ANALISIS KEKUATAN PUNTIRAN LONGITUDINAL KAPAL YANG ...
Transcript of ANALISIS KEKUATAN PUNTIRAN LONGITUDINAL KAPAL YANG ...
i
ANALISIS KEKUATAN PUNTIRAN LONGITUDINAL KAPAL
YANG DIMODIFIKASI DARI GENERAL CARGO KE
KONTAINER
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Perkapalan
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Disusun Oleh:
IRWAN
D31113017
PROGRAM STUDI TEKNIK PERKAPALAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
ii
iii
ABSTRAK
Irwan. 2017. “Analisis Kekuatan Puntiran Longitudinal Kapal yang Dimodifikasi
Dari General Cargo ke Kontainer” (dibimbing oleh Ganding Sitepu dan Hamzah)
Bukaan geladak Kapal Kontainer berpengaruh terhadap kekuatan longitudinal
kapal akibat puntiran. Dalam kondisi operasionalnya Kapal Kontainer tidak hanya
mengalami tegangan bending akibat kondisi hogging dan sagging tetapi juga
mengalami puntiran akibat terjadinya pergeseran muatan maupun akibat
gelombang dari samping (quartering seas) yang mengenai kapal tersebut.
Penelitian ini bertujuan mengetahui respon struktur kapal hasil modifikasi dari
General Cargo ke Kontainer akibat beban momen puntir. Analisa dilakukan dengan
menggunakan metode elemen hingga dengan memodelkan ruang muat Kapal
Kontainer, perhitungan dilakukan dengan bantuan software AnsysTM. Untuk itu
dimodelkan ruang muat kapal dimana semua elemen menggunakan tipe shell 281.
Beban puntir disimulasi dengan gaya kopel pada sekat-sekat yang membatasi ruang
muat. Besarnya beban dihitung menggunakan rules BKI 2014. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tegangan geser yang terjadi akibat momen puntir yang
disebabkan oleh ombak (MWT) lebih besar (𝜏𝑥𝑦 = -22,9221 N/mm2 dan 𝜏𝑥𝑧 = -
15,6004 N/mm2) dibanding tegangan geser yang terjadi akibat momen puntir statis
(MST) (𝜏𝑥𝑦 = -18,8739 N/mm2 dan (𝜏𝑥𝑧 = -12,8453 N/mm2). Untuk respon struktur
kapal, pertambahan beban secara konstan menyebabkan pertambahan displacement
dan tegangan geser yang cenderung linear. Akibat adanya puntiran menyebabkan
terjadinya warping pada model kapal, hal ini terjadi karena displacement yang
terjadi terhadap arah sumbu x, y dan z. Stress ratio terhadap tegangan geser bidang
xy dan xz baik untuk beban momen puntir statis maupun beban momen puntir
akibat ombak tidak melebihi 1 (< 1) atau dengan kata lain tegangan kerja lebih
kecil daripada tegangan izin berdasarkan rules BKI.
Kata Kunci : Kapal Kontainer; Puntiran; Kekuatan Longitudinal; Tegangan
Geser; Warping;
iv
ABSTRACT
Irwan. 2017. "Analysis of Longitudinal Torsional Strength of Ships Modified from
General Cargo to Container" (guided by Ganding Sitepu and Hamzah)
Deck opening of Container Ship affects the longitudinal forces of ship due to
torsion. In operational condition, Container Ships not only experience bending
stress due to hogging and sagging conditions but also experience torsion due to the
shifting of cargo as well as the result of the quartering seas on the vessel. This
research aims to find out the response of ship structure modified from General
Cargo to Container due to torsional moment load. The analysis is done by finite
element method by modeling cargo hold of Container Ship, the calculation is done
by using AnsysTM software. For this reason, cargo hold of vessel is modeled in
which all elements are using by shell type 281. Torsional force is simulated by
coupling force in bulkheads that restrict cargo hold. The amount of load is
calculated using the BKI 2014 rules. The results of research showed that the shear
stress that occurs due to torsional moments (MWT) is larger (τxy = -22,9221 N / mm2
and τxz = -15,6004 N / mm2) than the shear stresses that occur due to static torsional
moment (MST) (τxy = -18,8739 N / mm2 and (τxz = -12,8453 N / mm2). For the ship's
structure response, constant load increases cause displacement and shear stresses
that tend to be linear. As a result of the torsion causing warping on the ship model,
this occurs because of the displacement that occurs with the direction of the x, y
and z axes. Stress ratio to shear stresses of xy and xz fields for both static torsional
moment and torsional moments loads not exceeding 1 (<1) or working stresses is
smaller than permissible stresses based on BKI rules.
Keywords : Container Ship; Torsional; Longitudinal Strength; Shear Stress;
Warping;
v
KATA PENGANTAR
Assalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah dan Karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Analisis
Kekuatan Puntiran Longitudinal Kapal yang Dimodifikasi dari General Cargo
ke Kontainer” dengan baik. Salam serta shalawat semoga senantiasa selalu
tercurah kepada junjungan kita Nabiullah Muhammad SAW beserta keluarga dan
para sahabatnya hingga akhir zaman.
Penulisan Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan pada
jenjang perkuliahan Strata I Universitas Hasanuddin Makassar. Dalam penulisan
Tugas Akhir ini tidak lepas dari berbagai hambatan dan kesulitan namun berkat
bimbingan, bantuan, nasihat dan saran dari berbagai pihak, khususnya pembimbing
segala hambatan tersebut akhirnya dapat diatasi dengan baik.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini tentunya tidak lepas dari berbagai
kekurangan, baik dari aspek kualitas maupun kuantitasnya dari materi penelitian
yang disajikan. Semua ini berdasarkan keterbatasan yang dimiliki penulis.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna sehingga
penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan
pendidikan dimasa yang akan datang. Selanjutnya dalam penulisan Tugas Akhir ini
penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak.
Dalam kesempataan ini penulis dengan setulus hati mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua tercinta H. Suriadi dan Hj. Indo Wero yang senantiasa
mencurahkan segala kasih sayang serta doanya, semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi hidup penulis sehingga bisa membanggakan mereka.
2. Bapak Dr. Ir. Ganding Sitepu, Dipl. Ing dan Bapak Hamzah, ST., MT selaku
pembimbing I dan pembimbing II yang senantiasa membimbing dan
mengarahkan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan dalam penyelesaian
Tugas Akhir ini.
vi
3. Ibu Ir. Hj. Rosmani, MT, Bapak Wahyuddin, ST., MT dan Ibu Dr. A. Sitti
Chairunnisa M., ST., MT, selaku dosen penguji yang telah memberikan
kritik dan saran yang terbaik guna kesempurnaan Tugas Akhir ini.
4. Ibu Dr. Ir. Misliah Idrus, MS.Tr selaku penasehat akademik penulis yang
senantiasa memberikan arahan serta motivasi selama menjalani perkuliahan
di Departemen Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
5. Bapak Dr. Eng. Suandar Baso, ST., MT selaku Ketua Departemen
Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Teknik Perkapalan Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan.
7. Seluruh staf pegawai Program Studi Teknik Perkapalan Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin yang selalu membantu.
8. Teman seperjuangan Labo Struktur yang selalu ada dalam suka dan duka.
9. Teman-teman angkatan 2013 yang telah memberikan semangat dalam
pengerjaan Tugas Akhir ini.
10. Senior Labo Struktur atas kesediaannya berdiskusi kak Ichsan Suryansyah,
kak Fuad Muhammad Mabrur dan kak Irwan Kala.
11. Teman-teman KKN Tematik DSM Bantaeng Gelombang 94 Desa Bonto
Maccini yang selalu memberi motivasi.
Semoga pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan Tugas Akhir ini
mendapatkan pahala disisi Allah SWT. Akhir kata semoga Tugas Akhir ini bisa
bermanfaat bagi semua pihak yang berkenan membaca dan mempelajarinya.
Gowa, 4 Agustus 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................... i
Lembar Pengesahan ....................................................................................... ii
Abstrak ........................................................................................................... iii
Abstract .......................................................................................................... iv
Kata Pengantar .............................................................................................. v
Daftar Isi ........................................................................................................ vii
Daftar Tabel ................................................................................................... x
Daftar Gambar ............................................................................................... xi
Daftar Notasi .................................................................................................. xiv
Daftar Lampiran ............................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1. 2. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1. 3. Batasan Masalah............................................................................. 2
1. 4. Tujuan Penelitian ........................................................................... 3
1. 5. Manfaat Penelitian ......................................................................... 3
1. 6. Sistematika Penulisan .................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI
2. 1. Perancangan Kapal ......................................................................... 5
2. 2. Sistem Konstruksi Kapal ................................................................ 9
2. 2. 1. Sistem Konstruksi Melintang
(Transverse Framing System) ................................................ 9
2. 2. 2. Sistem Konstruksi Memanjang
(Longitudinal Framing System) ............................................. 10
2. 2. 3. Sistem Konstruksi Kombinasi
(Mixed Framing System) ........................................................ 11
2. 2. 4. Struktur Kapal Kontainer ....................................................... 12
2. 3. Komponen Kekuatan Struktur Kapal ............................................. 17
2. 4. Puntiran .......................................................................................... 19
viii
2. 4. 1. Tegangan dan Regangan Akibat Momen Puntir .................... 19
2. 4. 2. Puntiran pada Kapal Kontainer .............................................. 19
2. 5. Pembebanan pada Konstruksi Kapal .............................................. 23
2. 6. Modulus Penampang dan Momen Inersia ...................................... 26
2. 6. 1. Modulus Penampang Tengah Kapal Minimum ..................... 26
2. 6. 2. Momen Inersia Penampang Tengah Kapal ............................ 27
2. 6. 3. Perhitungan Modulus Penampang.......................................... 27
2. 7. Tegangan Rancang ......................................................................... 28
2. 7. 1. Umum ..................................................................................... 28
2. 7. 2. Tegangan Normal akibat Momen Lengkung ......................... 28
2. 7. 3. Tegangan Geser ...................................................................... 30
2. 8. Beban Air Tenang yang Diizinkan ................................................. 31
2. 9. Kapal dengan Bukaan Geladak Besar ............................................ 32
2. 10. Metode Elemen Hingga................................................................ 33
2. 10. 1. Karakteristik Metode Elemen Hingga .................................. 33
2. 10. 2. Prosedur Metode Elemen Hingga ........................................ 33
2. 11. Tegangan, Regangan dan Elastisitas ............................................ 37
2. 11. 1. Tegangan (Stress) ................................................................. 37
2. 11. 2. Regangan (Strain) ................................................................ 39
2. 11. 3. Elastisitas ............................................................................. 39
2. 11. 4. Hubungan Antara Tegangan dan Regangan ......................... 41
2. 12. Stress Ratio .................................................................................. 42
2. 13. Ansys ............................................................................................ 42
BAB III METODE PENELITIAN
3. 1. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 44
3. 2. Teknik Pengumpulan Sumber Data ............................................... 44
3. 2. 1. Teknik Pengambilan Data ...................................................... 44
3. 2. 2. Jenis Data dan Sumber Data .................................................. 44
3. 2. 3. Teknik Analisa Data ............................................................... 45
3. 2. 4. Alur Pikir Penyelesaian Penelitian dan Definisi
Operasional ............................................................................ 46
ix
BAB IV PEMBAHASAN
4. 1. Penyajian Data ............................................................................... 48
4. 2. Pemodelan Struktur ........................................................................ 48
4. 3. Pengujian Geometri Model ............................................................ 51
4. 4. Perhitungan Beban ......................................................................... 52
4. 5. Perhitungan Distribusi Gaya .......................................................... 58
4. 5. 1. Momen Puntir Statis ............................................................... 59
4. 5. 2. Momen Puntir akibat Ombak ................................................. 60
4. 6. Pengujian Pembebanan pada Model .............................................. 60
4. 7. Analisa Struktur Kapal ................................................................... 61
4. 7. 1. Displacement (∆𝑢𝑥) ................................................................ 62
4. 7. 2. Rotasi (𝑅0𝑡𝑥) .......................................................................... 64
4. 7. 3. Tegangan Geser (𝜏) ................................................................ 66
4. 7. 4. Warping ................................................................................. 71
4. 8. Respon Struktur akibat Variasi Beban ........................................... 74
4. 8. 1. Displacement (∆𝑢𝑥) ................................................................ 75
4. 8. 2. Tegangan Geser (𝜏) ................................................................ 78
4. 9. Stress Ratio .................................................................................... 84
BAB V PENUTUP
5. 1. Kesimpulan .................................................................................... 85
5. 2. Saran ............................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1. Kombinasi Kasus Beban dan Tegangan....................................... 31
Tabel 4. 1. Nilai momen puntir statis (MST) pada setiap x
L (0 – 1) ................. 53
Tabel 4. 2. Nilai momen puntir akibat ombak (MWT) pada setiap x
L (0 – 1) ... 57
Tabel 4. 3. Nilai displacement (∆𝑢𝑥) yang terjadi pada model akibat beban
momen puntir statis dan beban momen puntir akibat ombak ...... 64
Tabel 4. 4. Nilai rotasi (𝑅0𝑡𝑥) yang terjadi pada model akibat beban
momen puntir statis dan beban momen puntir akibat ombak ...... 66
Tabel 4. 5. Nilai tegangan geser terhadap bidang xy (𝜏𝑥𝑦) yang terjadi
pada model akibat beban momen puntir statis dan beban
momen puntir akibat ombak ........................................................ 68
Tabel 4. 6. Nilai tegangan geser terhadap bidang xz (𝜏𝑥𝑧) yang terjadi
pada model akibat beban momen puntir statis dan beban
momen puntir akibat ombak ........................................................ 70
Tabel 4. 7. Nilai warping yang terjadi pada model akibat beban momen
puntir statis dan beban momen puntir akibat ombak ................... 72
Tabel 4. 8. Nilai variasi beban momen puntir ................................................ 74
Tabel 4. 9. Nilai displacement (∆𝑢𝑥) pada setiap variasi pembebanan .......... 76
Tabel 4. 10. Selisih sudut elevasi kurva displacement (∆𝑢𝑥) - beban ............ 77
Tabel 4. 11. Nilai tegangan geser xy (𝜏𝑥𝑦) pada setiap variasi
pembebanan................................................................................ 79
Tabel 4. 12. Selisih sudut elevasi kurva tegangan geser xy (𝜏𝑥𝑦) - beban ..... 80
Tabel 4. 13. Nilai tegangan geser xz (𝜏𝑥𝑧) pada setiap variasi
pembebanan................................................................................ 82
Tabel 4. 14. Selisih sudut elevasi kurva tegangan geser xz (𝜏𝑥𝑧) - beban ..... 83
Tabel 4. 15. Nilai stress ratio tegangan geser xy dan xz (𝜏𝑥𝑦 dan 𝜏𝑥𝑧)
akibat beban momen puntir statis maupun beban momen
puntir akibat ombak.................................................................... 84
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1. Kapal Kontainer ....................................................................... 5
Gambar 2. 2. Bagian khas dari Kapal Kontainer ........................................... 6
Gambar 2. 3. Kapal Kontainer ukuran kecil .................................................. 6
Gambar 2. 4. Kapal Kontainer dengan muatan yang ditempatkan di bawah
geladak dan pada geladak......................................................... 7
Gambar 2. 5. Struktur double side hull pada Kapal Kontainer ...................... 7
Gambar 2. 6. Kotak puntir (torsion boxes) dipasang pada struktur doubel
side hull .................................................................................... 8
Gambar 2. 7. Kapal Kontainer ukuran besar tanpa alat bongkar muat .......... 8
Gambar 2. 8. Kapal Kontainer ukuran kecil yang dilengkapi dengan crane
sendiri ....................................................................................... 9
Gambar 2. 9. Sistem konstruksi memanjang .................................................. 11
Gambar 2. 10. Sistem konstruksi kombinasi .................................................. 12
Gambar 2. 11. Daerah yang perlu mendapat perhatian pada perancangan
struktur Kapal Konatiner ........................................................ 13
Gambar 2. 12. Penampang midship Kapal Kontainer .................................... 14
Gambar 2. 13. Tipe sudut palka dengan deck insert radius 300 mm ............. 15
Gambar 2. 14. Tipe desain elips dengan radius 900 mm ............................... 16
Gambar 2. 15. Desain tipe keyhole untuk sudut dengan tegangan sangat
tinggi ...................................................................................... 16
Gambar 2. 16. Tipe penampang pada Kapal Kontainer ................................. 20
Gambar 2. 17. Penampang Kapal Kontainer dengan dan tanpa penutup
palka ....................................................................................... 21
Gambar 2. 18. Kapal Kontainer dengan geladak terbuka mengalami
puntiran .................................................................................. 21
Gambar 2. 19. Kapal bergerak pada arah gelombang yang miring ................ 22
Gambar 2. 20. Beban puntir yang dihasilkan dari pengaruh gaya
gelombang, beban muatan dan keseimbangan letak pusat
geser ....................................................................................... 23
Gambar 2. 21. Lambung kapal mengalami beban puntir pada beberapa
xii
bagian panjangnya saat bergerak pada arah datang
gelombang yang miring.......................................................... 23
Gambar 2. 22. Pembebabnan asimetri pada penampang kapal ...................... 24
Gambar 2. 23. Distribusi pembebanan puntir sepanjang badan kapal ........... 24
Gambar 2. 24. Faktor distribusi cT1 dan cT2 untuk momen puntir .................. 25
Gambar 2. 25. Faktor distribusi cWT ............................................................... 27
Gambar 2. 26. Faktor koreksi fr dan faktor distribusi cu ................................ 30
Gambar 2. 27. Konsep dasar metode elemen hingga ..................................... 33
Gambar 2. 28. Model elemen hingga pada Kapal Kontainer 9200 TEU ....... 34
Gambar 2. 29. Prosedur untuk mendapatkan persamaan kekakuan ............... 34
Gambar 2. 30. Rangkaian perhitungan metode elemen hingga ..................... 35
Gambar 2. 31. Prosedur analisis metode elemen hingga ............................... 35
Gambar 2. 32. Elemen satu dimensi............................................................... 36
Gambar 2. 33. Elemen segitiga, segiempat dan quadrilateral ........................ 36
Gambar 2. 34. Elemen tiga dimensi hexahedron dan tetrahedron ................ 37
Gambar 2. 35. Diagram tegangan-regangan untuk material lentur ................ 41
Gambar 3. 1. Alur pikir penelitian ................................................................. 47
Gambar 4. 1. Konstruksi membujur (profile) Kapal Kontainer ..................... 49
Gambar 4. 2. Konstruksi melintang (midship) Kapal Kontainer ................... 49
Gambar 4. 3. Penempatan koordinat pada model struktur kapal ................... 51
Gambar 4. 4. Kurva faktor distribusi CT1 dan CT2 untuk momen puntir
statis ......................................................................................... 53
Gambar 4. 5. Kurva momen puntir sepanjang kapal ...................................... 54
Gambar 4. 6. Kurva faktor distribusi CWT ...................................................... 56
Gambar 4. 7. Kurva momen puntir akibat ombak sepanjang kapal ............... 57
Gambar 4. 8. Peletakan beban dan tumpuan .................................................. 59
Gambar 4. 9. Reaksi tumpuan akibat momen puntir statis ............................ 60
Gambar 4. 10. Reaksi tumpuan momen puntir akibat ombak ........................ 61
Gambar 4. 11. Titik tinjau terhadap displacement (∆𝑢𝑥), rotasi (𝑅𝑜𝑡𝑥),
tegangan geser (𝜏𝑥𝑦 dan 𝜏𝑥𝑧𝑦) pada struktur kapal ................ 62
Gambar 4. 12. Displacement (∆𝑢𝑥) akibat beban momen puntir statis .......... 63
Gambar 4. 13. Displacement (∆𝑢𝑥) akibat beban momen puntir akibat
xiii
ombak ..................................................................................... 63
Gambar 4. 14. Rotasi (𝑅0𝑡𝑥) akibat beban momen puntir statis .................... 65
Gambar 4. 15. Rotasi (𝑅0𝑡𝑥) akibat beban momen puntir akibat ombak ....... 65
Gambar 4. 16. Posisi tegangan geser maksimum dan minimum terhadap
bidang xy akibat beban momen puntir statis .......................... 67
Gambar 4. 17. Posisi tegangan geser maksimum dan minimum terhadap
bidang xy akibat beban momen puntir akibat ombak ............ 68
Gambar 4. 18. Posisi tegangan geser maksimum dan minimum terhadap
bidang xz akibat beban momen puntir statis .......................... 70
Gambar 4. 19. Posisi tegangan geser maksimum dan minimum terhadap
bidang xz akibat beban momen puntir akibat ombak............. 70
Gambar 4. 20. Titik tinjau pada saat kapal mengalami warping akibat
beban momen puntir .............................................................. 72
Gambar 4. 21. Warping yang terjadi akibat beban momen puntir statis ........ 73
Gambar 4. 22. Warping yang terjadi akibat beban momen puntir akibat
ombak .................................................................................... 73
Gambar 4. 23. Titik pada displacement (∆𝑢𝑥) terbesar .................................. 75
Gambar 4. 24. Kurva kecenderungan respon struktur kapal terhadap
displacement (∆𝑢𝑥) pada setiap variasi pembebanan ............. 76
Gambar 4. 25. Titik pada tegangan geser xy (𝜏𝑥𝑦) terbesar ........................... 79
Gambar 4. 26. Kurva kecenderungan respon struktur kapal terhadap
tegangan geser xy (𝜏𝑥𝑦) pada setiap variasi pembebanan ...... 80
Gambar 4. 27. Titik pada tegangan geser xz (𝜏𝑥𝑧) terbesar ........................... 82
Gambar 4. 28. Kurva kecenderungan respon struktur kapal terhadap
tegangan geser xz (𝜏𝑥𝑧) pada setiap variasi pembebanan ...... 82
xiv
DAFTAR NOTASI
A = Luas penampang (mm2)
E = Modulus Elastisitas (Modulus Young) (N/mm2)
𝜎 = Tegangan (N/mm2)
𝜏 = Tegangan geser (N/mm2)
𝜀 = Regangan normal
𝛾 = Regangan geser
𝜀0 = Regangan awal
υ = Poisson ratio
∆ = Ubah bentukan aksial total (mm)
L = panjang batang (mm)
{ } = Vektor kolom
[ ] = Matriks
| | = Nilai mutlak
𝛴 = Penjumlahan
𝜏𝑥𝑦 = Tegangan geser yang bekerja pada bidang xy (N/mm2)
𝜏𝑥𝑧 = Tegangan geser yang bekerja pada bidang xz (N/mm2)
∆𝑢𝑥 = Displacement atau pergeseran titik terhadap arah sumbu x (mm)
𝑅0𝑡𝑥 = Rotasi titik terhadap sumbu x (rad)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A : PERHITUNGAN NEUTRAL AXIS MODEL
LAMPIRAN B : GAMBAR KONSTRUKSI MIDSHIP
LAMPIRAN C : GAMBAR KONSTRUKSI PROFILE
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kapal adalah sarana transportasi laut yang mempunyai peranan sangat
penting dalam menunjang perekonomian suatu wilayah. Fungsi kapal sebagai
sarana transportasi utamanya untuk mengangkut barang, masih sangat dibutuhkan
karena selain dapat mengangkut muatan dalam jumlah besar juga biayanya lebih
murah dibanding moda transportasi lain. Kebutuhan akan adanya kapal sebagai
sarana transportasi sangat diperlukan tergantung dari jumlah maupun jenis kapal
yang sesuai dengan kebutuhan wilayah tersebut. Jenis kapal sangat penting karena
fungsi kapal untuk mengangkut harus sesuai dengan potensi wilayah pelayarannya.
Dalam perkembangannya struktur suatu kapal dapat diubah atau
dimodifikasi apabila tidak sesuai lagi dengan fungsinya, dengan demikian maka
muncullah persoalan baru apakah desain kapal tersebut masih memenuhi faktor
teknisnya atau tidak?
Dalam kondisi operasionalnya, kapal akan mengalami berbagai kondisi
yang mempengaruhi kekuatan struktur kapal baik diakibatkan oleh faktor internal
seperti pengesaran muatan maupun faktor eksternal seperti pengaruh gelombang.
Desain suatu kapal juga berpengaruh terhadap respon daripada struktur kapal
tersebut apabila mengalami gaya, baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun
eksternal. Adapun tolak ukur yang dijadikan patokan struktur suatu kapal dikatakan
memenuhi faktor teknis yaitu apabila tegangan maksimum yang terjadi pada
struktur kapal pada saat beroperasi pada kondisi kritis masih lebih kecil daripada
tegangan maksimum material yang digunakan sebagai komponen penyusun
konstruksi kapal tersebut.
Dalam operasinya di laut, kapal akan menghadapi kondisi laut yang
bergelombang sehingga akan mengalami kondisi hogging maupun sagging, namun
untuk kapal dengan bukaan geladak yang besar seperti Kapal Kontainer tidak hanya
mengalami tegangan bending akibat hogging dan sagging tetapi juga mengalami
puntiran baik akibat pergesaran muatan maupun akibat gelombang dari samping
(quartering seas), sehingga sangatlah diperlukan untuk menganalisis kekuatan
2
konstruksi memanjang kapal akibat puntiran utamanya kapal dengan bukaan
geladak yang besar seperti Kapal Kontainer, dimana besarnya tegangan yang terjadi
harus lebih kecil daripada tegangan maksimum struktur.
KM. Sejahtera 27 merupakan kapal hasil modifikasi dari Kapal General
Cargo menjadi Kapal Kontainer sesuai permintaan pemilik kapal. Perubahan jenis
kapal dari Kapal General Cargo menjadi Kapal Kontainer secara otomatis
membuat konstruksi kapal berubah sehingga secara teoritis akan mempengaruhi
kekuatan memanjang kapal khususnya kekuatan puntirnya. Sehingga untuk
mengetahui apakah konstruksi kapal masih memenuhi persyaratan dan untuk
mengantisipasi kegagalan struktur kapal akibat dari berubahnya konstruksi kapal
yang disebabkan oleh perubahan fungsinya maka diajukanlah penelitian dengan
judul “Analisis Kekuatan Puntiran Longitudinal Kapal yang Dimodifikasi dari
General Cargo ke Kontainer”.
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat disusun
rumusan masalah, sebagai berikut:
a. Bagaimana perubahan beban struktur yang bekerja pada kapal setelah
modifikasi dari Kapal General Cargo menjadi Kapal Kontainer?
b. Bagaimana respon struktur kapal setelah dimodifikasi apabila mengalami
puntiran?
c. Bagaimana kecenderungan respon struktur kapal setelah dimodifikasi
apabila mengalami puntiran dengan beban yang bervariasi?
d. Bagaimana stress ratio dari struktur kapal setelah modifikasi yang
mengacu pada Rules BKI?
1. 3 Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas dan keluar dari substansi
judul, maka dibuat beberapa batasan masalah, yaitu:
a. Dalam menganalisis, tegangan yang dijadikan acuan sebagai standar
kelayakan struktur kapal adalah tegangan izin puntiran berdasarkan rules
BKI setelah kapal dimodifikasi.
b. Beban diasumsikan quasi statis.
3
c. Analisa struktur hanya dilakukan sepanjang ruang muat kapal atau yang
mengalami perubahan konstruksi.
d. Analisa kekuatan puntiran longitudinal kapal dilakukan setelah kapal
dimodifikasi.
e. Konstruksi yang dianalisis yaitu sepanjang ruang muat kapal atau mulai
sekat kamar mesin sampai sekat ceruk haluan dan tanpa memperhitungkan
konstruksi yang mengikat di belakang sekat kamar mesin dan di depan sekat
ceruk haluan.
f. Tegangan yang dianalisa hanya tegangan puntir.
1. 4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
a. Mengetahui perubahan beban struktur memanjang kapal sebagai akibat dari
hasil modifikasi kapal.
b. Mengetahui respon struktur kapal hasil modifikasi apabila mengalami
puntiran.
c. Mengetahui kecenderungan respon struktur kapal hasil modifikasi apabila
mengalami puntiran dengan beban yang bervariasi.
d. Mengetahui stress ratio dari struktur Kapal Kontainer setelah kapal
dimodifikasi yang mengacu pada rules BKI.
1. 5 Manfaat Penelitian
Setelah mengetahui latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah dan
tujuan penelitian maka dapat dijelaskan manfaat daripada penelitian ini, yaitu:
a. Sebagai acuan kelayakan struktur kapal setelah dilakukan modifikasi.
b. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang mempunyai hubungan
yang relevan dengan judul penelitian ini.
c. Sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk kelulusan pada jenjang
sarjana.
1. 6 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai
berikut :
4
Bab I Pendahuluan, pada bab ini diuraikan tentang latar belakang pelitian, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori, pada bab ini dibahas mengenai teori yang berhubungan
dengan judul penelitian, gambaran umum kapal General Cargo, Kapal Kontainer,
perubahan konstruksi kapal setelah modifikasi dari kapal General Cargo menjadi
Kapal Kontainer, beban struktur kapal, tegangan (tegangan puntir), regangan dan
ansys.
Bab III Metode Penelitian, bab ini diberikan gambaran tentang teori yang
digunakan untuk mendapatkan data penelitian dan cara menganalisa data.
Bab IV Hasil Dan Pembahasan, bab ini disajikan hasil penelitian dari pengolahan
data serta pembahasannya yaitu perhitungan kekuatan memanjang struktur kapal
dalam hal ini perhitungan tegangan puntir yang terjadi akibat beban momen puntir
statis (MST) dan momen puntir akibat ombak (MWT).
Bab V Penutup, bab ini diuraikan simpulan dan penutup.
.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2. 1 Perancangan Kapal
Kapal Kontainer
Kapal Kontainer adalah kapal kargo yang dirancang untuk mengangkut
muatan dalam wadah (kontainer). Kamar mesin dan ruang akomodasi biasanya
terletak di belakang agar panjang maksimum badan kapal dapat digunakan untuk
penyimpanan kontainer, lihat Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Kapal Kontainer
(Sumber : Shama, 2013)
Kontainer adalah sebuah kotak yang dapat digunakan kembali yang
memiliki panjang 6055,9125 dan 12190 mm. Kebanyakan kontainer yang
digunakan saat ini mempunyai ukuran panjang 40 feet. Kontainer digunakan untuk
mengangkut barang yang umum termasuk barang yang didinginkan.
Bagian kapal yang membawa muatan dibagi menjadi beberapa bagian.
Bagian kapal meliputi perencanaan tangki sayap (wing tank) untuk memberikan
tambahan kekuatan longitudinal pada lambung kapal dan ruang untuk tambahan
kapasitas ballast, lihat Gambar 2. 2. Penanganan kontainer hanya terdiri dari
gerakan vertikal muatan di dalam palka.
Bukaan geladak diambil lebar penuh bagian dalam dan panjang ruang muat.
Dasar ganda (double bottom) adalah komponen struktur utama yang memberikan
kekuatan longitudinal dan juga diperlukan untuk tambahan tempat ballast. Tangki-
tangki sayap (wing tanks) dapat digunakan untuk tempat air ballast dan juga dapat
diatur untuk mencegah kemiringan kapal (stabilitas) pada saat pemuatan. Kapal
Kontainer ukuran kecil dirancang dengan struktur single hull, lihat Gambar 2. 3.
6
Gambar 2. 2 Bagian khas dari Kapal Kontainer
(Sumber : Shama, 2013)
Gambar 2. 3 Kapal Kontainer ukuran kecil
(Sumber : Shama, 2013)
Kapasitas muatan kapal diukur dengan Twenty Equivalent Unit (TEU),
ukuran standar kontainer 20 feet mempunyai ukuran 20 x 8,0 x 8,5 feet (6,1 x 2,4 x
2,6 m).
Kontainer ditempatkan di bawah geladak pada ruang muat kapal dan juga
dapat ditumpuk di atas geladak dengan kepadatan yang rendah, lihat Gambar 2. 4.
Struktur double side hull pada Kapal Kontainer selain untuk menambah
kekuatan lambung kapal juga dibagi menjadi kompartemen kedap air yang dapat
digunakan sebagai tangki ballast, lihat Gambar 2. 5. Kapal Kontainer memiliki
bukaan geladak yang besar, lihat Gambar 2. 5. Bukaan geladak yang besar ini
7
memiliki efek yang dapat merusak lambung kapal apabila mengalami puntiran.
Apabila kekakuan puntir tidak kuat dapat menyebabkan warping yang besar
sehingga perlu sudut pada bukaan geladak perlu diperkuat. Untuk menambah
kekakuan puntir maka pada struktur double side hull diberikan kotak puntir (torsion
boxes), lihat Gambar 2. 6.
Gambar 2. 4 Kapal Kontainer dengan muatan yang ditempatkan di bawah
geladak dan pada geladak
(Sumber : Shama, 2013)
Gambar 2. 5 Struktur double side hull pada Kapal Kontainer
(Sumber : Shama, 2013)
Kapal Kontainer ukuran besar tidak membawa alat angkat sendiri, lihat
Gambar 2. 7. Bongkar muat Kapal Kontainer ukuran besar hanya dapat dilakukan
di pelabuhan yang memiliki crane yang memadai.
Kapal yang lebih kecil dengan kapasitas hingga 3.000 TEU sering
dilengkapi dengan crane sendiri, lihat Gambar 2. 8.
8
Gambar 2. 6 Kotak puntir (torsion boxes) dipasang pada struktur double
side hull
(Sumber : Shama, 2013)
Gambar 2. 7 Kapal Kontainer ukuran besar tanpa alat bongkar muat
(Sumber : Shama, 2013)
Untuk menghindari muatan yang berada di atas palka bergerak ataupun
jatuh kelaut pada saat pelayaran, maka muatan yang berada di atas palka diikat ke
kapal sehingga walaupun kapal melalui badai dengan gelombang yang tinggi
selama pelayaran muatan tetap pada tempatnya dan tidak terjatuh ke laut.
Ada 3 cara yang biasa digunakan untuk mengikat kontainer yaitu:
Sistem lashing ke badan kapal dengan menggunakan kabel baja, batang
pengikat atau rantai yang dapat dikencangkan.
Sistem kunci yang biasa disebut twist lock yang mengunci 2 kontainer yang
berdampingan atau yang berada di atasnya.
Sistem butress, biasanya digunakan di Kapal Kontainer yang besar, yang
merupakan perangkat penyangga yang menghalangi kontainer bergeser
pada saat berlayar, penyangga dipasang sebelum berlayar, setelah semua
kontainer selesai dimuat (Wikipedia, 2017).
9
Gambar 2. 8 Kapal Kontainer ukuran kecil yang dilengkapi dengan crane
sendiri
(Sumber : Shama, 2013)
2. 2 Sistem Konstruksi Kapal
Konstruksi kapal merupakan proses pembangunan kapal di galangan kapal
yang didahului oleh desain dan dilanjutkan dengan pembangunan konstruksi yang
diawali dengan peletakan lunas, dilanjutkan dengan konstruksi rangka/gading-
gading, geladak, anjungan dan kulit kapal.
2. 2. 1 Sistem Konstruksi Melintang (Transverse Framing System)
Dalam sistem ini gading-gading(frame) dipasang vertikal (mengikuti
bentuk body plan) dengan jarak antara (spacing), ke arah memanjang kapal, satu
sama lain yang rapat. Pada geladak, baik geladak kekuatan maupun geladak-
geladak lainnya, dipasang balok-balok geladak (deck beam) dengan jarak antara
yang sama seperti jarak antara gading-gading. Ujung-ujung masing-masing balok
geladak ditumpu oleh gading-gading yang terletak pada vertikal yang sama. Pada
alas dipasang wrang-wrang dengan jarak yang sama pula denga jarak antara gading-
gading sedemikian rupa sehingga masing-masing wrang, gading-gading dan balok
geladak membentuk sebuah rangkaian yang saling berhubungan dan terletak pada
satu bidang vertikal sesuai dengan penampang melintang kapal pada tempat yang
bersangkutan. Jadi, sepanjang kapal berdiri rangkaian-rangkaian (frame ring) ini
dengan jarak antara yang rapat sebagaimana disebutkan di atas. Rangkaian ini
hanya ditiadakan apabila pada tempat yang sama telah dipasang sekat melintang
atau rangkaian lain, yaitu gading-gading besar.
Gading-gading besar (web frame) adalah gading-gading yang mempunyai
bilah (web) yang sangat besar (dibandingkan bilah gading-gading utama). Gading-
gading besar ini dihubungkan pula ujung-ujungnya dengan balok geladak yang
10
mempunyai bilah yang juga besar (web beam). Gading-gading besar ini umumnya
hanya ditempatkan pada ruangan-ruangan tertentu (misalnya kamar mesin), tetapi
juga di dalam ruang muat bila memang diperlukan sebagai tambahan penguatan
melintang.
Sekat-sekat melintang, gading-gading (utama maupun besar), balok-balok
geladak (utama maupun besar) merupakan unsur-unsur penguatan melintang badan
kapal.
Elemen-elemen yang dipasang membujur dalam sistem melintang ini hanyalah :
Pada alas : penumpu tengah (center girder) dan penumpu samping (side
girder)
Pada sisi : senta sisi (side stringer)
Pada geladak : penumpu geladak (deck girder atau carling)
2. 2. 2 Sistem Konstruksi Memanjang (Longitudinal Framing System)
Dalam sistem ini gading-gading utama dipasang vertikal, tetapi dipasang
membujur pada sisi kapal dengan jarak antara, diukur ke arah vertikal. Gading-
gading ini (pada sisi) dinamakan pembujur sisi (side longitudinal). Pada setiap jarak
tertentu dipasang gading besar, sebagaimana gading besar pada sistem melintang,
yang disebut pelintang sisi (side transverse).
Pada alas dan alas dalam juga dipasang pembujur-pembujur seperti
pembujur-pembujur sisi tersebut di atas dengan jarak antara yang sama pula seperti
jarak antara pembujur-pembujur sisi. Pembujur-pembujur ini dinamakan pembujur-
pembujur alas (bottom longitudinal) dan pada alas dalam, pembujur alas dalam
(inner bottom longitudinal). Pada alas juga dipasang wrang-wrang dan
dihubungkan pada pelintang-pelintang sisi. Tetapi pada umumnya tidak pada tiap
pelintang sisi. Wrang-wrang pada sistem membujur juga dinamakan pelintang alas
(bottom transverse). Penumpu tengah dan penumpu samping sama halnya seperti
pada sistem melintang.
Pada geladak juga dipasang pembujur-pembujur seperti halnya pembujur-
pembujur yang lain tersebut di atas, pembujur-pembujur ini dinamakan pembujr
geladak (deck longitudinal). Balok-balok geladak dengan bilah yang besar dipasang
pada setiap pelintang sisi dan disebut pelintang geladak (deck transverse).
11
Konstruksi lainnya (penumpu geladak, sekat dan sebagainya) sama seperti
halnya pada sistem melintang.
Dengan demikian terlihat bahwa dalam sistem membujur elemen-elemen
kerangka yang dipasang membujur jauh lebih banyak jumlahnya daripada yang
merupakan penguatan melintang, lihat Gambar 2. 9.
Gambar 2. 9 Sistem konstruksi memanjang
(Sumber : Eyres, 2001)
2. 2. 3 Sistem Konstruksi Kombinasi (Mixed Framing System)
Sistem kombinasi ini diartikan bahwa sistem melintang dan siste membujur
dipakai bersama-sama dalam badan kapal. Dalam sistem ini geladak dan alas dibuat
menurut sistem membujur sedangkan sisinya menurut sistem melintang. Jadi, sisi-
sisinya diperkuat dengan gading-gading melintang dengan jarak antara yang rapat
seperti halnya dalam gading melintang, sedangkan alas dan geladaknya diperkuat
dengan pembujur-pembujur. Dengan demikian maka dalam mengikuti peraturan
klasifikasi (rules) sisi-sisi kapal tunduk pada ketentuan yang berlaku untuk sistem
melintang, sedangkan alas dan geladaknya mengikuti ketentuan yang berlaku untuk
sistem membujur, untuk hal-hal yang memang diperlukan secara terpisah, lihat
Gambar 2. 10.
12
2. 2. 4 Struktur Kapal Kontainer
Struktur Kapal Kontainer dirancang untuk mampu menahan beban muatan
kontainer yang berdimensi tetap dan untuk menyediakan fitur-fitur khusus yang
memfasilitasi penyimpanan muatan seperti bukaan geladak yang besar. Beberapa
komponen struktur perlu dirancang dengan teliti untuk menghindari masalah dalam
pengoperasiannya. Gambar 2. 11 menunjukkan beberapa pontesi masalah pada
struktur Kapal Kontainer.
Gambar 2. 10 Sistem konstruksi kombinasi
(Sumber : Eyres, 2001)
1) Penampang midship
Tipikal Kapal Kontainer modern memiliki struktur double hull di
daerah midship. Gambar 2. 12 menunjukkan penampang midship pada
Kapal Kontainer Panamax. Tempat yang dibatasi oleh sekat memanjang di
bawah geladak digunakan sebagai tempat penyimpanan kontainer dan
merupakan batas bukaan geladak. Besarnya bukaaan gekadak yang ada
menyebabkan berkurangnya kekakuan puntir pada Kapal Kontainer.
Pada double bottom, jarak longitudinal side girder sejajar dengan
jarak kontainer di atasnya yang terletak di dalam ruang muat. Sehingga
13
kontainer ditempatkan ditempat yang terdapat penumpu di bawahnya. Side
girder dan wrang membentuk sebuah struktur yang berfungsi untuk
menahan beban muatan kontainer dan gaya hidrostatik dari luar antar sekat-
sekat. Demikian pula dengan web frame dan stringers pada struktur sisi
berfungsi untuk menahan beban dari sisi kapal antar sekat-sekat.
Gambar. 2. 11 Daerah yang perlu mendapat perhatian pada perancangan
struktur Kapal Kontainer
(Sumber : Lamb, 2003)
2) Longitudinal box girder
Kekuatan memanjang didukung oleh box girder yang menerus
sepanjang bukaan geladak dan dibuat menggunakan pelat tebal.
Longitudinal box girder ditempatkan pada bukaan geladak, sheer strake,
upper strake pada sekat memanjang dan second deck. Jumlah baja tegangan
tinggi yang digunakan pada penampang midship bervariasi. Biasanya baja
tegangan tinggi digunakan pada struktur longitudinal box girder.
3) Longitudinal hatch coamings
Longitudinal hatch coamings mengalami tegangan dan defleksi
yang besar karena jaraknya dari sumbu netral. Coaming yang menerus akan
memberikan pengaruh terhadap kekuatan memanjang dan memungkinkan
14
pengurangan terhadap ketebalan pelat main deck. Sehingga desain kapal
modern sekaran menggunakan longitudinal hatch coaming yang menerus.
Hal ini penting untuk merancang coaming dengan kontinuitas yang
baik, sudut radius untuk menghindari retak. Tegangan material yang
digunakan harus setara atau lebih tinggi daripada tegangan material yang
digunakan pada main deck.
Gambar 2. 12 Penampang midship Kapal Kontainer
(Sumber : Lamb, 2003)
4) Longitudinal hatch girder
Kapal Kontainer biasanya memiliki dua atau tiga penutup palka
yang mencakup seluruh bukaan geladak. Ini diperlukan satu atau dua
longitudinal hatch girder untuk menopang sisi kapal.
Girder yang menerus harus dirancang dengan perhatian khusus yang
digunakan sebagai koneksi antar sekat melintang karena kecenderungan
untuk retak pada daerah ini cukup besar. Girder yang tidak menerus
digunakan untuk menghindari potensi keretakan ini, tetapi menimbulkan
masalah desain terhadap sambungan.
5) Hatch corner
Defleksi sudut besar pada bukaan geladak disebabkan oleh momen
puntir yang bekerja pada bagian bukaan pada Kapal Kontainer sehingga
15
menyebabkan regangan yang besar pada sudut lubang palka pada main deck.
Sehingga desain struktur ini merupakan salah satu yang paling penting
dalam perancangan Kapal Kontainer.
Contoh desain sudut palka yang umum digunakan, lihat Gambar 2. 13, 2. 14
dan 2. 15.
6) Transverse bulkhead design
Transverse bulkhead pada ruang muat dirancang untuk membatasi
antar ruang muat pada kapal selain itu juga sebagai penguat pada struktur
double bottom dan sisi. Pada Kapal Kontainer tidak setiap transverse
bulkhead harus kedap air. Transverse bulkhead sering dirancang dengan
pelat datar dan diberi stiffener sebagai penegar dengan elemen struktur
utama diatur sesuai untuk penyimpanan kontainer di bawah geladak.
Gambar 2. 13 Tipe sudut palka dengan deck insert radius 300 mm
(Sumber : Lamb, 2003)
7) Stepped hold structure at vessel end
Ruang pada bagian ujung kapal, terutama bagian depan, memiliki
bentuk yang berbeda. Perbedaan ukuran yaitu pada tempat penyimpanan
kontainer yang disebabkan oleh banyaknya struktur pelat datar, stringer,
transverse web dan intermittent longitudinal bulkhead. Untuk menghindari
kegagalan struktur akibat diskontinuitas struktur, stringer dan pelat datar
harus dipasang sejauh mungkin. Struktur ini harus sejajar dengan struktur
16
pelat datar dan stringer pada konstruksi bow dan midship. Pada setiap sudut
harus dipasang bracket.
Gambar 2. 14 Tipe desain elips dengan radius 900 mm
(Sumber : Lamb, 2003)
Gambar 2. 15 Desain tipe keyhole untuk sudut dengan tegangan sangat
tinggi
(Sumber : Lamb, 2003)
17
8) Structural transitions
Defleksi yang besar pada lambung kapal akibat pembebanan yang
tinggi dan berulang serta kapal dengan kecepatan yang tinggi, sehingga
untuk meminimalisir berat nadan kapal digunakan baja tegangan tinggi
sebagai akibatnya desain struktur transisi harus baik. Adapun struktur
transisi yang perlu mendapat perhatian yang baik, yaitu :
Ujung longitudinal box girder
Sambungan longitudinal hatch girder dengan bulkhead
Ujung double bottom longitudinal side girders
Longitudinal coaming transitions and terminations
Transisi dari gading memanjang ke gading melintang
Ujung geladak, flats, stringers dan longitudinal bulkhead pada
stepped holds.
2. 3 Komponen Kekuatan Struktur Kapal
Salah satu aspek terpenting dalam mendesain suatu kapal adalah kekuatan
kapal. kekuatan kapal berhubungan dengan kemampuan struktur kapal untuk dapat
bertahan oleh beban yang bekerja pada kapal, baik beban internal dari kapal itu
sendiri maupun beban eksternal. Salah satu parameter kekuatan yang paling penting
adalah kekuatan memanjang (longitudinal strength) pada kapal. kekuatan
memanjang ini dipengaruhi oleh tekanan membujur yang terjadi pada badan kapal.
Kekuatan memanjang (longitudinal strength) pada kapal adalah
perhitungan kekuatan kapal secara membujur untuk menopang beban muatan dan
beban kapal itu sendiri ketika berlayar pada kondisi air tenang maupun air
bergelombang. Kekuatan memanjang (longitudinal strength) menjadi salah satu
persyaratan klasifikasi untuk kapal-kapal dengan panjang lebih dari 65 m.
Perhitungan kekuatan memanjang tergantung pada ukuran kapal dan ukuran profil
maupun pelat (scantling) yang digunakan pada kapal. Ukuran profil dan pelat
(scantling) inilah yang selanjutnya dihitung inersianya untuk mendapatkan
besarnya tegangan dan momen yang dialami kapal karena beban muatan dan
gelombang. Besarnya inersia dihitung berdasarkan penampang melintang (terhadap
sumbu y kapal) pada scantling section/ frame yang dianalisa.
18
Adapun komponen struktur yang berpengaruh dalam perhitungan kuatan
memanjang kapal, yaitu :
1) Penumpu tengah (centre girder)
Penumpu tengah (centre girder) adalah pelat yang dipasang vertikal
arah membujur kapal tepat pada bidang paruh (centre line) kapal. Dalam
alas ganda, tinggi penumpu tengah ini merupakan tinggi alas ganda. Dalam
alas tunggal, penumpu alas ini dinamakan lunas dalam (keelson). Penumpu
alas ini memotong wrang-wrang tepat pada bidang paruh (centre line).
2) Penumpu samping (side girder)
Penumpu samping (side girder) adalah pelat yang dipasang vertikal
arah membujur kapal disebelah kanan dan kiri penumpu tengah pada kapal.
Suatu kapal dapat memiliki satu atau lebih penumpu sampung, tergantung
lebarnya, pada setiap sisi penumpu tengah kapal dapat juga tidak memiliki
penumpu samping.
3) Senta sisi (side stringer)
Senta sisi (side stringer) pada umumnya dipasang pada tempat-
tempat tertentu seperti di dalam ruang muat, tergantung kebutuhan
setempat. Jarak antar senta sisi demikian tergantung kebutuhan, terkecuali
untuk ruang kamar mesin, ceruk haluan dan ceruk buritan dibatasi minimum
2,6 m (Rules Biro Klasifikasi Indonesia).
4) Penumpu geladak (deck girder)
Penumpu geladak (deck girder) dipasang tepat pada bidang paruh
(centre line) kapal dan atau menerus dengan penumpu mebujur lubang palka
yaitu penumpu-penumpu yang tepat berada di bawah ambang palka secara
membujur.
5) Pelat
Merupakan pelat yang dipasang sepanjang arah membujur kapal
pada keel, bottom, bilga, sisi dan geladak yang berfungsi sebagai salah satu
komponen kekuatan memanjang kapal.
19
2. 4 Puntiran
Puntiran atau torsi adalah suatu kondisi yang dialami oleh suatu benda yang
terjadi sebagai akibat adanya gaya yang bekerja berlawanan arah terhadap kedua
ujung ujugnya.
Kopel-kopel yang menghasilkan pemuntiran terhadap sebuah benda disebut
momen putar (torque) atau momen puntir (twisting moment). Momen sebuah kopel
sama dengan hasil kali salah satu gaya dari pasangan gaya ini dengan jarak antara
garis kerja dari masing-masing gaya.
2. 4. 1 Tegangan dan Regangan Akibat Momen Puntir
1) Tegangan geser
Tegangan geser adalah intesitas gaya yang bekerja sejajar dengan
bidang dari luas permukaan. Persamaan umum tegangan geser pada
sebatang titik dengan jarak r dari pusat penampang adalah :
𝜏𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑇𝑟
𝐽 ............................................................................(2-1)
2) Regangan geser
Regangan geser adalah perbandingan tegangan geser yang terjadi
dengan modulus elastisitasnya.
𝛾 = 𝜏
𝐺 ........................................................................................(2-2)
Dimana :
G = Modulus elastisitas geser
τ = Tegangan geser
2. 4. 2 Puntiran pada Kapal Kontainer
1) Pembebanan puntir pada kapal
Lambung kapal yang mengalami beban geser, momen lentur,
momen puntir, beban lintang dan lokal. Distribusi momen puntir sepanjang
badan kapal tergantung dari distribusi beban muatan di atas kapal. Besarnya
distribusi momen puntir juga tergantung dari arah datangnya gelombang
terhadap badan kapal.
Momen puntir pada umumnya terdiri dari St. Venant momen puntir
Ts dan momen warping Tω. Kedua momen tersebut merupakan
20
pembebanan puntir yang bekerja pada sebuah lambung kapal. Sehingga
pembebanan puntir dapat ditulis:
T = Ts + Tω..................................................................................(2-3)
Dalam banyak kasus, pengaruh dari satu komponen dapat diabaikan.
Puntiran warping biasanya diabaikan pada elemen yang ramping dan
padat, kedap atau berongga.
Aspek mekanik struktur di analisis apakah Ts atau Tω terjadi secara
terpisah atau bersama-sama. Kedua teori lentur dan puntiran warping
diasumsikan bahwa penampang tidak berubah bentuk.
Pembebanan puntir pada lambung kapal pada Kapal Kontainer
menunjukkan pembebanan pada elemen utama terutama bila
dikombinasikan dengan tegangan geser dan lentur pada lambung kapal.
2) Pembebanan puntir pada kapal dengan geladak terbuka
Kapal Kontainer mempunyai karakteristik yaitu bukaan geladak
yang sangat besar, lihat Gambar 2. 16 dan 2. 17. Kapal Kontainer sering
juga disebut sebagai kapal geladak terbuka. Penggunaan lubang palka yang
lebar memiliki efek siginifikan terhadap kekuatan puntiran dan kekakuan
pada lambung kapal.
Gambar 2. 16 Tipe penampang pada Kapal Kontainer
(Sumber : Shama, 2010)
21
Kekuatan puntir dan kekakuan dari kapal dengan geladak terbuka
sangat tergantung pada perencanaan struktur pada daerah parallel middle
body di ruang muat, constrains disebabkan oleh perencanaan struktur pada
kedua ujung kapal dan juga distribusi puntir di sepanjang badan kapal.
Semua kapal yang mengalami momen puntir cenderung memutar
lambung kapal sepanjang panjangnya (panjang kapal), lihat Gambar 2. 18.
Biasanya, kekakuan puntir lebih dari cukup untuk mencegah terjadinya
distorsi yang tidak semestinya pada struktur. Pembebanan puntir
menyebabkan tegangan tambahan, biasanya disebut tegangan warping,
dekat sudut palka.
Gambar 2. 17 Penampang Kapal Kontainer dengan dan tanpa penutup palka
(Sumber : Shama, 2010)
Gambar 2. 18 Kapal Kontainer dengan geladak terbuka mengalami puntiran
(Sumber : Shama, 2010)
Pembebanan puntir terjadi akibat kapal bergerak pada arah yang
miring terhadap arah datangnya gelombang, lihat Gambar 2. 19. Ketika
kapal berlayar pada arah gelombang yang miring (dibandingkan arah
gelombang dari depan) maka momen lentur vertikal akan berkurang, tetapi
22
momen lentur horizontal dan momen puntir akan meningkat. Di laut,
momen puntir dipengaruhi oleh gaya hidrostatik dan hidrodinamik termasuk
slamming dan gaya percepatan massa sebagai akibat dari gerakan kapal.
Gambar 2. 19 Kapal bergerak pada arah gelombang yang miring
(Sumber : Shama, 2010)
Semua gaya luar yang bekerja pada lambung kapal dan yang tidak
tepat melalui pusat sumbu geser akan menghasilkan puntiran. Kapal dengan
geladak terbuka juga dikenai pembebanan puntir tambahan yang disebabkan
oleh komponen gaya geser horizontal. Pengaruh pada jarak dari pusat
sumbu geser dari penampang kapal dapat dilihat pada Gambar 2. 20, 2. 21
dan 2. 22.
Distribusi yang tidak merata pada pemuatan barang dan bahan bakar
juga menyebabkan puntiran pada kondisi air tenang. Momen torsi pada air
tenang dapat dilihat diaturan badan klasifikasi.
Rumus perkiraan nilai puntiran pada kondisi air tenang, yaitu:
Ts = k . B . WT kN . m..............................................................(2-4)
Dimana k = 0,004; B = lebar kapal (m); WT = total maksimum berat
kontainer
Distribusi pembebanan puntir sepanjang badan kapal dan sejauh
bagian kapal yang tertutup dan struktur bukaan geladak ditunjukkan pada
Gambar 2. 23.
23
Gambar 2. 20 Beban puntir yang dihasilkan dari pengaruh gaya gelombang,
beban muatan dan keseimbangan letak pusat geser
(Sumber : Shama, 2010)
Gambar 2. 21 Lambung kapal mengalami beban puntir pada beberapa
bagian panjangnya saat bergerak pada arah datang
gelombang yang miring
(Sumber : Shama, 2010)
2. 5 Pembebanan pada Konstruksi Kapal
Metode pembebanan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu akibat
beban tekanan air maupun akibat dari peletakan beban yang tidak simetris terhadap
bidang centre line (bidang diametral) kapal. Beban yang diakibatkan oleh peletakan
beban yang tidak simetris terhadap bidang centre line kapal biasanya memiliki
24
pengaruh yang sangat kecil terhadap kekuatan kapal (ukuran bagian-bagian struktur
penampang kapal), tetapi untuk kapal yang memiliki bukaan geladak yang besar
perlu dilakukan pemeriksaan kekuatan penampang kapal (daerah bukaan) akibat
momen puntir yang timbul pada kapal ketika kapal pada posisi serong terhadap
gelombang (quartering seas).
Gambar 2. 22 Pembebanan asimetri pada penampang kapal
(Sumber : Shama, 2010)
Gambar 2. 23 Distribusi pembebanan puntir sepanjang badan kapal
(Sumber : Shama, 2010)
Beban pada Lambung Kapal
1) Beban air tenang
Momen puntir statis (MST)
Momen puntir statis maksimum dapat ditentukan dengan (BKI, 2014) :
25
MSTmax = ± 20 . B . √CC [kNm].......................................(2-5)
CC = kapasitas muatan maksimum kapal yang diizinkan [t]
= n . G ........................................................................................(2-6)
n = jumlah maksimum kontainer 20 feet (TEU) dengan berat G yang
dapat diangkut kapal
G = berat rata-rata dari satu kontainer 20’ [t]
Untuk tujuan perhitungan langsung harus digunakan kurva lengkung dari
momen puntir statis sepanjang kapal berikut:
MST = 0,568 . MSTmax (|CT1| + CT2) [kNm] ..................(2-7)
CT1, CT2 = faktor distribusi, lihat Gambar 2. 24
CT1 = sin0,5 (2 π x
L) untuk 0 ≤
x
L < 0,25 .................................(2-8)
= sin (2 π x
L) untuk 0,25 ≤
x
L < 1,0 .................................(2-9)
CT2 = sin (π x
L) untuk 0 ≤
x
L < 0,5 ........................................(2-10)
= sin2 ( π x
L) untuk 0,5 ≤
x
L ≤ 1,0 ...................................(2-11)
Gambar 2. 24 Faktor distribusi CT1 dan CT2 untuk momen puntir
(BKI, 2014)
2) Beban akibat ombak
Momen puntir akibat ombak (MWT)
Momen puntir ombak maksimum ditentukan sebagai berikut (BKI, 2014) :
MWTmax = ± L . B2 . CB . c0 . cL . [0,11 + √a2 + 0,012] [kNm].....(2-12)
a = √T
L .
cN .zQ
B
26
amin = 0,1
𝑐𝑁 = 1 + 0,15 𝐿
𝐵
𝑐𝑁𝑚𝑖𝑛 = 2
𝑧𝑄 = jarak antara pusat geser dan ketinggian pada 0,2 . 𝐵 . 𝐻
𝑇 diatas
dasar [m]
Bila dilakukan perhitungan langsung untuk momen puntir ombak, maka
harus diambil kurva lengkung berikut:
MWTmax = ± L . B2 . CB . c0 . cL . CWT [kNm] ..........................(2-13)
CWT = faktor distribusi, lihat Gambar 2. 25
= [ a . |CT1| + 0,22 . CT2 ] . (0,9 + 0,08 . a) ................................(2-14)
CT1, CT2 = lihat 1)
2. 6 Modulus Penampang dan Momen Inersia
2. 6. 1 Modulus penampang tengah kapal minimum
Modulus penampang terhadap geladak dan alas tidak boleh kurang dari nilai
minimum berikut (BKI, 2014) :
𝑊𝑚𝑖𝑛 = 𝑘 . 𝑐0 . 𝐿2 . 𝐵 (𝐶𝐵 + 0,7)10−6 [𝑚3] ......................................(2-15)
𝑐𝑜 = koefisien gelombang
= [𝐿
25+ 4,1] 𝑐𝑅𝑊 untuk L < 90 m
= [10,75 − [300−𝐿
100]
1,5
] 𝑐𝑅𝑊 untuk 90 ≤ L ≤ 300 m
= 10,75 . 𝑐𝑅𝑊 untuk L > 300 m
k = faktor material
= 0,78
27
Gambar 2. 25 Faktor distribusi cWT
(BKI, 2014)
Catatan
Lengkungan dapat diperkirakan dengan penggabungan kedua distribusi menurut
Gambar 2. 24.
2. 6. 2 Momen inersia penampang tengah kapal
Momen inersia terhadap sumbu horizontal tidak boleh kurang dari (BKI, 2014) :
𝐼𝑦 = 3 . 10−2 . 𝑊 .𝐿
𝑘 [𝑚4].............................................................(2-16)
W = sesuai dengan 2. 6. 1
2. 6. 3 Perhitungan modulus penampang
Modulus penampang alas 𝑊𝐵 dan modulus penampang geladak 𝑊𝐷
ditentukan dengan rumus berikut (BKI, 2014) :
𝑊𝐵 = 𝐼𝑦
𝑒𝐵 [𝑚3]........................................................................(2-17)
𝑊𝐷 = 𝐼𝑦
𝑒𝐷 [𝑚3].......................................................................(2-18)
Dimana :
𝑊𝐵 = modulus penampang alas (𝑚3)
𝑊𝐷 = modulus penampang geladak (𝑚3)
𝐼𝑦 = momen inersia (𝑚4)
𝑒𝐷 = jarak dari neutral axis ke geladak (m)
𝑒𝐵 = jarak dari neutral axis ke alas (m)
28
Bagian konstruksi menerus di atas 𝑒𝐷 dapat diperhitungkan ketika
menentukan modulus penampang, dengan syarat bahwa bagian-bagian konstruksi
tersebut memiliki hubungan geser dengan lambung dan ditumpu secara efektif oleh
sekat memanjang atau oleh penumpu memanjang atau penumpu melintang besar
yang kokoh.
2. 7 Tegangan Rancang
2. 7. 1 Umum
1) Tegangan yang diizinkan
Tegangan yang mengakibatkan suatu konstruksi mengalami deformasi yang
besar, dimana diformasi yang terjadi tersebut merupakan batas konstruksi masih
aman dalam mengatasi beban yang terjadi atau yang bekerja disebut tegangan
izin. Kriteria konstruksi disebut masih aman yaitu apabila tegangan maksimum
yang terjadi pada konstruksi tersebut masih lebih kecil dari tegangan izin yang
telah ditentukan oleh Badan Klasifikasi Indonesia (BKI).
Tegangan ekuivalen dari 𝜎𝐿 dan 𝜏𝐿 tidak melebihi nilai berikut (BKI, 2014) :
𝜎𝑉 = √𝜎𝐿2 + 3 . 𝜏𝐿
2 ≤ 190
𝑘 [𝑁/𝑚𝑚2].................................(2-19)
Baja struktur lambung kapal adalah baja yang mempunyai nominal nilai
luluh atas minimal (yield point) REH 235 N/m2 dan kekuatan tarik (tensile
strength) Rm = 400 – 520 N/m2.
2. 7. 2 Tegangan normal akibat momen lengkung
1) Tegangan normal dari puntiran lambung kapal
Ketika menilai besaran penampang melintang, pengaruh lebar lajur
geladak antara lubang-lubang palka yang menahan puntiran dapat
dipertimbangkan, misalnya dengan pelat ekuivalen pada ketinggian geladak
yang mempunyai deformasi geser yang sama seperti lajur geladak yang
relevan.
a. Statis dari MSTmax
Untuk distribusi momen puntir statis sesuai 2. 5, tegangan
dapat dihitung sebagai berikut (BKI, 2014) :
29
𝜎𝑆𝑇 = 0,65 .𝐶𝑇𝑜𝑟 .𝑀𝑆𝑇𝑚𝑎𝑥 . 𝜔1
𝜆 .𝐼𝜔 . 103 . (1 − 2
𝑒𝑎+ 1) [N/mm2].....(2-20)
MSTmax = momen puntir statis sesuai 2. 5
CTor, Iω, ω1, λ, e, a, ℓc, Cc, xA lihat b
Untuk distribusi tegangan lain harus ditentukan melalui perhitungan
langsung.
b. Dinamis dari MWTmax
Untuk distribusi momen puntir sesuai 2. 5, tegangan dapat
dihitung sebagai berikut (BKI, 2014) :
𝜎𝑊𝑇 = 𝐶𝑇𝑜𝑟 . 𝑀𝑊𝑇𝑚𝑎𝑥 . 𝜔1
𝜆 . 𝐼𝜔 . 103 . (1 − 2
𝑒𝑎+ 1) [N/mm2]........(2-21)
MWTmax = momen puntir akibat ombak sesuai 2. 5
CTor = 4 . (√𝐶𝐵 − 0,1) . 𝑥
𝐿 untuk 0 ≤
𝑥
𝐿 < 0,25
= √𝐶𝐵 – 0,1 untuk 0,25 ≤ 𝑥
𝐿 ≤ 0,65
= √𝐶𝐵 – 0,1
0,35 . (1 −
𝑥
𝐿) untuk 0,65 ≤
𝑥
𝐿 ≤ 1
Iω = momen inersia sektoral [m6] dari penampang melintang
kapal pada posisi x/L
ωi = koordinat sektoral [m2] dari konstruksi yang ditinjau
λ = nilai lipat
= √𝐼𝑇
2,6 . 𝐼𝜔 [l/m]
IT = momen inersia puntir [m4] dari penampang melintang
kapal pada posisi x/L
e = angka Euler (e = 2,718...)
a = λ . ℓc
ℓc = panjang karakteristik puntir [m]
= 2 . CB . [1 − (1 − 0,5
𝐶𝐵) . (
𝐿
𝐵 −1
4,284)
2
] . L . Cc untuk 𝐿
𝐵 < 5,284
= 257 . (𝐵
𝐿)
2,333
. 𝐵 . Cc untuk 𝐿
𝐵 ≥ 5,28
CTor = 0,8 - 𝑥𝐴
𝐿 . (0,5 + 2,5 .
𝑥𝐴
𝐿) .
𝑥
𝐿
30
untuk 0 ≤ 𝑥
𝐿 < 0,4 dan 0 ≤
𝑥𝐴
𝐿 ≤ 0,4
= 1 untuk 0,4 ≤ 𝑥
𝐿 ≤ 0,55
= 1 - 1
0,45 . (
𝑥
𝐿− 0,55) untuk 0,55 <
𝑥
𝐿 ≤ 1
xA = 0 untuk kapal tanpa palka muatan
= jarak [m] antara ujung belakang panjang L dan tepi
belakang palka di depan sekat depan kamar mesin pada
kapal dengan palka muatan, lihat Gambar 2. 26
Gambar 2. 26 Faktor koreksi fr dan faktor distribusi cu
(BKI, 2014)
2. 7. 3 Tegangan geser
1) Tegangan geser akibat momen puntir
Statis dari MStmax :
Untuk distribusi momen puntir sesuai dengan 2. 5, tegangan dapat dihitung
sebagai berikut (BKI, 2014) :
𝜏𝑆𝑇 = 0,65 . 𝐶𝑇𝑜𝑟 . 𝑀𝑆𝑇𝑚𝑎𝑥 .𝑆𝜔𝑖
𝐼𝜔 . 𝑡𝑖 [N/mm2].............................(2-22)
CTor = sesuai dengan 2. 7. 2
MSTmax = sesuai dengan 2. 5
MWTmax= sesuai dengan 2. 5
Iω = sesuai dengan 2. 7. 2
31
Sωi = momen sektor statis [m4] dari konstruksi yang ditinjau
ti = tebal [mm] dari pelat yang ditinjau
Untuk distribusi lainnya tegangan harus ditentukan dengan perhitungan
langsung dinamis dari MWtmax :
𝜏𝑊𝑇 = 𝐶𝑇𝑜𝑟 . 𝑀𝑊𝑇𝑚𝑎𝑥 .𝑆𝜔𝑖
𝐼𝜔 . 𝑡𝑖 [N/mm2]....................................(2-23)
2. 8 Beban Air Tenang yang Diizinkan
Momen puntir statis
Momen puntir statis yang diizinkan ditentukan sesuai dengan Tabel 2.1
bersama dengan formula 2. 5.
Tabel 2. 1 Kombinasi kasus beban dan tegangan
(Sumber : BKI, 2014)
1) Untuk kapal dengan momen puntir sesuai dengan 2. 5 harus
dibuktikan dengan komputer pemuatan bahwa nilai maksimum yang
diizinkan tidak dilampaui pada lokasi manapun. Nilai yang melebihi
diizinkan, jika momen puntir aktual pada titik perhitungan yang
berdekatan kurang dari nilai yang diizinkan.
32
2) Kecuali jika ditunjukkan dengan pembuktian khusus, maka pada
waktu bongkar muat momen puntir statis tidak boleh lebih tinggi
dari 75% momen puntir ombak sesuai 2. 5.
2. 9 Kapal dengan Bukaan Geladak Besar
Sebuah kapal dianggap sebagai kapal dengan bukaan geladak besar jika salah
satu dari kondisi berikut berlaku untuk satu atau lebih bukaan palka (BKI, 2014) :
1) 𝑏𝐿
𝐵𝑀> 0,6
2) 𝑙𝐿
𝑙𝑀> 0,7
𝑏𝐿 = lebar lubang palka, dala kasus lubang palka banyak, 𝑏𝐿 adalah
jumlah dari masing-masing lebar lubang palka
𝑙𝐿 = panjang lubang palka
𝐵𝑀 = lebar geladak diukur pada pertengahan panjang lubang palka
𝑙𝑀 = jarak antara pusat-pusat bidang geladak melintang pada setiap
ujung lubang palka. Bila tidak ada lubang palka berikutnya diluar lubang
palka yang ditinjau, maka 𝑙𝑀 akan dipertimbangkan secara khusus.
Nilai pedoman untuk perpindahan penumpu atas kapal
Pada umumnya perpindahan relatif ∆𝑢 diantara sisi-sisi kapal ditentukan dengan
perhitungan langsung. Untuk penentuan bantalan dan paking tutup palka, nilai
berikut dapat digunakan untuk perpindahan (BKI, 2014) :
∆𝑢 = 6 . 10-5 (MSTmax + MWTmax) . (1 −𝐿
450) . [4 + 0,1 (
𝐿
𝐵)
2
] . cu + 20 [mm]..(2-24)
MSTmax, MWTmax berdasarkan 2. 5.
cu = faktor distribusi sesuai Gambar 2. 26
cA = nilai untuk cu pada bagian belakang daerah terbuka, lihat juga Gambar
2. 26
= (1,25 −𝐿
400) . (1,6 −
3 . 𝑋𝐴
𝐿) ≤ 1,0 ...................................................(2-25)
XA = menurut 2. 7. 2; untuk XA tidak boleh diambil nilai yang lebih kecil
daripada 0,15 L dan lebih besar daripada 0,3 L
33
2. 10 Metode Elemen Hingga
2. 10. 1 Karakteristik metode elemen hingga
Metode elemen hingga (finite element method) merupakan suatu metode
yang sangat penting untuk memecahkan persoalan struktur tidak hanya dibidang
pembuatan kapal, tetapi juga dalam desain dari produk-produk industri dan bahkan
dibidang non-struktur. Metode elemen hingga dapat digunakan untuk pemecahan
masalah mekanika padat liner dan nonlinear, dinamika dan masalah stabilitas
struktur kapal sesuai dengan perkembangan teknologi komputer.
Metode konvensional yang digunakan untuk memecahkan masalah
tegangan dan deformasi yaitu menggunakan teori balok, teori kolom, pelat dan lain-
lain. Sehingga penerapannya dibatasi untuk sebagian struktur dan beban sederhana.
Disisi lain metode elemen hingga, menerapkan:
1) Membagi sebuah struktur menjadi elemen-elemen kecil.
2) Mengubah setiap elemen menjadi model matematika.
3) Menggabungkan elemen-elemen kemudian memecahkannya secara
keseluruhan.
Contoh penerapan metode elemen hingga pada model struktur sederhana,lihat
Gambar 2. 27 dan struktur Kapal Kontainer, lihat Gambar 2. 28.
Gambar 2. 27 Konsep dasar metode elemen hingga
(Sumber : Okumoto, dkk; 2009)
2. 10. 2 Prosedur metode elemen hingga
Prosedur perhitungan tegangan menggunakan komputer membutuhkan
solusi linier, umumnya sebgai berikut:
1) Menghitung [B] matriks menggunakan geometri sebuah elemen dan untuk
menghitung [D} matriks menggunakan sifat material (material properties).
2) Menghitung matriks [K] dari elemen
34
1) dan 2) diulang untuk semua elemen.
3) Menggabungkan semua matriks kekakuan
4) Menghitung displasment dari setiap node pada kondisi dibebani dan
ditumpu dengan menggunakan persamaan kekakuan
5) Menghitung regangan (strain) setiap elemen
6) Menghitung tegangan (stress) setiap elemen
7) Menghitung tegangan utama, tegangan ekuivalen dan lain-lain.
Gambar 2. 28 Model elemen hingga pada Kapal Kontainer 9200 TEU
(Sumber : Hughes, Owen F., dkk; 2010)
Gambar 2. 29 menunjukkan proses dari 1) sampai 4) dan gambar 2. 30
menunjukkan diagram aliran dari metode elemen hingga.
Gambar 2. 29 Prosedur untuk mendapatkan persamaan kekakuan
(Sumber : Okumoto, dkk; 2009)
35
Gambar 2. 30 Rangkaian perhitungan metode elemen hingga
(Sumber : Okumoto, dkk; 2009)
Gambar 2. 31 Prosedur analisis metode elemen hingga
(Sumber : Okumoto, dkk; 2009)
Model elemen untuk struktur secara umum disesuaikan dengan kasus-kasus
maupun problem fisik yang ditemui. Model elemen dibagi menjadi tiga yaitu :
36
1) Elemen garis (elemen satu dimensi)
Elemen ini hanya memiliki dimensi panjang. Biasanya digunakan untuk
memodelkan benda yang mempunyai panjang jauh lebih besar daripada
lebar dan tinggi seperti batang pipa, balok dan lain-lain, lihat Gambar 2. 32.
Berdasarkan kemampuan menahan beban, elemen satu dimensi dibagi
menjadi dua jenis yaitu :
a. Bar : elemen yang hanya mampu menahan beban pada panjangnya
saja.
b. Beam : elemen yang dapat menahan beban tegak lurus pada bidang
potongannya.
Gambar 2. 32 Elemen satu dimensi
(Sumber : Daryanto, Ari; 2007)
2) Elemen dua dimensi
Elemen ini digunakan untuk memodelkan benda yang mempunyai satu
dimensi jauh lebih kecil dari dua dimensi lainnya dan benda tiga dimensi
yang memiliki sifat seragam pada panjangnya, lihat Gambar 2. 33. Elemen
pada dua dimensi dibagi menjadi dua yaitu :
Gambar 2. 33 Elemen segitiga, segiempat dan quadrilateral
(Sumber : Daryanto, Ari; 2007)
a. Membran : hanya dapat menahan beban yang sejajar pada
bidangnya.
b. Plate : selain sejajar pada bidangnya juga dapat menahan beban
tegak lurus terhadap bidangnya.
3) Elemen tiga dimensi
Elemen ini digunakan untuk memodelkan struktur secara utuh.
Elemen tiga dimensi terdiri dari elemen hexahedron dan tetrahedron, Lihat
Gambar 2. 34.
37
Adapun elemen yang digunakan dalam penelitian ini adalah elemen
hexahedron(balok).
Gambar 2. 34 Elemen tiga dimensi hexahedron dan tetrahedron
(Sumber : Daryanto, Ari; 2007)
2. 11 Tegangan, Regangan dan Elastistas
2. 11. 1 Tegangan (stress)
Tegangan (stress) didefinisikan sebagai perubahan gaya terhadap luas
penampang daerah yang dikenai gaya tersebut (Van Vlack, 1991 dalam Nugraheni
dkk, 2014). Tegangan diukur dalam bentuk per satuan luas. Tegangan normal
adalah tegangan yang tegak lurus terhadap permukaan dimana tegangan tersebut
diterapkan. Tegangan normal berupa tarikan atau tekanan. Satuan SI untuk
tegangan normal adalah Newton per meter kuadrat (N/m2) atau Pascal (Pa).
Tegangan dihasilkan dari gaya seperti tarikan, tekanan atau geseran yang menarik,
mendorong, melintir, memotong atau mengubah bentuk potongan bahan dengan
berbagai cara.
Tegangan normal dianggap positif jika menimbulkan sesuatu tarikan
(tensile) dan dianggap negatif jika menimbulkan penekanan (compression).
Tegangan normal adalah tegangan yang bekerja tegak lurus terhadap bidang luas
(Timoshenko dan Goodier, 1986 dalam Daryanto, 2007) :
𝜎 = 𝐹
𝐴 ...............................................................................(2-26)
Dimana :
𝜎 = tegangan (N/mm2)
F = gaya yang bekerja atau beban (N)
A = luas penampang (mm2)
38
Adapun persamaan tegangan normal untuk bidang tiga dimensi yaitu
sebaagai berikut :
𝜎𝑥 = 𝐸
(1+𝜈)(1−2𝜈)[𝜀𝑥(1 − 𝜈) + 𝜈(𝜀𝑦 + 𝜀𝑥)].........................................(2-27)
𝜎𝑦 = 𝐸
(1+𝜈)(1−2𝜈)[𝜀𝑦(1 − 𝜈) + 𝜈(𝜀𝑥 + 𝜀𝑧)].........................................(2-28)
𝜎𝑧 = 𝐸
(1+𝜈)(1−2𝜈)[𝜀𝑥(1 − 𝜈) + 𝜈(𝜀𝑥 + 𝜀𝑦)]........................................(2-29)
Kelebihan untuk analisis dengan menggunakan perangkat lunak elemen
hingga yaitu dapat menghasilkan nilai tegangan Von Mises atau tegangan ekuivalen,
yaitu jenis tegangan yang mengakibatkan kegagalan pada struktur material yang
diumuskan oleh penemunya yang bernama Von Mises. Penentuan tegangan Von
Mises dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung tegangan utama yang bekerja
pada struktur dengan menggunakan persamaan (2-26) di atas, setelah tegangan-
tegangan utama sudah ditemukan maka tegangan von mises bisa didapat dengan
persamaan (2-30) (Shigley, 1996) :
𝜎 = {[𝜎1−𝜎2]2+[𝜎2−𝜎3]2+[𝜎3−𝜎1]2
2}
1
2.........................................................(2-30)
Tegangan geser yang dilambangkan dengan 𝜏, yang secara matematis
didefinisikan sebagai berikut :
𝜏 =𝑉
𝐴 ....................................................................................................(2-31)
Dimana :
𝜏 = tegangan geser (N/mm2)
V = komponen gaya yang sejajar dengan bidang elementer (N)
A = luas bidang (mm2)
Adapun persamaan tegangan geser untuk bidang tiga dimensi yaitu sebagai
berikut :
𝜏𝑥𝑦 =𝐸
2(1+𝜈)𝛾𝑥𝑦 = G . 𝛾𝑥𝑦 ..................................................................(2-32)
𝜏𝑥𝑧 =𝐸
2(1+𝜈)𝛾𝑥𝑧 = G . 𝛾𝑥𝑧 ...................................................................(2-33)
39
𝜏𝑦𝑧 =𝐸
2(1+𝜈)𝛾𝑦𝑧 = G . 𝛾𝑦𝑧....................................................................(2-34)
2. 11. 2 Regangan (strain)
Regangan (strain) didefinisikan sebagai perbandingan perubahan panjang
benda terhadap panjang mula-mula akibat suatu gaya dengan arah sejajar perubahan
panjang tersebut (Van Vlack, 1991 dalam Nugraheni dkk, 2014). Apabila suatu
spesimen struktur material ditarik, maka dapat digambarkan grafik dimana ordinat
menyatakan beban dan absis menyatakan pertambahan panjang. Regangan dapat
ditulis sebagai berikut :
𝜀 =∆𝐿
𝐿 ..................................................................................................(2-35)
Dimana :
𝜀 = regangan
∆𝐿 = pertambahan panjang (mm)
L = panjang mula – mula (mm)
Batasan sifat elastis perbandingan regangan dan tegangan akan linier akan
berakhir sampai pada titik mulur. Hubungan tegangan dan regangan tidak lagi linier
pada saat material mencapai pada batasan fase sifat plastis.
2. 11. 3 Elastisitas
Elastisitas didefinisikan sebagi kemampuan bahan untuk menerima
tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah
tegangan dihilangkan. Peristiwa ini disebut deformasi elastis. Deformasi elastis
terjadi bila logam atau bahan padat diberi beban gaya. Bila tegangan tersebut
disebabkan oleh gaya tarik maka benda akan bertambah panjang, setelah gaya
ditiadakan benda akan kembali ke bentuk semula. Sebaliknya jika tegangan tersebut
disebabkan oleh gaya tekan maka akan mengakibatkan benda akan menjadi lebih
pendek dari keadaan semula (Van Vlack, 1991 dalam Nugraheni dkk, 2014).
Apabila regangan sebanding dengan tegangan maka hanya akan terjadi
deformasi elastis. Perbandingan antara tegangan dengan regangan elastis disebut
modulus elastisitas (modulus young).
Sebagian besar benda adalah elastis sampai ke suatu nilai gaya tekan. Hal
ini disebut batas elastis. Apabila gaya yang diberikan pada benda lebih kecil dari
40
batas elastisnya, maka benda tersebut akan terdeformasi sementara dan akan
kembali ke bentuk semula jika gaya tersebut dihilangkan. Tetapi apabila gaya yang
diberikan melampaui batas elastis, benda tersebut tidak akan kembali ke bentuk
semula, melainkan secara permanen berubah bentuk.
Modulus Young adalah perbandingan antara tegangan (stress) dan regangan
(strain). Modulus Young sering disebut juga sebagai modulus elastisitas atau
modulud perenggangan. Persamaan Modulus Young (E) dapat dituliskan :
𝐸 =𝜎
𝜀 ....................................................................................................(2-36)
Dimana :
E = elastisitas (N/mm2)
𝜎 = tegangan (N/mm2)
𝜀 = regangan
Dalam istilah teknik, regangan adalah ubah bentukan. Jika ubah bentukan
total (total deformation) yang dihasilkan suatu batang dinyatakan dengan ∆ (delta),
dan panjang batang adalah L, maka ubah bentukan persatuan panjang yang
dinyatakan dengan 𝜀 sesuai (2-27), Sehingga dapat dirumuskan suatu persamaan
untuk menetukan bentuk total ∆ suatu bahan yang mengalami beban aksial P, yaitu:
∆𝐿 = 𝜀 . L .......................................................................................(2-37)
= 𝜎
𝐸 . 𝐿
= 𝐹
𝐴 .
1
𝐸 . 𝐿
∆𝐿 = 𝐹𝐿
𝐴𝐸 ..........................................................................................(2-38)
Dimana :
∆ = ubah bentukan aksial total (mm)
F = beban aksial total (N)
L = panjang batang (mm)
A = luas penampang (mm2)
41
E = modulus elastisitas material (N/mm2)
𝜀 = ubah bentukan atau regangan
2. 11. 4 Hubungan antara tegangan dan regangan
Diagram hasil pengujian material baja lentur yang menunjukkan hubungan
antara tegangan dengan regangan untuk lebih jelasnya ditunjukkan dengan Gambar
2. 32.
Gambar 2. 35 Diagram tegangan-regangan untuk material lentur
(Sumber : Patnaik, 2003)
1) Daerah linier (elastic limit)
Bila sebuah material diberi beban sampai pada titik A, kemudian
bebannya dihilangkan, maka material tersebut akan kembali ke kondisi
semula (hampir kembali ke kondisi semula) regangan “nol” pada titik O.
Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi
berlaku dan terdapat perubahan permanen dari material tersebut.
2) Titik luluh (batas proporsional)
Titik luluh merupakan titik dimana suatu material apabila diberi
suatu beban memasuki fase peralihan deformasi plastis. Titik luluh (batas
proporsional) yaitu titik sampai dimana penerapan hukum Hooke masih bisa
42
ditolerir. Dalam aplikasinya, batas proporsional biasanya disamakan dengan
batas elastis.
3) Deformasi platis (plastic deformation)
Deformasi platis merupakan perubahan bentuk secara permanen
yang terjadi pada material apabila diberi beban yang menyebabkannya
tertarik sampai melewati batas proporsionalnya.
4) Ultimate Tensile Strength (UTS)
Ultimate Tensile Strength (UTS) merupakan besar tegangan
maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
5) Titik putus (fracture)
Titik putus (fracture) merupakan besar tegangan dimana bahan yang
diuji putus atau patah.
2. 12 Stress Ratio
Perbandingan antara tegangan kerja yang diperoleh dari struktur kapal
dengan tegangan izin berdasarkan BKI yaitu 110
𝑘 [N/mm2] disebut Stress Ratio.
Nilai dari perbandingan tegangan ini tidak boleh melebihi 1 (satu) atau dapat
dituliskan dengan persamaan (2-31) sebagai berikut :
Sr = 𝜎𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎
𝜎𝑖𝑧𝑖𝑛< 1 ...............................................................(2-39)
2. 13 AnsysTM
Menurut Stolarski. T., dkk, dalam Engineering Analysis with Ansys
Software, AnsysTM merupakan software berbasis finite element analysis (FEA)
yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah mekanik. Masalah-masalah
tersebut mencakup statis/dinamis, analisis struktur (baik linear maupun nonlinear),
perpindahan panas dan masalah fluida serta masalah akustik dan elektromagnetik.
Penyelesaian elemen hingga menggunakan AnsysTM secara umum terbagi
menjadi 3 tahap, yaitu:
1) Preprocessing: pendefinisian masalah
Preprocessing terdiri dari 3 langkah umum yaitu: (i) menentukan
keypoint/lines/areas/volume, (ii) menentukan tipe elemen dan bahan yang
43
digunakan/sifat geometrik, dan (iii) mesh lines/areas/volumes sebagaimana
dibutuhkan. Jumlah detail yang diperlukan akan tergantung pada dimensi
analisis yaitu 1D, 2D, asimetri dan 3D.
2) Solution: assigning, constrains, and solving
Di tahap solution ini, ditentukan beban (titik atau tekanan),
kekangan (translasi dan rotasi) dan kemudian menyelesaikan hasil
persamaan yang telah diset.
3) Postprocessing: proses lanjutan dan hasil
Pada tahap postprocessing dapat dilihat (i) daftar displasmen nodal,
(ii) elemen gaya dan momen, (iii) defleksi bidang dan (iv) stress contour
diagrams atau temperature maps.