuan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) diperoleh
dengan cara perhitungan statistik. Dari hasil perhitungan, untuk timbal diperoleh
LOD = 0,0078 ppm dan LOQ = 0,0259 ppm. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa batas deteksi dan batas kuantitasi timbal lebih rendah dari konsentrasi
terendah yang digunakan untuk kurva kalibrasi, yaitu 0,0505 ppm. Dengan
demikian, persyaratan uji sensitivitas terpenuhi karena pada setiap konsentrasi
pengukuran, respon yang diberikan masih signifikan dan memberikan hasil yang
tergolong cermat dan seksama. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Untuk tembaga, diperoleh LOD = 0,0293 ppm dan LOQ = 0,0978 ppm.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa batas deteksi dan batas kuantitasi
tembaga lebih rendah dari konsentrasi terendah yang digunakan untuk kurva
kalibrasi tembaga, yaitu 0,2002 ppm. Dengan demikian, persyaratan uji
sensitivitas terpenuhi karena pada setiap konsentrasi pengukuran, respon yang
diberikan masih signifikan dan memberikan hasil yang tergolong cermat dan
seksama. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
37
Universitas Indonesia
Untuk kadmium, diperoleh LOD = 0,0049 ppm dan LOQ = 0,0162 ppm.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa batas deteksi dan batas kuantitasi
kadmium lebih rendah dari konsentrasi terendah yang digunakan untuk kurva
kalibrasi kadmium, yaitu 0,02006 ppm. Dengan demikian, persyaratan uji
sensitivitas terpenuhi karena pada setiap konsentrasi pengukuran, respon yang
diberikan masih signifikan dan memberikan hasil yang tergolong cermat dan
seksama. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.18.
4.3.3 Presisi
Presisi atau keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan
baku relatif (koefisien variasi). Uji dilakukan pada tiga konsentrasi, yaitu rendah,
sedang, dan tinggi. Hasil dinyatakan memenuhi syarat apabila koefisien variasi
(KV) ≤ 2,0 %.
Pada uji presisi timbal, ditemui adanya kesulitan saat uji pada konsentrasi
rendah, yaitu 0,05 ppm, dimana koefisien variasi (KV) tidak memenuhi syarat,
yaitu sebesar 2,46 %. Kesulitan ini disebabkan karena serapan yang dihasilkan
oleh standar timbal konsentrasi 0,05 ppm sangat kecil.
Konsentrasi 0,05 ppm tidak memungkinkan untuk menghasilkan presisi
yang baik karena pembacaan serapan oleh alat hanya sampai pada angka keempat
di belakang koma, dimana angka ini dapat merupakan hasil pembulatan ke atas
ataupun pembulatan ke bawah dari angka dibelakangnya sehingga kurang akurat.
Sedikit saja perbedaan serapan yang terukur, maka konsentrasinya akan langsung
menunjukkan perbedaan yang signifikan sehingga koefisien variasi sangat besar
dan tidak memenuhi syarat. Data untuk uji presisi timbal konsentrasi 0,05 ppm
dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Solusi yang dapat diambil adalah dengan menggunakan satu konsentrasi di
atasnya, yaitu konsentrasi 0,1 ppm sebagai konsentrasi rendah untuk uji presisi.
Konsentrasi 0,1 ppm ini dapat digunakan karena masih lebih rendah dari
konsentrasi batas cemaran timbal yang diizinkan dalam sampel. Apabila
konsentrasi 0,01 ppm ini memberikan hasil yang seksama (memenuhi uji presisi),
walaupun ada sampel yang terdeteksi timbal pada konsentrasi yang lebih rendah
dan angkanya tidak dapat dinyatakan dengan sangat akurat, maka tidak akan
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
38
Universitas Indonesia
menjadi masalah karena yang terpenting adalah konsentrasi timbal dalam sampel
masih di bawah batas aman.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, maka uji presisi timbal untuk
konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi dilakukan pada konsentrasi 0,1; 0,2; dan
0,3 ppm. Sampel kerang dara (ukuran kecil) dan kerang hijau (ukuran kecil),
masing-masing ditimbang ± 0,5 g ke dalam bejana destruksi, ditambahkan larutan
standar pada 3 konsentrasi (rendah, sedang, dan tinggi), lalu didestruksi dengan
asam nitrat pekat menggunakan microwave pada suhu 200oC selama 25 menit dan
dibuat sebanyak enam kali ulangan. Hasil destruksi yang telah disaring dan
dicukupkan volumenya dalam labu ukur 25,0 mL diukur serapannya dengan
spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 283,3 nm. Hasil
pengukuran digunakan untuk menghitung simpangan deviasi (SD) dan koefisien
variasi (KV).
Dari hasil perhitungan, presisi timbal untuk konsentrasi 0,1; 0,2; dan 0,3
ppm berturut-turut memiliki koefisien variasi 1,77; 1,53; dan 1,96 % (untuk
sampel kerang dara ukuran kecil), serta 1,55; 1,60; dan 1,76 % (untuk sampel
kerang hijau ukuran kecil). Dengan demikian, uji presisi untuk timbal telah
memenuhi syarat, yaitu koefisien variasi (KV) ≤ 2,0 %. Hasil pengukuran
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan 4.6.
Uji presisi tembaga dilakukan pada konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi,
yaitu 0,2; 2,0; dan 3,0 ppm. Sampel kerang dara (ukuran kecil) dan kerang hijau
(ukuran kecil) masing-masing ditimbang ± 0,5 g ke dalam bejana destruksi,
ditambahkan larutan standar pada 3 konsentrasi (rendah, sedang, dan tinggi), lalu
didestruksi dengan asam nitrat pekat menggunakan microwave pada suhu 200oC
selama 25 menit dan dibuat sebanyak enam kali ulangan. Hasil destruksi yang
telah disaring dan dicukupkan volumenya dalam labu ukur 25,0 mL diukur
serapannya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 324,8
nm. Hasil pengukuran digunakan untuk menghitung simpangan deviasi (SD) dan
koefisien variasi (KV).
Dari hasil perhitungan, presisi tembaga untuk konsentrasi 0,2; 2,0; dan 3,0
ppm berturut-turut memiliki koefisien variasi 0,28; 0,60; dan 0,26 % (untuk
sampel kerang dara ukuran kecil), serta 0,45; 1,69; dan 1,36 % (untuk sampel
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
39
Universitas Indonesia
kerang hijau ukuran kecil). Dengan demikian, uji presisi untuk tembaga telah
memenuhi syarat, yaitu koefisien variasi (KV) ≤ 2,0 %. Hasil pengukuran
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan 4.13.
Uji presisi kadmium dilakukan pada larutan konsentrasi rendah, sedang, dan
tinggi, yaitu 0,02; 0,3; dan 0,6 ppm. Sampel kerang dara (ukuran kecil) dan
kerang hijau (ukuran kecil) masing-masing ditimbang ± 0,5 g ke dalam bejana
destruksi, ditambahkan larutan standar pada 3 konsentrasi (rendah, sedang, dan
tinggi), lalu didestruksi dengan asam nitrat pekat menggunakan microwave pada
suhu 200oC selama 25 menit dan dibuat sebanyak enam kali ulangan. Hasil
destruksi yang telah disaring dan dicukupkan volumenya dalam labu ukur 25,0
mL diukur serapannya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang
gelombang 228,8 nm. Hasil pengukuran digunakan untuk menghitung simpangan
deviasi (SD) dan koefisien variasi (KV).
Dari hasil perhitungan, presisi kadmium untuk konsentrasi 0,02; 0,3; dan
0,6 ppm berturut-turut memiliki koefisien variasi 0,07; 0,32; dan 0,64 % (untuk
sampel kerang dara ukuran kecil), serta 0,98; 1,05; dan 0,70 % (untuk sampel
kerang hijau ukuran kecil). Dengan demikian, uji presisi untuk kadmium telah
memenuhi syarat, yaitu koefisien variasi (KV) ≤ 2,0 %. Hasil pengukuran
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.19 dan 4.20.
4.3.4 Akurasi
Kecermatan (akurasi) merupakan parameter yang menunjukkan kedekatan
hasil penetapan yang diperoleh dengan hasil sebenarnya. Untuk uji akurasi,
dinyatakan dengan uji perolehan kembali (UPK). Uji perolehan kembali (UPK)
yang digunakan adalah metode adisi, yaitu dilakukan penambahan larutan standar
pada tiga konsentrasi, yaitu konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi.
Uji perolehan kembali metode adisi dilakukan dengan menambahkan
sejumlah larutan standar ke dalam bejana destruksi berisi sampel dan asam nitrat
pekat, kemudian didestruksi dengan microwave digestion system pada kondisi
yang sama dengan kondisi saat destruksi sampel untuk penetapan kadar, yaitu
pada suhu 200oC selama 25 menit. Setelah destruksi selesai, larutan hasil
destruksi didinginkan hingga mencapai suhu ruang lalu disaring dengan kertas
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
40
Universitas Indonesia
saring Whatman no. 41 ke dalam labu ukur 25,0 mL dan dicukupkan volumenya
dengan aqua demineralisata hingga batas labu ukur.
Penambahan larutan standar sebelum proses destruksi dilakukan secara
kuantitatif dengan menggunakan pipet mikro agar setelah dicukupkan volumenya
dalam labu ukur 25,0 mL diperoleh konsentrasi akhir yang diinginkan. Larutan
hasil destruksi yang mengandung sampel yang ditambahkan standar ini kemudian
diukur serapannya. Hasil serapan dimasukkan ke persamaan kurva kalibrasi
sehingga diperoleh konsentrasi dalam satuan ppm.
Untuk menghitung uji perolehan kembali, konsentrasi sampel yang
ditambahkan dengan larutan standar dikurangi dengan konsentrasi sampel
blangko, dibagi dengan konsentrasi standar yang ditambahkan, lalu dikali 100 %.
Apabila hasil uji perolehan kembali memenuhi syarat, yaitu untuk kerang yang
merupakan sampel hayati berkisar antara 90-110 %, maka metode yang digunakan
dalam penelitian ini dapat dinyatakan baik karena dalam prosesnya tidak ada zat
yang hilang sehingga hasil pengukuran akhir dapat memberikan hasil yang dekat
dengan hasil yang sebenarnya.
Pada uji perolehan kembali timbal, larutan standar ditambahkan sehingga
diperoleh konsentrasi 0,1010; 0,2020; dan 0,3030 ppm. Pada tiap-tiap konsentrasi,
terdapat perbedaan yang cukup jauh antara hasil UPK yang satu dengan yang
lainnya (UPK dilakukan sebanyak enam kali ulangan). Sebagai contoh, pada
kerang dara (ukuran kecil), untuk konsentrasi rendah (0,1010 ppm) hasil UPK
yang diperoleh adalah 101,50; 101,50; 95,86; 90,23; 95,86; dan 95,86 %.
Perbedaan hasil ini tidak dapat dihindari sebab sedikit saja timbul perbedaan pada
hasil pengukuran serapan, maka perbedaan konsentrasi langsung menjadi
signifikan sehingga % UPK-nya memiliki jarak yang cukup jauh. Selain itu,
konsentrasi larutan standar yang ditambahkan juga tergolong kecil sehingga UPK
menjadi semakin sulit.
Untuk UPK timbal, hasil rata-rata UPK pada konsentrasi rendah, sedang,
dan tinggi secara berurutan yaitu 96,80; 97,41; dan 97,35 % (untuk kerang dara
berukuran kecil), serta 99,61; 98,37; dan 97,66 % (untuk kerang hijau berukuran
kecil). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan 4.8.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
41
Universitas Indonesia
Untuk UPK tembaga, larutan standar ditambahkan sehingga diperoleh
konsentrasi 0,2002; 2,0020; dan 3,0030 ppm. Sedangkan untuk UPK kadmium,
larutan standar ditambahkan sehingga diperoleh konsentrasi 0,02006; 0,3009; dan
0,6018 ppm. Hasil UPK tembaga dan kadmium yang diperoleh untuk masing-
masing konsentrasi sudah cukup baik, yaitu antara hasil yang satu dengan yang
lainnya cukup berdekatan. Walaupun beberapa diantaranya ada yang berjarak
agak jauh, namun masih memenuhi syarat karena adanya pertimbangan bahwa
jumlah analit atau konsentrasi larutan standar yang ditambahkan cukup rendah,
sehingga rentang hasil UPK yang diperbolehkan juga semakin besar. Rentang
UPK yang diperbolehkan untuk setiap penambahan analit dapat dilihat
selengkapnya pada Tabel 2.1.
Hasil rata-rata UPK tembaga pada konsentrasi 0,2002; 2,0020; dan 3,0030
ppm yaitu 100,33; 98,85; dan 98,47 % (untuk kerang dara berukuran kecil), serta
98,46; 98,03; dan 98,87 % (untuk kerang hijau berukuran kecil). Data
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.14 dan 4.15.
Hasil rata-rata UPK kadmium pada konsentrasi 0,02006; 0,3009; dan
0,6018 ppm secara berurutan yaitu 98,44; 99,35; dan 97,86 % (untuk kerang dara
berukuran kecil), serta 97,82; 99,24; dan 99,09 % (untuk kerang hijau berukuran
kecil). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.21 dan 4.22.
Berdasarkan hasil uji-uji parameter yang telah dilakukan, maka dapat
dinyatakan bahwa metode yang digunakan dalam penelitian sudah cukup baik dan
dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya.
4.4 Penyiapan Sampel
Kerang dara dan kerang hijau yang digunakan sebagai sampel untuk
penelitian ini diperoleh dari pasar Muara Angke, dimana kerang masih dalam
keadaan segar dan hidup. Kerang dara dan kerang hijau masing-masing terdiri dari
dua macam berdasarkan ukurannya, yaitu besar dan kecil (dapat dilihat pada
Gambar 4.1 dan 4.2).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
42
Universitas Indonesia
Kerang dicuci terlebih dahulu dengan air untuk membersihkan lumpur
yang menempel pada cangkangnya. Alat-alat bantu yang digunakan untuk
penyiapan sampel, seperti pisau dan sendok, dipilih yang berbahan stainless steel
atau plastik agar tidak menyebabkan kontaminasi pada sampel.
Daging kerang dipisahkan dari cangkangnya dan dikeringkan dengan oven
pada suhu 105oC selama 18 jam, kemudian ditimbang bobotnya dan dikeringkan
lagi selama 30 menit hingga diperoleh bobot konstan (selisih penimbangan
berturut-turut 0,2 mg). Bobot basah dan bobot kering yang diperoleh dari hasil
penimbangan kemudian digunakan untuk menghitung susut pengeringan.
Kerang dara berukuran kecil dan besar masing-masing susut
pengeringannya adalah 85,07 dan 84,33 %, sedangkan kerang hijau berukuran
kecil dan besar masing-masing susut pengeringannya adalah 84,39 dan 84,16 %.
Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Selama proses pengeringan, tidak ada logam yang berkurang atau hilang
karena logam yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu timbal, tembaga, dan
kadmium bersifat tahan panas. Daging kerang yang telah kering kemudian
dihaluskan dengan blender sehingga diperoleh serbuk sampel berwarna coklat.
Sampel daging kerang yang telah kering dan halus dapat dilihat pada Gambar 4.3,
4.4, 4.5, dan 4.6.
Cara destruksi sampel adalah destruksi basah dengan menggunakan asam
nitrat pekat (HNO3 65%) dan dengan bantuan alat, yaitu microwave digestion
system. Tujuan dari proses destruksi ini adalah untuk menghancurkan materi
organik dan mengubah sampel dari bentuk serbuk menjadi bentuk larutan
sehingga dapat dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom.
Sesuai kapasitas alat, sampel ditimbang ± 0,5 g, lalu ditambahkan 20 mL
HNO3 65 % dan didestruksi pada suhu 200oC selama 25 menit. Hasil destruksi
yang diperoleh berupa larutan jernih berwarna kuning muda. Larutan hasil
destruksi ini kemudian disaring dengan kertas saring Whatman no. 41 dan
diencerkan dengan aqua demineralisata dalam labu ukur 25,0 mL. Destruksi
sampel dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Contoh larutan hasil destruksi dapat
dilihat pada Gambar 4.7.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
43
Universitas Indonesia
4.5 Penentuan Timbal, Tembaga, dan Kadmium dalam Sampel
Penentuan kadar timbal, tembaga, dan kadmium dalam sampel dilakukan
dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom, yang dilengkapi dengan
hollow cathode lamp yang sesuai dengan jenis logam yang akan diukur, yaitu
timbal, tembaga dan kadmium. Larutan hasil destruksi daging kerang dara dan
kerang hijau masing-masing diukur serapannya pada panjang gelombang yang
spesifik dan kondisi pengukuran yang optimum untuk masing-masing logam
sesuai ketentuan yang telah ditetapkan untuk alat.
Serapan hasil pengukuran dengan spektrofotometer serapan atom
dimasukkan ke persamaan kurva kalibrasi sehingga diperoleh kadar logam dalam
satuan ppm. Kadar yang diperoleh ini kemudian dikonversi ke dalam satuan μg/g
sehingga diperoleh kadar logam dalam sampel (bobot kering). Dengan
memperhitungkan susut pengeringan, maka dapat dihitung kadar logam dalam
sampel dengan satuan μg/g bobot basah sehingga dapat dibandingkan hasilnya
dengan kadar batas cemaran yang diizinkan.
4.5.1 Timbal
Pada kerang dara berukuran kecil, diperoleh konsentrasi timbal sebesar
0,4633; 0,4612; dan 0,4633 ppm. Setelah dikonversi, diperoleh hasil perhitungan
kadar timbal, yaitu 23,1860; 22,0699; dan 23,0384 μg/g untuk bobot kering, atau
3,6193; 3,6012; dan 3,5963 μg/g untuk bobot basah.
Pada kerang dara berukuran besar, diperoleh konsentrasi timbal sebesar
0,4441; 0,4420; dan 0,4441ppm. Setelah dikonversi, diperoleh hasil perhitungan
kadar timbal, yaitu 22,2067; 22,0471; dan 22,1801 μg/g untuk bobot kering, atau
3,5175; 3,4923; dan 3,5133 μg/g untuk bobot basah.
Pada kerang hijau berukuran kecil, diperoleh konsentrasi timbal sebesar
0,3673; 0,3844; dan 0,3630 ppm. Setelah dikonversi, diperoleh hasil perhitungan
kadar timbal, yaitu 18,2980; 19,2256; dan 18,0781 μg/g untuk bobot kering, atau
2,7319; 2,8704; dan 2,6991 μg/g untuk bobot basah.
Pada kerang hijau berukuran besar, diperoleh konsentrasi timbal sebesar
0,2584; 0,2755; dan 0,2776 ppm. Setelah dikonversi, diperoleh hasil perhitungan
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
44
Universitas Indonesia
kadar timbal, yaitu 12,8813; 13,7354; dan 13,8391 μg/g untuk bobot kering, atau
2,0185; 2,1523; dan 2,1686 μg/g untuk bobot basah. Data selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 4.9.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa sampel kerang dara dan kerang
hijau, baik kerang berukuran besar ataupun kecil, mengandung logam timbal.
Kadar rata-rata pada kerang dara berukuran kecil = 1,1967 μg/g bobot basah
Kadar rata-rata pada kerang dara berukuran besar = 0,8684 μg/g bobot basah.
Kadar rata-rata pada kerang hijau berukuran kecil = 0,7750 μg/g bobot basah.
Kadar rata-rata pada kerang hijau berukuran besar = 0,4649 μg/g bobot basah.
Batas cemaran timbal yang diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) adalah 2 μg/g bobot basah. Sedangkan, menurut ketentuan
Standardisasi Nasional Indonesia (SNI), batas cemaran yang diperbolehkan adalah
1 μg/g bobot basah. Berdasarkan peraturan BPOM, kadar timbal pada kerang dara
dan kerang hijau masih dibawah batas aman. Namun, apabila mengacu pada SNI,
maka kadar timbal pada kerang dara berukuran kecil sudah melebihi batas aman,
sedangkan kadar timbal pada jenis kerang lainnya masih tergolong aman.
4.5.2 Tembaga
Pada kerang dara berukuran kecil, diperoleh konsentrasi tembaga sebesar
0,4633; 0,4612; dan 0,4633 ppm. Setelah dikonversi, diperoleh hasil perhitungan
kadar tembaga, yaitu 23,1860; 22,0699; dan 23,0384 μg/g untuk bobot kering,
atau 3,6193; 3,6012; dan 3,5963 μg/g untuk bobot basah.
Pada kerang dara berukuran besar, diperoleh konsentrasi tembaga sebesar
0,4441; 0,4420; dan 0,4441 ppm. Setelah dikonversi, diperoleh hasil perhitungan
kadar tembaga, yaitu 22,2067; 22,0471; dan 22,1801 μg/g untuk bobot kering,
atau 3,5175; 3,4923; dan 3,5133 μg/g untuk bobot basah.
Pada kerang hijau berukuran kecil, diperoleh konsentrasi tembaga sebesar
0,3673; 0,3844; dan 0,3630 ppm. Setelah dikonversi, diperoleh hasil perhitungan
kadar tembaga, yaitu 18,2980; 19,2256; dan 18,0781 μg/g untuk bobot kering,
atau 2,7319; 2,8704; dan 2,6991 μg/g untuk bobot basah.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
45
Universitas Indonesia
Pada kerang hijau berukuran besar, diperoleh konsentrasi tembaga sebesar
0,2584; 0,2755; dan 0,2776 ppm. Setelah dikonversi, diperoleh hasil perhitungan
kadar tembaga, yaitu 12,8813; 13,7354; dan 13,8391 μg/g untuk bobot kering,
atau 2,0185; 2,1523; dan 2,1686 μg/g untuk bobot basah. Data selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 4.16.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa sampel kerang dara dan kerang
hijau, baik yang berukuran besar ataupun kecil, mengandung logam tembaga.
Kadar rata-rata pada kerang dara berukuran kecil = 3,6056 μg/g bobot basah
Kadar rata-rata pada kerang dara berukuran besar = 3,5077 μg/g bobot basah.
Kadar rata-rata pada kerang hijau berukuran kecil = 2,7671 μg/g bobot basah.
Kadar rata-rata pada kerang hijau berukuran besar = 2,1131 μg/g bobot basah.
Batas cemaran tembaga yang diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) adalah 20 μg/g bobot basah. Berdasarkan peraturan ini, kadar
tembaga pada kerang dara dan kerang hijau masih jauh di bawah batas aman. Hal
ini dapat disebabkan karena tembaga, tidak seperti timbal dan kadmium,
merupakan mikroelemen esensial bagi tubuh sehingga batas amannya jauh lebih
besar. Adanya tembaga dalam tubuh manusia hanya akan berbahaya apabila
terdapat dalam jumlah yang berlebihan. Kebutuhan tubuh per hari akan tembaga
adalah 0,05 mg/kg berat badan. Pada kadar tersebut, dalam tubuh tidak terjadi
akumulasi tembaga.
4.5.3 Kadmium
Pada kerang dara berukuran kecil, diperoleh konsentrasi kadmium sebesar
0,4668; 0,5185; dan 0,5159 ppm. Setelah dikonversi, diperoleh hasil perhitungan
kadar kadmium, yaitu 23,3576; 25,9358; dan 25,6533 μg/g untuk bobot kering,
atau 3,4873; 3,8722; dan 3,8300 μg/g untuk bobot basah. Pada kerang dara
berukuran besar, diperoleh konsentrasi kadmium sebesar 0,2272; 0,2368; dan
0,2290 ppm. Setelah dikonversi, diperoleh hasil perhitungan kadar kadmium,
yaitu 11,3607; 11,8093; dan 11,4387 μg/g untuk bobot kering, atau 1,7802;
1,8505; dan 1,7924 μg/g untuk bobot basah.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
46
Universitas Indonesia
Pada kerang hijau berukuran kecil, diperoleh konsentrasi kadmium sebesar
0,0243; 0,0240; dan 0,0240 ppm. Setelah dikonversi, diperoleh hasil perhitungan
kadar kadmium, yaitu 1,2124; 1,1989; dan 1,1936 μg/g untuk bobot kering, atau
0,1893; 0,1871; dan 0,1863 μg/g untuk bobot basah. Pada kerang hijau berukuran
besar, diperoleh konsentrasi kadmium sebesar 0,0221; 0,0199; dan 0,0199 ppm.
Setelah dikonversi, diperoleh hasil perhitungan kadar kadmium, yaitu 1,1034;
0,9939; dan 0,9937 μg/g untuk bobot kering, atau 0,1748; 0,1574; dan 0,1574
μg/g untuk bobot basah. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.23.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa sampel kerang dara dan kerang
hijau, baik yang berukuran besar ataupun kecil, mengandung logam kadmium.
Kadar rata-rata pada kerang dara berukuran kecil = 3,7298 μg/g bobot basah
Kadar rata-rata pada kerang dara berukuran besar = 1,8077 μg/g bobot basah.
Kadar rata-rata pada kerang hijau berukuran kecil = 0,1876 μg/g bobot basah.
Kadar rata-rata pada kerang hijau berukuran besar = 0,1632 μg/g bobot basah.
Batas cemaran kadmium yang diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) dan ketentuan Standardisasi Nasional Indonesia (SNI) adalah 1
μg/g bobot basah. Berdasarkan peraturan ini, kadar kadmium pada kerang dara,
baik yang berukuran kecil ataupun besar, sudah melebihi batas aman, sedangkan
kadar kadmium pada kerang hijau, baik yang berukuran kecil ataupun besar,
masih tergolong aman.
Kadar logam berat pada kerang dara secara umum lebih besar daripada
kerang kadar logam berat pada kerang hijau. Hal ini dapat disebabkan karena
perbedaan habitat hidupnya, dimana kerang dara hidup dengan cara
membenamkan diri dalam sedimen atau endapan lumpur di dasar perairan,
sedangkan kerang hijau hidup dengan menempel pada benda keras seperti kapal
atau batu karang dan lebih dekat dengan permukaan air (Hariyanti, 2000).
Logam berat yang ada dalam perairan akan mengalami proses
pengendapan dan terakumulasi dalam sedimen, sehingga kadar logam dalam
sedimen akan lebih besar dari kadar logam berat dalam air di perairan. Dengan
demikian, kerang dara yang hidup di dalam sedimen akan memiliki potensi untuk
mengakumulasi logam berat lebih banyak daripada kerang hijau.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
47
Universitas Indonesia
Kadar logam berat pada kerang berukuran kecil secara umum juga lebih
besar daripada kadar logam berat pada kerang berukuran besar. Hal ini dapat
disebabkan karena kerang berukuran besar memiliki sistem pencernaan yang
sudah lebih sempurna. Dengan demikian, kerang yang berukuran besar memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam mengeliminasi logam berat dibandingkan
dengan kerang yang berukuran lebih kecil (Nurjanah, 1983).
Berdasarkan ketentuan SNI dan BPOM, kerang dara berukuran besar dan
kecil dapat dinyatakan tidak aman untuk dikonsumsi. Namun, tentunya akan lebih
baik bila banyaknya kerang yang dikonsumsi oleh masyarakat juga dijadikan
pertimbangan untuk menyatakan apakah kerang tersebut berbahaya atau tidak
untuk dikonsumsi. Apabila asupan logam berat tidak melebihi batas toleransi yang
diperbolehkan untuk masuk ke dalam tubuh, maka tidak masalah untuk
mengkonsumsi kerang tersebut.
Menurut WHO, batas toleransi logam berat yang boleh masuk ke dalam
tubuh selama satu minggu adalah 25 µg/kg berat badan untuk timbal, 3500 µg/kg
berat badan untuk tembaga, dan 7 µg/kg berat badan untuk kadmium. Dengan
mengasumsikan bahwa berat badan per orang ± 70 kg, maka toleransi logam berat
yang boleh masuk ke dalam tubuh selama satu minggu untuk orang yang memiliki
berat badan 70 kg adalah 1750 µg untuk timbal, 245000 µg untuk tembaga, dan
490 µg untuk kadmium.
Berdasarkan porsi kerang yang umum dikonsumsi oleh masyarakat,
dimana diperkirakan 1 porsi kerang dara dan kerang hijau kecil masing-masing ±
20 kerang, dan 1 porsi kerang dara dan kerang hijau berukuran besar masing-
masing ± 12 kerang, maka dapat diperkirakan kandungan logam berat tiap 1 porsi
kerang yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Untuk kerang dara berukuran kecil, 1 porsi setara dengan ± 65 g daging
kerang (bobot basah) sehingga mengandung ± 78 µg timbal, 245 µg tembaga, dan
242 µg kadmium. Dengan demikian, maka kerang dara berukuran kecil masih
aman untuk dikonsumsi apabila total konsumsi selama seminggu kurang dari 2
porsi (dengan mengasumsikan berat badan per orang adalah 70 kg).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
48
Universitas Indonesia
Untuk kerang dara berukuran besar, 1 porsi setara dengan ± 47 g daging
kerang (bobot basah) sehingga mengandung ± 41 µg timbal, 165 µg tembaga, dan
85 µg kadmium. Dengan demikian, maka kerang dara berukuran besar masih
aman untuk dikonsumsi apabila total konsumsi selama seminggu kurang dari 6
porsi (dengan mengasumsikan berat badan per orang adalah 70 kg).
Untuk kerang hijau berukuran kecil, 1 porsi setara dengan ± 66 g daging
kerang (bobot basah) sehingga mengandung ± 51 µg timbal, 183 µg tembaga, dan
12 µg kadmium. Dengan demikian, maka kerang hijau berukuran kecil masih
aman untuk dikonsumsi sampai 34 porsi dalam seminggu (dengan
mengasumsikan berat badan per orang adalah 70 kg).
Untuk kerang hijau berukuran besar, 1 porsi setara dengan ± 47 g daging
kerang (bobot basah) sehingga mengandung ± 22 µg timbal, 99 µg tembaga, dan 8
µg kadmium. Dengan demikian, maka kerang hijau berukuran besar masih aman
untuk dikonsumsi sampai 61 porsi dalam seminggu (dengan mengasumsikan berat
badan per orang adalah 70 kg).
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
49 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kandungan timbal (Pb), tembaga (Cu), dan kadmium (Cd) terdeteksi pada
semua sampel kerang dara dan kerang hijau Muara Angke.
2. Kadar logam berat pada kerang dara lebih besar daripada kerang hijau.
Kadar logam berat pada kerang berukuran besar lebih rendah daripada
kerang berukuran kecil. Kadar timbal = 1,1967 μg/g untuk kerang dara
ukuran kecil; 0,8684 μg/g untuk kerang dara ukuran besar; 0,7750 μg/g
untuk kerang hijau ukuran kecil; dan 0,4649 μg/g untuk kerang hijau
ukuran besar. Kadar tembaga = 3,6056 μg/g untuk kerang dara ukuran
kecil; 3,5077 μg/g untuk kerang dara ukuran besar; 2,7671 μg/g untuk
kerang hijau ukuran kecil; dan 2,1131 μg/g untuk kerang hijau ukuran
besar. Kadar kadmium = 3,7298 μg/g untuk kerang dara ukuran kecil;
1,8077 μg/g untuk kerang dara ukuran besar; 0,1876 μg/g untuk kerang
hijau ukuran kecil; dan 0,1632 μg/g untuk kerang hijau ukuran besar.
Berdasarkan peraturan yang ditetapkan BPOM dan ketentuan SNI, kerang
dara Muara Angke, baik kerang ukuran besar maupun kecil, sudah tidak
layak untuk dikonsumsi.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pengawasan yang lebih baik terhadap pengolahan limbah
industri agar kondisi perairan dapat memenuhi persyaratan baku mutu
lingkungan dan menyediakan lingkungan hidup yang sehat bagi biotanya.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kandungan logam berat
pada biota laut, seperti udang dan ikan, yang dibudidayakan di perairan-
perairan Indonesia.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
50
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Anderson, K. A. (1999). Analytical techniques for inorganic contaminants.
Gaitherburg : AOAC International.
Antara News. (2008). Kerang pantura mengandung logam berat. 23 November
2009. http://antaranews.com/berita/kerangpantura.html
AOAC. (1998). Peer-verified methods program : Manual on policies and
procedures. 22 Maret 2010. http://aoac.org/vmeth/PVM.pdf
Arisandi, P. (2001). Mangrove jenis api-api (Avicennia marina) alternatif
pengendalian pencemaran logam berat pesisir. 27 Januari 2010.
http://ecoton.or.id/ tulisanlengkap.php?id=1300
Astawan, M. (2008). Bahaya logam berat dalam makanan. 23 November 2009.
http://kompas.com/21/11254074/bahaya.logam.berat.dalam.makanan
Badan Standardisasi Nasional. (2004). SNI-01-2354.2-2006. Penentuan kadar air
dalam produk perikanan. Jakarta : BSN.
Badan Standardisasi Nasional. (2006). SNI-01-2354.5-2006. Cara uji kimia-
bagian 5 : Penentuan kadar logam berat kadmium (Cd) pada produk
perikanan. Jakarta : BSN.
Badan Standardisasi Nasional. (2006). SNI-01-2354.7-2006. Cara uji kimia-
bagian 7 : Penentuan kadar logam berat timbal (Pb) pada produk perikanan.
Jakarta : BSN.
Badan Standardisasi Nasional. (2006). SNI-01-3775-2006. Kornet daging sapi
(corned beef). Jakarta : BSN.
Badan Standardisasi Nasional. (2009). SNI-3919.1-2009. Kerang dalam kaleng-
bagian 1 : Spesifikasi. Jakarta : BSN.
Bay Science Foundation. (2009). Perna viridis. 30 Desember 2009.
http://zipcodezoo.com/Animals/ P/Perna_viridis
BPLHD. (2009). Kegiatan bersih laut (coastal clean up) di hutan lindung Angke Kapu, suaka
marga satwa Muara Angke dan UPT pelabuhan perikanan Muara Angke. 27 Januari
2010. http://bplhd.jakarta.go.id/beritaDetail.php? &idg=51
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
51
Universitas Indonesia
Broom, M. J. (1985). The biology and culture of marine bivalves molluscs of the
genus Anadara. Manila : International Centre for Living Aquatic Resources
Management.
Dahuri, R., et al. (1996). Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan
secara terpadu. Jakarta : Pradnya Paramita.
Darmono. (1995). Logam dalam sistem biologi makhluk hidup. Jakarta : UI
PRESS.
Day, R. A., dan Underwood, A. L. (1991). Quantitative analysis (6th
Edition).
New Jersey : Prentice-Hall.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (1998). Kumpulan peraturan
perundang-undangan di bidang makanan dan minuman. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan-BPOM.
Dewi. (2009). Mengenal pencemaran laut. 27 Januari 2010. http://goblue.or.id/
mengenal-pencemaran-laut-1
Direktorat Jenderal Perikanan. (1982). Petunjuk teknis budidaya laut. Jakarta :
Ditjen Perikanan.
Ditjen Perikanan Budidaya. (2007). Anadara bukan sekedar harapan. 23
September 2009. http://perikanan-budidaya.go.id/download.php?id=cir.doc
Ditjen Perikanan Budidaya. (2008). Budidaya kerang hijau (Perna viridis). 23
September 2009. http:// indonesia.go.id/id/index.php?&id=6676&Itemid=696
Djarismawati. (1991). Tinjauan penelitian kadar logam berat pada sungai di DKI
Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran, No. 70, 5-9.
Edward. (1990). Cara analisis logam berat Hg, Pb, Cd, Cu, dan Zn dengan
spektrofotometer penyerapan atom (AAS). Lon., No. 2, 48-61.
Haris, A., dan Gunawan. (1992). Prinsip dasar spektrofotometri serapan atom.
Majalah Ilmiah MIPA Universitas Diponegoro, No. 4. Semarang : Badan
Pengelola MIPA-UNDIP, 55-64.
Hariyanti, E. (2000). Penetapan kadar kalsium dan besi pada keang hijau (Perna
viridis), kerang tahu (Meretrix meretrix), dan kerang (Cerithidea obtus)
secara spektrofotometri serapan atom. Jakarta : Fakultas Farmasi Universitas
Pancasila.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
52
Universitas Indonesia
Harmita. (2004). Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 1 No. 3, 117-135.
Harmita. (2006). Buku ajar analisis fisikokimia. Depok : Departemen Farmasi
FMIPA UI.
Hartanto, B. (2009). Spektrofotometer serapan atom (AAS). 22 Maret 2010.
http://adityabeyubay359.blogspot.com/spektrofotometer-serapan-atom-aas
ICH. (1996). International conference on harmonization (ICH) of technical
requirements for the registration of pharmaceuticals for human use :
Validation of analytical procedures. Geneva : ICH.
Kamus Ilmiah. (2009). Pencemaran memprihatinkan di kerang hijau dan kerang
darah. 23 November 2009. http://kamusilmiah.com/pangan/ pencemaran-
keranghijau-dan-darah
Kusumayanti, L. P. (2001). Analisis kandungan logam Cd, Cu, dan Pb dalam
salah satu produk ikan tuna kaleng secara spektrofotometri serapan atom.
Jakarta : Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.
Lajis, R. H. (1996). Keracunan logam berat plumbum. 31 Desember 2009.
http://prn2.usm.my/mainsite/bulletin/kosmik/1996/kosmik10.html
Marrieta College. (2009). Anatomy of bivalve : Adductor muscle. 6 Juni 2010.
www.marietta.edu/~biol/mussels/2.html
Masterson, J. (2007). Smithsonian marine station : Perna viridis. 30 Desember
2009. http://sms.si.edu/irlspec/Perna_viridis.htm
Mihardja, D. K., dan Pranowo, W. S. (2001). Kondisi perairan kepulauan seribu.
Bandung : Institut Teknologi Bandung-Pusat Penelitian Kelautan-Pusat
Penelitian Kepariwisataan.
Milestone. (2005). Digestion cookbook : Application notes for digestion.
Microwave Laboratory System.
Nurjanah. (1983). Kadar logam berat (Hg) dalam tubuh kerang hijau di perairan
teluk Jakarta. Bogor : Fakultas Perikanan IPB.
Nurjanah, Zulhamsyah, dan Kustiyariyah. (2005). Kandungan mineral dan
proksimat kerang darah (Anadara granosa) yang diambil dari kabupaten
Boalemo, Gorontalo. Buletin Teknologi Hasil Perikanan, Vol. VIII No. 2, 15-
24.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
53
Universitas Indonesia
Oberdier, J. P. (1996). Atomic absorption spectrophotometry. New York :
Springer.
Power, et al. (2004). First occurrence of the nonindigenous green mussel, Perna
viridis in Coastal Georgia, United States. J. Shellfish Res., 741-744.
Putri, A. (2009). Laut Jakarta tercemar berat. 27 Januari 2010. http://berita.
liputan6. com /ibukota/200912/253802
Raimon. (1993). Perbandingan metoda destruksi basah dan kering secara
spektrofotometri serapan atom. Pros. Lok. Nas. Spektrofotometri serapan
atom, 79-87.
Rajagopal, et al. (2006). Greening of the coasts: A review of the Perna viridis
success story. Aquat. Ecol., 273-297.
Romimohtarto, K. (2007). Kualitas air dalam budidaya laut. 23 November 2009.
http://masantos.wordpress.com/category/biologi-laut
Samin, Supriyanto, dan Kamal, Z. (2007). Analisis cemaran logam berat Pb, Cu,
dan Cd pada ikan air tawar dengan metode spektrometri nyala serapan atom
(SSA). ISSN 1978-0176. Sem. Nas. III-SDM Teknologi Nuklir, 147-152.
Setyawan, A. D., et al. (2004). Pencemaran logam berat Fe, Cd, Cr, dan Pb pada
lingkungan mangrove di propinsi Jawa Tengah. ISSN: 1411-4402. Enviro.,
Vol. 4(2), 45-49.
Shimadzu. (2007). Instruction manual : Shimadzu atomic absorption
spectrophotometer AA-6300. Kyoto : Shimadzu.
Sumarsono, R. A. (1999). Analisis kandungan logam kadmium (Cd), tembaga
(Cu), dan timbal (Pb) dalam kornet produksi lokal dan impor secara
spektrofotometri serapan atom. Jakarta : Fakultas Farmasi Universitas
Pancasila.
Suwahono. (2005). Studi kasus pencemaran logam berat besi (Fe) PT Cerah
Sempurna. 23 November 2009. http://indonesia.yoolk.com/construction
/galvanizing/cerah-sempurna-pt-91188.html
Suwondo, et al. (2005). Akumulasi logam cupprum (Cu) dan zincum (Zn) di
perairan sungai Siak dengan menggunakan bioakumulator eceng gondok
(Eichhornia crassipes). J. Biogenesis, Vol. 1(2), 51-56.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
54
Universitas Indonesia
Taxonomy. (2009). The taxonomicon. 29 Desember 2009. http://taxonomy.nl/
Taxonomicon/Taxon Tree.aspx
Umar, M. T., Meagaung, W., dan Fachruddin, L. (2001). Kandungan logam berat
tembaga (Cu) pada air, sedimen dan kerang Marcia sp. di teluk Parepare,
Sulawesi Selatan. ISSN 1411-4674 – J. Sci. Technol., Vol. 2, 35-44.
Wahyono, S. (2008). Sampah elektronik berbahaya bagi kesehatan
dan lingkungan. 27 Januari 2010. http://moechah.wordpress.com/2008/
09/28/sampah-elektronik-berbahaya-bagi-kesehatan-dan-lingkungan/
Widianarko, B. (1997). Pencemaran lingkungan mengancam keamanan pangan.
31 Desember 2009. http://library.ohiou.edu/indopubs/1997/09/11/0040.html
World Health Organization. (1999). Exposure of children to chemical hazards in
food. 7 Juni 2010. http://euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0004/97042/
enhis_factsheet09_4_4.pdf
Yurnaldi. (2008). Muara Karang dan teluk Jakarta tercemar logam berat. 23
November 2009. http://kompas.com/225404/muara.karang.dan.teluk.jakarta.
tercemar.logam.berat
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
GAMBAR
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
55
Keterangan : ukuran besar (4,5-5,5 cm); ukuran kecil (2,5-3,5 cm)
Gambar 4.1 Kerang dara (Anadara granosa)
Keterangan : ukuran besar (8-10 cm); ukuran kecil (3-6 cm)
Gambar 4.2 Kerang hijau (Perna viridis)
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
56
Gambar 4.3 Serbuk sampel kerang dara (ukuran kecil)
Gambar 4.4 Serbuk sampel kerang dara (ukuran besar)
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
57
Gambar 4.5 Serbuk sampel kerang hijau (ukuran kecil)
Gambar 4.6 Serbuk sampel kerang hijau (ukuran besar)
Gambar 4.7 Hasil destruksi kerang
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
58
Kurva Kalibrasi Timbal
0.0000
0.0010
0.0020
0.0030
0.0040
0.0050
0.0060
0.0505 0.1010 0.1515 0.2020 0.2525 0.3030
Konsentrasi (ppm)
Serap
an
Gambar 4.8 Kurva kalibrasi timbal
Persamaan garis kurva kalibrasi : y = 0,017482x - 0,00027333, dengan koefisien
korelasi (r) adalah 0,9997.
Kurva Kalibrasi Tembaga
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
0.0000 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000 2.5000 3.0000 3.5000
Konsentrasi (ppm)
Serap
an
Gambar 4.9 Kurva kalibrasi tembaga
Persamaan garis kurva kalibrasi : y = 0,046841x - 0,00030362, dengan koefisien
korelasi (r) adalah 0,9999.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
59
Kurva Kalibrasi Kadmium
0
0.020.04
0.060.08
0.10.12
0.140.16
0.18
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Konsentrasi (ppm)
Sera
pa
n
Gambar 4.10 Kurva kalibrasi kadmium
Persamaan garis kurva kalibrasi : y = 0,27258x - 0,00016332, dengan koefisien
korelasi (r) adalah 0,9999.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
60
Gambar 4.11 Spektrofotometer serapan atom (Shimadzu AA-6300)
Gambar 4.12 Unit-unit spektrofotometer serapan atom
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
61
Gambar 4.13 Gas asetilen
Gambar 4.14 Microwave digestion system
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
TABEL
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
62
Tabel 4.1
Hasil perhitungan susut pengeringan
Sampel Bobot Basah (g) Bobot Kering (g) Susut Pengeringan (%)
Kerang
Dara
Kecil 129,7024 19,3670 85,07
Besar 157,0626 24,5355 84,33
Kerang
Hijau
Kecil 131,4936 20,5280 84,39
Besar 156,9028 24,8534 84,16
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
63
Tabel 4.2
Kurva kalibrasi timbal
Konsentrasi (ppm) Serapan
0,0505 0,0006
0,1010 0,0015
0,1515 0,0024
0,2020 0,0032
0,2525 0,0042
0,3030 0,0050
Persamaan garis kurva kalibrasi : y = 0,017482x - 0,00027333, dengan koefisien
korelasi (r) adalah 0,9997.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
64
Tabel 4.3
Hasil uji linearitas, perhitungan batas deteksi (LOD),
dan batas kuantitasi (LOQ) timbal
Konsentrasi
(ppm)
Serapan
(y) yi (yi-y)
2 ri (ri)
2 Δy/Δx
0,0505
0,1010
0,1515
0,2020
0,2525
0,3030
0,0006
0,0015
0,0024
0,0032
0,0042
0,0050
0,0006
0,0015
0,0024
0,0033
0,0041
0,0050
9,07x10-11
5,81x10-11
6,14x10-10
3,38x10-9
3,49x10-9
5,67x10-10
-9,52x10-6
7,62x10-6
2,48x10-5
-5,81x10-5
5,90x10-5
-2,38x10-5
9,07x10-11
5,81x10-11
6,14x10-10
3,38x10-9
3,49x10-9
5,67x10-10
0,0178
0,0178
0,0158
0,0198
0,0158
∑(yi-y)2 = 8,91x10
-9
Vxo = 1,46 %
Batas Deteksi (LOD) = 0,0078 ppm
Batas Kuantitasi (LOQ) = 0,0259 ppm
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
65
Tabel 4.4
Hasil uji presisi timbal pada konsentrasi 0,05 ppm
Konsentrasi
Standar
(ppm)
Serapan
Konsentrasi
Pengukuran
(ppm)
Konsentrasi
Rata-rata
(ppm)
Simpangan
Baku (SD)
Koefisien
Variasi (KV)
(%)
0,05 0,0014
0,0013
0,0014
0,0014
0,0014
0,0014
0,0957
0,0900
0,0957
0,0957
0,0957
0,0957
0,0948 0,0023 2,46
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
66
Tabel 4.5
Hasil uji presisi timbal dengan sampel kerang dara
Konsentrasi
Standar
(ppm)
Serapan
Konsentrasi
Pengukuran
(ppm)
Konsentrasi
Rata-rata
(ppm)
Simpangan
Baku (SD)
Koefisien
Variasi
(KV)
(%)
0,1
0,0041
0,0041
0,0040
0,0039
0,0040
0,0040
0,2502
0,2502
0,2444
0,2387
0,2444
0,2444
0,2454 0,0043 1,77
0,2
0,0058
0,0056
0,0057
0,0056
0,0057
0,0057
0,3474
0,3340
0,3417
0,3340
0,3417
0,3417
0,3401 0,0052 1,53
0,3
0,0074
0,0076
0,0076
0,0072
0,0074
0,0074
0,4389
0,4504
0,4504
0,4275
0,4389
0,4389
0,4408 0,0086 1,96
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
67
Tabel 4.6
Hasil uji presisi timbal dengan sampel kerang hijau
Konsentrasi
Standar
(ppm)
Serapan
Konsentrasi
Pengukuran
(ppm)
Konsentrasi
Rata-rata
(ppm)
Simpangan
Baku (SD)
Koefisien
Variasi (KV)
(%)
0,1
0,0033
0,0032
0,0033
0,0032
0,0032
0,0033
0,2044
0,1987
0,2044
0,1987
0,1987
0,2044
0,2016 0,0031 1,55
0,2
0,0049
0,0048
0,0050
0,0048
0,0050
0,0050
0,2959
0,2920
0,3016
0,2920
0,3016
0,3016
0,2975 0,0048 1,60
0,3
0,0068
0,0067
0,0067
0,0067
0,0065
0,0065
0,4046
0,3987
0,3987
0,3987
0,3874
0,3874
0,3959 0,0070 1,76
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
68
Tabel 4.7
Hasil uji perolehan kembali timbal pada kerang dara
Konsentrasi (ppm) Serapan C1 (ppm) C2 (ppm) S (ppm) UPK (%)
0,1010
0,0015
0,0041
0,0023
-
-
0,1472
-
0,2502
-
0,1014
-
-
101,50
0,0015
0,0041
0,0023
-
-
0,1472
-
0,2502
-
0,1014
-
-
101,50
0,0015
0,0040
0,0023
-
-
0,1472
-
0,2444
-
0,1014
-
-
95,86
0,0015
0,0039
0,0023
-
-
0,1472
-
0,2387
-
0,1014
-
-
90,23
0,0015
0,0040
0,0023
-
-
0,1472
-
0,2444
-
0,1014
-
-
95,86
0,0015
0,0040
0,0023
-
-
0,1472
-
0,2444
-
0,1014
-
-
95,86
0,2020
0,0032
0,0058
0,0023
-
-
0,1472
-
0,3474
-
0,1987
-
-
100,77
0,0032
0,0056
0,0023
-
-
0,1472
-
0,3340
-
0,1987
-
-
95,01
0,0032
0,0057
0,0023
-
-
0,1472
-
0,3417
-
0,1987
-
-
97,89
0,0032
0,0056
0,0023
-
-
0,1472
-
0,3340
-
0,1987
-
-
95,01
0,0032
0,0057
0,0023
-
-
0,1472
-
0,3417
-
0,1987
-
-
97,89
0,0032
0,0057
0,0023
-
-
0,1472
-
0,3417
-
0,1987
-
-
97,89
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
69
(lanjutan)
Konsentrasi (ppm) Serapan C1 (ppm) C2 (ppm) S (ppm) UPK (%)
0,3030
0,0050
0,0074
0,0023
-
-
0,1472
-
0,4389
-
0,3016
-
-
96,71
0,0050
0,0076
0,0023
-
-
0,1472
-
0,4504
-
0,3016
-
-
100,51
0,0050
0,0076
0,0023
-
-
0,1472
-
0,4504
-
0,3016
-
-
100,51
0,0050
0,0072
0,0023
-
-
0,1472
-
0,4275
-
0,3016
-
-
92,92
0,0050
0,0074
0,0023
-
-
0,1472
-
0,4389
-
0,3016
-
-
96,71
0,0050
0,0074
0,0023
-
-
0,1472
-
0,4389
-
0,3016
-
-
96,71
Keterangan :
C1 = kadar sampel yang tidak ditambah standar
C2 = kadar sampel yang ditambah standar
S = kadar standar yang ditambahkan
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
70
Tabel 4.8
Hasil uji perolehan kembali timbal pada kerang hijau
Konsentrasi (ppm) Serapan C1 (ppm) C2 (ppm) S (ppm) UPK (%)
0,1010
0,0015
0,0033
0,0015
-
-
0,1014
-
0,2044
-
0,1014
-
-
101,50
0,0015
0,0032
0,0015
-
-
0,1014
-
0,1987
-
0,1014
-
-
95,84
0,0015
0,0033
0,0015
-
-
0,1014
-
0,2044
-
0,1014
-
-
101,50
0,0015
0,0032
0,0015
-
-
0,1014
-
0,1987
-
0,1014
-
-
95,84
0,0015
0,0033
0,0015
-
-
0,1014
-
0,2044
-
0,1014
-
-
101,50
0,0015
0,0033
0,0015
-
-
0,1014
-
0,2044
-
0,1014
-
-
101,50
0,2020
0,0032
0,0049
0,0015
-
-
0,1014
-
0,2959
-
0,1987
-
-
97,89
0,0032
0,0048
0,0015
-
-
0,1014
-
0,2920
-
0,1987
-
-
95,01
0,0032
0,0050
0,0015
-
-
0,1014
-
0,3016
-
0,1987
-
-
100,77
0,0032
0,0048
0,0015
-
-
0,1014
-
0,2920
-
0,1987
-
-
95,01
0,0032
0,0050
0,0015
-
-
0,1014
-
0,3016
-
0,1987
-
-
100,77
0,0032
0,0050
0,0015
-
-
0,1014
-
0,3016
-
0,1987
-
-
100,77
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
71
(lanjutan)
Konsentrasi (ppm) Serapan C1 (ppm) C2 (ppm) S (ppm) UPK (%)
0,3030
0,0050
0,0068
0,0015
-
-
0,1014
-
0,4046
-
0,3016
-
-
100,51
0,0050
0,0067
0,0015
-
-
0,1014
-
0,3987
-
0,3016
-
-
98,61
0,0050
0,0067
0,0015
-
-
0,1014
-
0,3987
-
0,3016
-
-
98,61
0,0050
0,0067
0,0015
-
-
0,1014
-
0,3987
-
0,3016
-
-
98,61
0,0050
0,0065
0,0015
-
-
0,1014
-
0,3874
-
0,3016
-
-
94,82
0,0050
0,0065
0,0015
-
-
0,1014
-
0,3874
-
0,3016
-
-
94,82
Keterangan :
C1 = kadar sampel yang tidak ditambah standar
C2 = kadar sampel yang ditambah standar
S = kadar standar yang ditambahka
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
72
Tabel 4.9
Hasil penetapan kadar timbal pada kerang dara dan kerang hijau
Sampel Serapan Kadar
(ppm)
Berat
(g)
Kadar
(µg/g bobot
kering)
Susut
Pengeringan
(%)
Kadar
(µg/g bobot
basah)
Kadar
Rata-rata
(µg/g bobot
basah)
Kerang
Dara
(Ukuran
Kecil)
0,0024
0,0027
0,0025
0,1529
0,1701
0,1586
0,4996
0,4998
0,5028
7,6519
8,5072
7,8877
85,07
1,1424
1,2701
1,1776
1,1967
Kerang
Dara
(Ukuran
Besar)
0,0018
0,0015
0,0017
0,1186
0,1014
0,1129
0,5000
0,5012
0,5006
5,9298
5,0596
5,6370
84,33
0.9292
0,7928
0.8833
0,8684
Kerang
Hijau
(Ukuran
Kecil)
0,0016
0,0014
0,0014
0,1072
0,0957
0,0957
0,5018
0,4998
0,5020
5,3386
4,7877
4,7667
84,39
0.8334
0.7474
0.7441
0,7750
Kerang
Hijau
(Ukuran
Besar)
0,0007
0,0008
0,0008
0,0557
0,0614
0,0614
0,5015
0,5014
0,5015
2,7754
3,0612
3,0606
84,16
0.4396
0.4849
0.4848
0,4698
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
73
Tabel 4.10
Kurva kalibrasi tembaga
Konsentrasi (ppm) Serapan
0,2002 0,0086
0,8008 0,0379
1,2012 0,0558
2,0020 0,0937
2,4024 0,1120
3,0030 0,1403
Persamaan garis kurva kalibrasi : y = 0,046841x - 0,00030362, dengan koefisien
korelasi (r) adalah 0,9999.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
74
Tabel 4.11
Hasil uji linearitas, perhitungan batas deteksi (LOD),
dan batas kuantitasi (LOQ) tembaga
Konsentrasi
(ppm)
Serapan
(y) yi (yi-y)
2 ri (ri)
2 Δy/Δx
0,2002
0,8008
1,2012
2,0020
2,4024
3,0030
0,0086
0,0379
0,0558
0,0937
0,1120
0,1403
0,0091
0,0372
0,0560
0,0935
0,1122
0,1404
2,25x10-7
4,81x10-7
2,61x10-8
5,21x10-8
5,14x10-8
3,53x10-9
-4,74x10-4
6,93x10-4
-1,62x10-4
2,28x10-4
-2,27x10-4
-5,94x10-5
2,25x10-7
4,81x10-7
2,61x10-8
5,21x10-8
5,14x10-8
3,53x10-9
0,0488
0,0447
0,0473
0,0457
0,0471
∑(yi-y)2 = 8,39x10
-7
Vxo = 0,61 %
Batas Deteksi (LOD) = 0,0293 ppm
Batas Kuantitasi (LOQ) = 0,0978 ppm
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
75
Tabel 4.12
Hasil uji presisi tembaga dengan sampel kerang dara
Konsentrasi
Standar
(ppm)
Serapan
Konsentrasi
Pengukuran
(ppm)
Konsentrasi
Rata-rata
(ppm)
Simpangan
Baku (SD)
Koefisien
Variasi (KV)
(%)
0,2
0,0306
0,0304
0,0305
0,0305
0,0306
0,0306
0,6598
0,6555
0,6576
0,6576
0,6598
0,6598
0,6584 0,0018 0,28
2,0
0,1140
0,1152
0,1153
0,1136
0,1142
0,1148
2,4403
2,4659
2,4680
2,4317
2,4445
2,4573
2,4513 0,0147 0,60
3,0
0,1606
0,1601
0,1594
0,1598
0,1603
0,1601
3,4351
3,4244
3,4095
3,4180
3,4287
3,4244
3,4234 0,0088 0,26
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
76
Tabel 4.13
Hasil uji presisi tembaga dengan sampel kerang hijau
Konsentrasi
Standar
(ppm)
Serapan
Konsentrasi
Pengukuran
(ppm)
Konsentrasi
Rata-rata
(ppm)
Simpangan
Baku (SD)
Koefisien
Variasi (KV)
(%)
0,2
0,0266
0,0267
0,0267
0,0265
0,0264
0,0265
0,5744
0,5765
0,5765
0,5722
0,5701
0,5722
0,5737 0,0026 0,45
2,0
0,1092
0,1082
0,1124
0,1078
0,1116
0,1105
2,3378
2,3164
2,4061
2,3079
2,3890
2,3655
2,3538 0,0397 1,69
3,0
0,1584
0,1580
0,1555
0,1541
0,1596
0,1553
3,3881
3,3796
3,3262
3,2963
3,4138
3,3230
3,3545 0,0457 1,36
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
77
Tabel 4.14
Hasil uji perolehan kembali tembaga pada kerang dara
Konsentrasi (ppm) Serapan C1 (ppm) C2 (ppm) S (ppm) UPK (%)
0,2002
0,0086
0,0306
0,0216
-
-
0,4676
-
0,6598
-
0,1901
-
-
101,08
0,0086
0,0304
0,0216
-
-
0,4676
-
0,6555
-
0,1901
-
-
98,84
0,0086
0,0305
0,0216
-
-
0,4676
-
0,6576
-
0,1901
-
-
99,96
0,0086
0,0305
0,0216
-
-
0,4676
-
0,6576
-
0,1901
-
-
99,96
0,0086
0,0306
0,0216
-
-
0,4676
-
0,6598
-
0,1901
-
-
101,08
0,0086
0,0306
0,0216
-
-
0,4676
-
0,6598
-
0,1901
-
-
101,08
2,0020
0,0937
0,1140
0,0216
-
-
0,4676
-
2,4403
-
2,0069
-
-
98,29
0,0937
0,1152
0,0216
-
-
0,4676
-
2,4659
-
2,0069
-
-
99,57
0,0937
0,1153
0,0216
-
-
0,4676
-
2,4680
-
2,0069
-
-
99,68
0,0937
0,1136
0,0216
-
-
0,4676
-
2,4317
-
2,0069
-
-
97,87
0,0937
0,1142
0,0216
-
-
0,4676
-
2,4445
-
2,0069
-
-
98,51
0,0937
0,1148
0,0216
-
-
0,4676
-
2,4573
-
2,0069
-
-
99,15
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
78
(lanjutan)
Konsentrasi (ppm) Serapan C1 (ppm) C2 (ppm) S (ppm) UPK (%)
3,0030
0,1403
0,1606
0,0216
-
-
0,4676
-
3,4351
-
3,0017
-
-
98,86
0,1403
0,1601
0,0216
-
-
0,4676
-
3,4244
-
3,0017
-
-
98,50
0,1403
0,1594
0,0216
-
-
0,4676
-
3,4095
-
3,0017
-
-
98,01
0,1403
0,1598
0,0216
-
-
0,4676
-
3,4180
-
3,0017
-
-
98,29
0,1403
0,1603
0,0216
-
-
0,4676
-
3,4287
-
3,0017
-
-
98,65
0,1403
0,1601
0,0216
-
-
0,4676
-
3,4244
-
3,0017
-
-
98,50
Keterangan :
C1 = kadar sampel yang tidak ditambah standar
C2 = kadar sampel yang ditambah standar
S = kadar standar yang ditambahkan
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
79
Tabel 4.15
Hasil uji perolehan kembali tembaga pada kerang hijau
Konsentrasi (ppm) Serapan C1 (ppm) C2 (ppm) S (ppm) UPK (%)
0,2002
0,0086
0,0266
0,0178
-
-
0,3865
-
0,5744
-
0,1901
-
-
98,84
0,0086
0,0267
0,0178
-
-
0,3865
-
0,5765
-
0,1901
-
-
99,96
0,0086
0,0267
0,0178
-
-
0,3865
-
0,5765
-
0,1901
-
-
99,96
0,0086
0,0265
0,0178
-
-
0,3865
-
0,5722
-
0,1901
-
-
97,71
0,0086
0,0264
0,0178
-
-
0,3865
-
0,5701
-
0,1901
-
-
96,59
0,0086
0,0265
0,0178
-
-
0,3865
-
0,5722
-
0,1901
-
-
97,71
2,0020
0,0937
0,1092
0,0178
-
-
0,3865
-
2,3378
-
2,0069
-
-
97,23
0,0937
0,1082
0,0178
-
-
0,3865
-
2,3164
-
2,0069
-
-
96,17
0,0937
0,1124
0,0178
-
-
0,3865
-
2,4061
-
2,0069
-
-
100,63
0,0937
0,1078
0,0178
-
-
0,3865
-
2,3079
-
2,0069
-
-
95,74
0,0937
0,1116
0,0178
-
-
0,3865
-
2,3890
-
2,0069
-
-
99,78
0,0937
0,1105
0,0178
-
-
0,3865
-
2,3655
-
2,0069
-
-
98,61
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
80
(lanjutan)
Konsentrasi (ppm) Serapan C1 (ppm) C2 (ppm) S (ppm) UPK (%)
3,0030
0,1403
0,1584
0,0178
-
-
0,3865
-
3,3881
-
3,0017
-
-
99,99
0,1403
0,1580
0,0178
-
-
0,3865
-
3,3796
-
3,0017
-
-
99,71
0,1403
0,1555
0,0178
-
-
0,3865
-
3,3262
-
3,0017
-
-
97,93
0,1403
0,1541
0,0178
-
-
0,3865
-
3,2963
-
3,0017
-
-
96,94
0,1403
0,1596
0,0178
-
-
0,3865
-
3,4138
-
3,0017
-
-
100,85
0,1403
0,1553
0,0178
-
-
0,3865
-
3,3230
-
3,0017
-
-
97,79
Keterangan :
C1 = kadar sampel yang tidak ditambah standar
C2 = kadar sampel yang ditambah standar
S = kadar standar yang ditambahkan
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
81
Tabel 4.16
Hasil penetapan kadar tembaga pada kerang dara dan kerang hijau
Sampel Serapan Kadar
(ppm)
Berat
(g)
Kadar
(µg/g bobot
kering)
Susut
Pengeringan
(%)
Kadar
(µg/g bobot
basah)
Kadar
Rata-rata
(µg/g bobot
basah)
Kerang
Dara
(Ukuran
Kecil)
0,0214
0,0213
0,0214
0,4633
0,4612
0,4633
0,4996
0,4998
0,5028
23,1860
22,0699
23,0384
84,39
3,6193
3,6012
3,5963
3,6056
Kerang
Dara
(Ukuran
Besar)
0,0205
0,0204
0,0205
0,4441
0,4420
0,4441
0,5000
0,5012
0,5006
22,2067
22,0471
22,1801
84,16
3,5175
3,4923
3,5133
3,5077
Kerang
Hijau
(Ukuran
Kecil)
0,0169
0,0177
0,0167
0,3673
0,3844
0,3630
0,5018
0,4998
0,5020
18,2980
19,2256
18,0781
85,07
2,7319
2,8704
2,6991
2,7671
Kerang
Hijau
(Ukuran
Besar)
0,0118
0,0126
0,0127
0,2584
0,2755
0,2776
0,5015
0,5014
0,5015
12,8813
13,7354
13,8391
84,33
2,0185
2,1523
2,1686
2,1131
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
82
Tabel 4.17
Kurva kalibrasi kadmium
Konsentrasi (ppm) Serapan
0,02006 0,0037
0,1003 0,0255
0,2006 0,0538
0,3009 0,0800
0,4012 0,1077
0,6018 0,1624
Persamaan garis kurva kalibrasi : y = 0,27258x - 0,00016332, dengan koefisien
korelasi (r) adalah 0,9999.
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
83
Tabel 4.18
Hasil uji linearitas, perhitungan batas deteksi (LOD),
dan batas kuantitasi (LOQ) kadmium
Konsentrasi
(ppm)
Serapan
(y) yi (yi-y)
2 ri (ri)
2 Δy/Δx
0,02006
0,1003
0,2006
0,3009
0,4012
0,6018
0,0037
0,0255
0,0538
0,0800
0,1077
0,1624
0,0038
0,0257
0,0530
0,0804
0,1077
0,1624
1,81x10-8
4,25x10-8
5,69x10-7
1,48x10-7
6,07x10-10
1,27x10-11
-1,35x10-4
-2,06x10-4
7,54x10-4
-3,85x10-4
-2,46x10-5
-3,50x10-6
1,81x10-8
4,25x10-8
5,69x10-7
1,48x10-7
6,07x10-10
1,27x10-11
0,2717
0,2822
0,2612
0,2762
0,2727
∑(yi-y)2 = 7,79x10
-7
Vxo = 0,60 %
Batas Deteksi (LOD) = 0,0049 ppm
Batas Kuantitasi (LOQ) = 0,0162 ppm
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
84
Tabel 4.19
Hasil uji presisi kadmium dengan sampel kerang dara
Konsentrasi
Standar
(ppm)
Serapan
Konsentrasi
Pengukuran
(ppm)
Konsentrasi
Rata-rata
(ppm)
Simpangan
Baku (SD)
Koefisien
Variasi (KV)
(%)
0,02
0,1331
0,1331
0,1329
0,1330
0,1330
0,1332
0,4943
0,4943
0,4936
0,4939
0,4939
0,4947
0,4943 0,0003 0,07
0,3
0,2093
0,2093
0,2078
0,2095
0,2084
0,2081
0,7738
0,7738
0,7683
0,7746
0,7705
0,7731
0,7724 0,0024 0,32
0,6
0,2889
0,2911
0,2896
0,2871
0,2863
0,2869
1,0659
1,0739
1,0684
1,0593
1,0563
1,0585
1,0637 0,0068 0,64
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
85
Tabel 4.20
Hasil uji presisi kadmium dengan sampel kerang hijau
Konsentrasi
Standar
(ppm)
Serapan
Konsentrasi
Pengukuran
(ppm)
Konsentrasi
Rata-rata
(ppm)
Simpangan
Baku (SD)
Koefisien
Variasi (KV)
(%)
0,02
0,0105
0,0107
0,0105
0,0106
0,0104
0,0104
0,0445
0,0452
0,0445
0,0449
0,0441
0,0441
0,0446 0,0004 0,98
0,3
0,0879
0,0867
0,0856
0,0859
0,0854
0,0864
0,3285
0,3241
0,3200
0,3211
0,3193
0,3230
0,3227 0,0034 1,05
0,6
0,1689
0,1693
0,1674
0,1683
0,1667
0,1664
0,6256
0,6271
0,6201
0,6234
0,6176
0,6165
0,6217 0,0043 0,70
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
86
Tabel 4.21
Hasil uji perolehan kembali kadmium pada kerang dara
Konsentrasi (ppm) Serapan C1 (ppm) C2 (ppm) S (ppm) UPK (%)
0,02006
0,0037
0,1331
0,1278
-
-
0,4749
-
0,4943
-
0,0196
-
-
99,38
0,0037
0,1331
0,1278
-
-
0,4749
-
0,4943
-
0,0196
-
-
99,38
0,0037
0,1329
0,1278
-
-
0,4749
-
0,4936
-
0,0196
-
-
95,63
0,0037
0,1330
0,1278
-
-
0,4749
-
0,4939
-
0,0196
-
-
97,50
0,0037
0,1330
0,1278
-
-
0,4749
-
0,4939
-
0,0196
-
-
97,50
0,0037
0,1332
0,1278
-
-
0,4749
-
0,4947
-
0,0196
-
-
101,25
0,3009
0,0800
0,2093
0,1278
-
-
0,4749
-
0,7738
-
0,2995
-
-
99,84
0,0800
0,2093
0,1278
-
-
0,4749
-
0,7738
-
0,2995
-
-
99,84
0,0800
0,2078
0,1278
-
-
0,4749
-
0,7683
-
0,2995
-
-
98,00
0,0800
0,2095
0,1278
-
-
0,4749
-
0,7746
-
0,2995
-
-
100,08
0,0800
0,2084
0,1278
-
-
0,4749
-
0,7705
-
0,2995
-
-
98,73
0,0800
0,2091
0,1278
-
-
0,4749
-
0,7731
-
0,2995
-
-
99,59
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
87
(lanjutan)
Konsentrasi (ppm) Serapan C1 (ppm) C2 (ppm) S (ppm) UPK (%)
0,6018
0,1624
0,2889
0,1278
-
-
0,4749
-
1,0659
-
0,6018
-
-
98,21
0,1624
0,2911
0,1278
-
-
0,4749
-
1,0739
-
0,6018
-
-
99,55
0,1624
0,2896
0,1278
-
-
0,4749
-
1,0684
-
0,6018
-
-
98,64
0,1624
0,2871
0,1278
-
-
0,4749
-
1,0593
-
0,6018
-
-
97,11
0,1624
0,2863
0,1278
-
-
0,4749
-
1,0563
-
0,6018
-
-
96,63
0,1624
0,2869
0,1278
-
-
0,4749
-
1,0585
-
0,6018
-
-
96,99
Keterangan :
C1 = kadar sampel yang tidak ditambah standar
C2 = kadar sampel yang ditambah standar
S = kadar standar yang ditambahkan
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
88
Tabel 4.22
Hasil uji perolehan kembali kadmium pada kerang hijau
Konsentrasi (ppm) Serapan C1 (ppm) C2 (ppm) S (ppm) UPK (%)
0,02006
0,0037
0,0105
0,0053
-
-
0,0254
-
0,0445
-
0,0196
-
-
97,50
0,0037
0,0107
0,0053
-
-
0,0254
-
0,0452
-
0,0196
-
-
101,25
0,0037
0,0105
0,0053
-
-
0,0254
-
0,0445
-
0,0196
-
-
97,50
0,0037
0,0106
0,0053
-
-
0,0254
-
0,0449
-
0,0196
-
-
99,38
0,0037
0,0104
0,0053
-
-
0,0254
-
0,0441
-
0,0196
-
-
95,63
0,0037
0,0104
0,0053
-
-
0,0254
-
0,0441
-
0,0196
-
-
95,63
0,3009
0,0800
0,0879
0,0053
-
-
0,0254
-
0,3285
-
0,2995
-
-
101,18
0,0800
0,0867
0,0053
-
-
0,0254
-
0,3241
-
0,2995
-
-
99,71
0,0800
0,0856
0,0053
-
-
0,0254
-
0,3200
-
0,2995
-
-
98,37
0,0800
0,0859
0,0053
-
-
0,0254
-
0,3211
-
0,2995
-
-
98,73
0,0800
0,0854
0,0053
-
-
0,0254
-
0,3193
-
0,2995
-
-
98,12
0,0800
0,0864
0,0053
-
-
0,0254
-
0,3230
-
0,2995
-
-
99,35
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
89
(lanjutan)
Konsentrasi (ppm) Serapan C1 (ppm) C2 (ppm) S (ppm) UPK (%)
0,6018
0,1624
0,1689
0,0053
-
-
0,0254
-
0,6256
-
0,6018
-
-
99,74
0,1624
0,1693
0,0053
-
-
0,0254
-
0,6271
-
0,6018
-
-
99,98
0,1624
0,1674
0,0053
-
-
0,0254
-
0,6201
-
0,6018
-
-
98,82
0,1624
0,1683
0,0053
-
-
0,0254
-
0,6234
-
0,6018
-
-
99,37
0,1624
0,1667
0,0053
-
-
0,0254
-
0,6176
-
0,6018
-
-
98,39
0,1624
0,1664
0,0053
-
-
0,0254
-
0,6165
-
0,6018
-
-
98,21
Keterangan :
C1 = kadar sampel yang tidak ditambah standar
C2 = kadar sampel yang ditambah standar
S = kadar standar yang ditambahkan
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
90
Tabel 4.23
Hasil penetapan kadar kadmium pada kerang dara dan kerang hijau
Sampel Serapan Kadar
(ppm)
Berat
(g)
Kadar
(µg/g bobot
kering)
Susut
Pengeringan
(%)
Kadar
(µg/g bobot
basah)
Kadar
Rata-rata
(µg/g bobot
basah)
Kerang
Dara
(Ukuran
Kecil)
0,1256
0,1397
0,1390
0,4668
0,5185
0,5159
0,4996
0,4998
0,5028
23,3576
25,9358
25,6533
85,07
3,4873
3,8722
3,8300
3,7298
Kerang
Dara
(Ukuran
Besar)
0,0603
0,0629
0,0608
0,2272
0,2368
0,2290
0,5000
0,5012
0,5006
11,3607
11,8093
11,4387
84,33
1,7802
1,8505
1,7924
1,8077
Kerang
Hijau
(Ukuran
Kecil)
0,0050
0,0049
0,0049
0,0243
0,0240
0,0240
0,5018
0,4998
0,5020
1,2124
1,1989
1,1936
84,39
0,1893
0,1871
0,1863
0,1876
Kerang
Hijau
(Ukuran
Besar)
0,0044
0,0038
0,0038
0,0221
0,0199
0,0199
0,5015
0,5014
0,5015
1,1034
0,9939
0,9937
84,16
0,1748
0,1574
0,1574
0,1632
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
LAMPIRAN
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
91
Lampiran 1
Cara Perhitungan Susut Pengeringan
% Susut pengeringan Bb
BkBb x 100 %
Keterangan :
Bb = Bobot basah sampel (g)
Bk = Bobot kering sampel (g)
Contoh :
Bobot basah kerang dara (ukuran kecil) = 129,7042 g
Bobot kering kerang dara (ukuran kecil) = 19,3670 g
% Susut pengeringan 7042,129
3670,197042,129 x 100 % = 85,07 %
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
92
Lampiran 2
Cara Memperoleh Persamaan Garis Linier
Persamaan garis : y = a + bx
Untuk memperoleh nilai a dan b digunakan kuadrat terkecil (least square)
22
2
ii
iiii
xxN
yxxya
22
ii
iiii
xxN
yxyxNb
Linearitas ditentukan berdasarkan nilai koefisien korelasi (r)
2222
yyNxxN
yxxyNr
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
93
Lampiran 3
Cara Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
xyS diperoleh dengan rumus :
2
2
n
yyS
i
xy
Batas deteksi :
b
S
LOD xy3
Batas Kuantitasi :
b
S
LOQ xy10
Dimana :
b diperoleh dari nilai kemiringan (slope) persamaan kurva kalibrasi y = a + bx.
Contoh :
Persamaan kurva kalibrasi tembaga : y = 0,046841x - 0,00030362
26
1404,01403,0...0091,00086,022
xyS = 0,000458
Batas deteksi tembaga : 046841,0
000458,03LOD = 0,0293 ppm
Batas kuantitasi tembaga :
046841,0
000458,010LOQ 0,0978 ppm
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
94
Lampiran 4
Cara Perhitungan Simpangan Baku dan Koefisien Variasi
Simpangan Baku :
1
2
n
xxSD
i
Koefisien Variasi :
x
SDKV x 100%
Contoh :
Hasil uji presisi tembaga 0,2 ppm dengan sampel kerang dara
Konsentrasi rata-rata ( x ) = 0,6584 ppm
16
6584,06598,0...6584,06598,022
SD = 0,0018
6584,0
0018,0KV x 100% = 0,28 %
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
95
Lampiran 5
Cara Perhitungan Uji Perolehan Kembali
Uji Perolehan Kembali :
S
CCUPK 12 x 100%
Keterangan :
C1 = kadar sampel yang tidak ditambah standar
C2 = kadar sampel yang ditambah standar
S = kadar standar yang ditambahkan
Contoh :
Kadar tembaga pada kerang dara tanpa penambahan standar = 0,4676 ppm
Kadar tembaga pada kerang dara yang ditambahkan standar = 0,6555 ppm
Kadar standar yang ditambahkan = 0,1901 ppm
1901,0
4676,06555,0 UPK x 100% = 98,84 %
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
96
Lampiran 6
Cara Perhitungan Penetapan Kadar Logam dalam Sampel
Kadar logam (µg/g bobot kering) = W
Dx V
Keterangan :
D = Kadar sampel (µg/mL) dari hasil pembacaan SSA
W = Berat sampel kering (g)
V = Volume akhir larutan contoh yang disiapkan (mL)
Untuk menghitung kadar logam dalam satuan µg/g bobot basah :
Kadar logam = Kadar sampel kering x (100 - % Susut pengeringan)
100
Contoh :
Kadar tembaga pada kerang dara (ukuran kecil) = 0,4633 µg/mL
Berat sampel kering yang ditimbang = 0,4996 g
Volume akhir larutan contoh yang disiapkan = 25,0 mL
Susut pengeringan = 84,39 %
Kadar logam = 0,254996,0
4633,0 = 23,1860 µg/g bobot kering
Kadar logam = 100
39,841001860,23 = 3,6193 µg/g bobot basah
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
97
Lampiran 7
Sertifikat analisis standar timbal
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
98
Lampiran 8
Sertifikat analisis standar tembaga
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010
99
Lampiran 9
Sertifikat analisis standar kadmium
Identifikasi dan..., Megawati Salim, FMIPA UI, 2010