Scanned by CamScanner
MODEL TATA SPASIAL HUNIAN MASYARAKAT
BALI PERKOTAAN
Ngakan Putu Sueca
PROGRAM STUDI ARSITKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
29-30 Oktober 2015
2007
Desa Kota
2025
Pdd desa Pdd kota
Perkembangan proporsi pendudukperdesaan dan perkotaan di Indonesia
manusia: homo urbanus
Kota kini menjadi MESIN KEHIDUPAN
MASA DEPAN TERGANTUNG PADA BAGAIMANA
KITA MERANCANG DAN MENGELOLA KOTA KITA
• Semakin banyak orang mengandalkan hidup pada kota
• Kota menjadi sumber kemakmuran
• Kota pusat produksi
• Kota pusat pelayanan terbaik
• Kota pusat peradaban millennium ketiga
Kehidupan kota memiliki ciri atau karakteristik
yang sangat berbeda dengan kehidupan perdesaan
jaman dulu
Rumah: sangat penting bagi siapa pun
Tempat berlindung
Membesarkan dan mengasuh anak
Mengembangkan budaya
Membina kehidupan sosial
Menjalankan kegiatan ekonomi
Melaksanakan kegiatan adat istiadat
Mempertahankan tradisi
FUNGSI KOMPLEKS
Telah terjadi TRANSFORMASI KULTURAL pada masyarakat Bali pada umumnya, dari budaya agraris ke budaya industridan jasa; dari budaya desa ke budaya
kota
Akibatnya terjadi fenomena:
Transformasi pada rumah tradisional
Perombakan pada perumahan masal
Oleh karena itu: tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui:
1. Transformasi hunian tradisional yang terjadi di daerah perkotaan
2. Pola-pola aktivitas dan keruangan hunian masyarakat di daerah perkotaan
3. Pola spasial rumah masyarakat di daerah perkotaan
4. Unsur-unsur atau pola/nilai tradisi lama yang masih bertahan dalam hunian saat ini
5. Pola-pola spasial baru yang muncul
Dengan pemahaman ini maka diharapkan akan
dapat ditemukan konsep keruangan hunian
modern masyarakat perkotaan
sebagai dasar pengembangan rumah
yang berwawasan budaya Bali, baik oleh
para arsitek, pengembang perumahan, pemerintah,
dan para pemangku kepentingan lainnya sehingga
efisiensi pembangunan dapat dicapai
HASIL DAN BAHASAN
KONTEKS KEKOTAAN:
Karakteristik masyarakat perkotaan berbeda denganmasyarakat di daerah perdesaan
Profesi: non pertanian
Kepadatan penduduk lebih tinggi, juga kepadatanbangunannya
Harga lahan jauh lebih mahal
Relatif lebih panas akibat daerah penghijauan yang kurang
Secara sosiologis, lebih individual, solidaritas komunalberkurang.
Nilai-nilai ekonomi lebih tinggi
HASIL DAN BAHASAN
POLA-POLA AKTIVITAS DAN KERUANGAN HUNIAN
AKTIVITAS DOMESTIK:
Aktivitas domestik masyarakat perkotaan dan perdesaan tidak terlalu banyak
berbeda. Perbedaan yang ada adalah pada jenis, intensitas,
proporsi kegiatan
Aktivitas domestik seperti: memasak, beristirahat, mencuci, bekerja,
belajar, bersenda gurau, membersihkan rumah, berkebun, menerima tamu,
berekreasi, menyimpan, mandi dan membersihkan diri, dan berbagai kegiatan
sejenis lainnya
Rumah menyediakan ruang bagi aktivitas yang dulu disediakan
lingkungan tradisional
HASIL DAN BAHASAN
POLA-POLA AKTIVITAS DAN KERUANGAN HUNIAN
AKTIVITAS RITUAL:
Secara umum, aktivitas ritual tidak terlalu banyakmengalami perubahan dan tidak pula berpengaruh penting terhadap
tatanan spasial rumah. Hal ini telah menjadi temuan umum bahwa hal-hal yang terkait dengan nilai religiusitas dan kegiatan keagamaan paling sedikit mengalamiperubahan dibandingkan dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Menghaturkan sodan (ritual harian setelah selesai memasak)
Melaksanakan panca yadnya seperti sembahyang setiap hari, pada saat
hari-hari tertentu (purnama, tilem, tanggalan kliwon, dll.)
Melaksanakan butha yadnya seperti halnya (mecaru)
Melaksanakan manusa yadnya (upacara pernikahan, potong gigi, tiga bulanan, 42 hari, menek kelih, ngaben)
HASIL DAN BAHASAN
POLA-POLA AKTIVITAS DAN KERUANGAN HUNIAN
AKTIVITAS EKONOMI:
Perubahan mendasar pada seting tradisional
Lebih dominan dibandingkan dengan di daerah perdesaan.
Menggunakan area telajakan atau area yang berorientasi ke
jalan raya. Akses terhadap promosi dan pelanggan menjadi alasan mengapa area ini
mengalami transformasi yang signifikan.
Juga area yang lebih dalam dari rumah tradisional juga
bertransformasi menjadi tempat atau ruang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi
HASIL DAN BAHASAN
POLA SPASIAL RUMAH MASYARAKAT DI DAERAH URBAN
SETING SOSIAL KULTURAL MENJADI TEMPAT PRODUKSI
Dulu sawah dan ladang merupakan lahan untuk berproduksi
Dulu rumah merupakan seting sosial dan kultural
K I N I Ketika masyarakat memiliki profesi yang beragam dan ganda, sawah dan ladang bukan lagi
sebagai tempat utama untuk berproduksi. Rumah juga merupakan tempatproduksi
Kini rumah sebagai tempat bereproduksi dan produksi Bagian-bagian yang dapat dijadikan tempat produksi dapat saja bagian depan rumah, belakang
rumah, atau bagian tengah (inti) rumah.
HASIL DAN BAHASAN
HILANGNYA TEBA/KEBUN BELAKANG RUMAH
Teba atau kebun/ladang yang memiliki banyak fungsi pada rumah tradisional .
Teba menghilang terutama karena kebutuhan ruang yang meningkat
baik karena perkembangan demografi keluarga maupun karena alasan lainnya.
Beralih fungsi menjadi ruang untuk melakukan kegiatan, baik domestik,
ekonomi, sosial maupun kegiatan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
penghuni
HASIL DAN BAHASAN
DEPAN DAN BELAKANG RUMAH
Tatanan spasial tradisional: nilai sakral profan
Fenomena baru antara lain adalah: depan belakang; bersih kotor, atas
bawah, publik privat, disamping tatanan tradisional tetap bertahan seperti hulu
teben, sakral dan profan
Berbagai indikator seperti: penempatan ruang; jenis
dan sifat kegiatan; peralatan dan
perlengkapan
depan adalah yang bersifat: “bersih”, bernilai, suci, utama
belakang adalah yang kotor, kurang bernilai
HASIL DAN BAHASAN
HULU DAN TEBEN/SAKRAL DAN PROFAN
Ruang tidak netral terkait dengan nilai-nilai kepercayaan dan
keyakinan
Kiblat masih tetap dipertahankan
Nilai tradisi masih tersisa: hulu teben.
Variasi nilai muncul: perbedaan persepsi dan cara pandang
Penempatan ruang-ruang suci untuk tempat bersembahyangkeluarga sepertinya merupakan harga mati yang sulit ditawar. Tetap ada patokankemana arah yang dianggap suci yakni ke arah matahari terbit (timur/kangin) danke arah ketinggian/gunung (kaja).
HASIL DAN BAHASAN
BERSIH DAN KOTOR
Selaras dengan fenomena depan belakang. Depan
berarti bersih dan belakang identik dengan kotor. Namun demikian, tidak
jarang dijumpai bahwa dibagian depan rumah terdapat indikator-
indokator kekotoran seperti jemuran, garasi, gudang, tempat sampah,
Umumnya pada lahan-lahan sempit dimana arah depan memberikan
keleluasaan untuk mendapatkan sinar matahari untuk mengeringkan
pakaian yang dicuci. Tiada pilihan lain karena lahan penuh terbangun
dimanfaatkan untuk mendapatkan ruang bangunan yang tertutup
Umumnya ruang terbuka atau natah tersisa di bagian depan rumah
HASIL DAN BAHASAN
ATAS DAN BAWAH
Vertikalitas telah menjadi fenomena penting dalam era kota
Tanah mahal, langka dan makin terbatas
Berbanding terbalik dengan jumlah manusia penghuninya
Pengembangan tanah ke samping sangat tidak mungkin, oleh karena itu,
kekurangan atas tempat dilakukan ke arah atas, vertikal
Dengan demikian muncul paradigma baru dalam membangun ke arah
vertikal yang memunculkan multi interpretasi
HASIL DAN BAHASAN
POLA SPASIAL RUMAH MASYARAKAT DI DAERAH URBAN
PUBLIK DAN PRIVAT
Rumah sebagai area privat seringkali menjadi
area publik dimana setiap orang memiliki akses untuk
menggunakannya.
Kebutuhan privasi bagi masyarakat kini di daerah perkotaan
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenyataan pada rumah tradisional.
Berbanding lurus dengan status sosial
HASIL DAN BAHASAN
POLA SPASIAL RUMAH MASYARAKAT DI DAERAH URBAN
NILAI KOMODITAS
Rumah dulu sakral tidak dapat diperjualbelikan
Kini, tanah dan rumah yang ada didalamnya merupakan barang
dagangan yang dapat diperjualbelikan, memiliki nilai ekonomi
Ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa tanah yang mereka
tempati adalah tanah ulayat milik desa yang sewaktu-waktu karena
keadaan tertentu dapat diambil kembali atau dikembalikan kepada desa
sebagai pemilik.
HASIL DAN BAHASAN
POLA SPASIAL RUMAH MASYARAKAT DI DAERAH URBAN
NATAH
natah sampai saat ini masih sebagai ruang yang sangat
esensial, baik yang bermakna spiritual maupun profan.
Ruang ini masih memiliki fungsi terutama dalam kaitannya untuk
mewadahi kegiatan-kegiatan ritual keagamaan.
Hal ini menjadi fakta, baik pada rumah tradisional yang sudah
berkembang maupun pada rumah baru di perkotaan.
HASIL DAN BAHASAN
SINGLE TO MULTI FAMILY HOUSE
Dulu, setiap keluarga tinggal dalam satu petak pekarangan
Kini, cara bermukim berubah
Rumah: lebih dari satu keluarga inti (extended family)
Bangunan ada yang masih berupa bale dengan fungsi khusus seperti bale
dangin atau bale daja, jineng/kelumpu, dsb.
Kini juga bale atau bangunan dapat terdiri dari beberapa ruangan dengan
berbagai fungsi yang diwadahi
Rumah kini dapat terdiri dari beberapa bale atau bangunan, dengan satu atau
banyak ruangan, dengan satu atau beberapa fungsi yang diwadahi, dihuni oleh
satu atau lebih keluarga
Kesimpulan
Budaya bermukim berubah dan akan terus
berkembang
Rumah dari seting kultural dan tempat reproduksi
menjadi tempat produksi
Nilai komoditas melekat pada rumah di kota
Terjadi densifikasi dan efisiensi penggunaan lahan
Keragaman penafsiran terhadap apa yang benar
dan baik
Orientasi dan hirarkhi ruang baru
Suksma, terima kasih
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | iii
UDAYANA UNIVERSITY PRESS2015
SEMINAR NASIONALDAN TEKNOLOGI
Kuta, 29 - 30 Oktober 2015
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIANKEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS UDAYANA
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
iv | Kuta, 29-30 Oktober 2015
Ni Made Ary Esta Dewi Wirastuti, S.T., MSc. PhDProf. Dr. Drs. IB Putra Yadnya, M.A.Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, M.S.
Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., MHum., LLM.Prof. Dr. drh. I Nyoman Suarsana, M.Si
Prof. Dr. Ir. I Gede Rai Maya Temaja, M.P.Ir. Ida Ayu Astarini, M.Sc., Ph.D
Prof. Dr. Ir. Nyoman Gde Antara, M.EngDra. Ni Luh Watiniasih, MSc, Ph.D
Prof. Dr. drh. Ni Ketut Suwiti, M.Kes.Prof. Dr. Ir. I Made Alit Karyawan Salain, DEA.
Ir. I Nengah Sujaya, M.Agr.Sc., Ph.D.Ir. Ida Bagus Wayan Gunam, MP, Ph.D
dr. Ni Nengah Dwi Fatmawati, SpMK, Ph.DDr. Agoes Ganesha Rahyuda, S.E., M.T.
Putu Alit Suthanaya, S.T., M.Eng.Sc, Ph.D.I Putu Sudiarta, SP., M.Si., Ph.D.
Dr. Ir. Yohanes Setiyo, M.P.Dr. P. Andreas Noak, SH, M.Si
I Wayan Gede Astawa Karang, SSi, MSi, PhD.Dr. Drh. I Nyoman Suarta, M.Si
lUdayana University Press,
Lembaga Penelitian dan PengabdianKepada Masyarakat Universitas Udayana
2015, xli + 2191 hal, 21 x 29,7
SEMINAR NASIONAL SAINSDAN TEKNOLOGI 2015
Kuta, 29 - 30 Oktober 2015
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | v
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | vii
KATA PENGANTAR
Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SENASTEK), merupakan agenda tahunan LembagaPenelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana, dan tahun 2015 merupakan
penyelenggaraan SENASTEK yang ke II dalam upaya menyebarluaskan hasil-hasil penelitian danpengabdian kepada masyarakat. Seminar ini merupakan sarana komunikasi bagi para peneliti dan pengabdidari perguruan tinggi, institusi pendidikan, lembaga penelitian maupun industri guna mempercepatpengembangan sains dan teknologi.
Berbeda dengan Senastek sebelumnya, Senastek II tahun ini selain mendesiminasikan hasilpenelitian, juga mendesiminasikan hasil Pengabdian Kepada Masyarakat. Pengabdian kepada masyarakatmerupakan kegiatan sivitas akademika dalam mengamalkan dan membudayakan sains dan teknologi untukmemajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, yang mana hasil-hasilnya nyatadapat dirasakan oleh masyarakat dan menjadi tolok ukur sejauh mana hasil-hasil penelitian dapat diabdikanuntuk memaslahatan masyarakat banyak.
Senastek II, tahun 2015 diselenggarakan dalam kaitan dengan ulang tahun ke 53 Universitas Udayanadan dalam rangka desiminasi hasil-hasil penelitian peneliti dari berbagai Perguruan Tinggi termasukUnud, Lembaga Penelitian, dll. Tema Senastek II adalah “Inovasi Humaniora, Sains dan Teknologi untukPembangunan Berkelanjutan” dengan tujuan penyebarluasan informasi hasil penelitian dan pengabdian,Ajang pertemuan ilmiah para peneliti dan pengabdi yang bergerak di bidang sains dan teknologi, danSarana tukar informasi bagi para peneliti dan pengabdi dalam rangka pengembangan sains dan teknologike depan. Topik Makalah meliputi: Bidang Humaniora, Ketahanan PanganKesehatan dan Obat-obatan,Energi baru dan terbarukan Transportasi dan manufaktur, Informasi dan Komunikasi Pertahanan dankeamanan, ketertiban dan kebencanaan, Biodiversitas, lingkungan dan , sumberdaya alam
Kegiatan Seminar ini diharapkan dapat mendorong terjadinya pertukaran informasi, pengetahuan,dan pengalaman dalam penerapan sains dan teknologi untuk pemecahan permasalahan di masyarakat, sertakegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan publikasi hasil penelitian dan pengabdian; dan kerjasamaantar peneliti; antar Perguruan Tinggi dan Lembaga-lembaga penelitian di Indonesia.
Denpasar, Desember 2015Panitia
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | xiii
KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. vii
SAMBUTAN KETUA PANITIA ............................................................................................................ ix
SAMBUTAN KETUA LPPM UNIVERSITAS UDAYANA ................................................................ xi
HUMANIORANILAI LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKANDAN PENGEMBANGAN HUKUMFenty U. Puluhulawa, Nirwan Yunus ..........................................................................................................3
KEBIJAKAN LOKAL DAN ETNISITAS MENUJUINTEGRASI KELOMPOK ETNISDI KABUPATEN POHUWATOWantu Sastro ...............................................................................................................................................8
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEBERHASILAN IMPLEMENTASI EKONOMIHIJAU DALAM RESTORASI DAN KONSERVASI TERUMBU KARANG DI PEMUTERAN BALISEBAGAI DAYA TARIK EKOWISATAI Ketut Surya Diarta, I Gede Setiawan Adi Putra ....................................................................................13
KEMAMPUAN BAHASA BALI GENERASI MUDA BALI DI UBUD GIANYAR BALINi Luh Nyoman Seri Malini, Luh Putu Laksminy, I Ketut Ngurah Sulibra .............................................21
INTENSITAS KAPITAL INDUSTRI DAN DINAMISME KEUNGGULANKOMPARATIF PRODUK EKSPOR INDONESIANi Putu Wiwin Setyari ..............................................................................................................................29
MODEL ESTIMASI KINERJA KEUANGAN BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR INTERNAL UKM DI KABUPATEN BANDUNGRivan Sutrisno, Mardha Tri Meilani ..........................................................................................................38
KAMUS PRIMITIVA SEMANTIK BALI-INDONESIA-INGGRIS BIDANG ADAT DAN AGAMADr. I Made Netra, S.S., M.Hum, Drs. I Nyoman Udayana, M.Litt., Ph.D,Dr. Drs. I wayan Suardiana, M.Hum, Drs. I Ketut Ngurah Sulibra, M.Hum.,Dr. Drs. Frans I Made Brata, M.Hum .......................................................................................................46
MODEL KONFIGURASI MAKNA TEKS CERITA RAKYAT TENTANG PRAKTIK-PRAKTIKBUDAYA RANAH AGAMA DAN ADATUNTUK MEMPERKOKOH JATI DIRI MASYARAKAT BALIDr. Dra. Ni Ketut Ratna Erawati, M.Hum, Dr. I Made Netra, S.S., M.Hum,Dr. Frans I Made Brata, M.Hum, Prof. Dr. I Made Suastika, S.U ............................................................ 54
DAFTAR ISI
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
xxxviii | Kuta, 29-30 Oktober 2015
MODEL KEKUTAN KERJA SAMA PEMERINTAH-MASYARAKATPADA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PARIWISATA DI BALIIda Bagus Putu Adnyana ...................................................................................................................... 1868
PENGUJIAN PEMANFAATAN MIKROKONTROLER SEBAGAIPENGENDALI PENGAMAN MOTOR INDUKSI TIGA FASATERHADAP OVERLOADI Gst. Agung Putu Raka Agung , I Gst Agung K. Diafari Djuni H ....................................................... 1876
PENATARAN PEKERJA ARSITEKTUR TRADISIONAL BALIDI DESA PAKRAMAN BEDHA KABUPATEN TABANAN
A. Ayu Oka Saraswati , I Wayan Kastawan Widiastuti Evert Edward MoniagaA. ........................1882
EVALUASI PENENTUAN KAPASITAS CB (CIRCUIT BREAKER) BERKAITANDENGAN AKAN DIOPERASIKANNYA SUTET 500 KV (2.450 MW)(JAWA BALI CROSSING) SEGARARUPEK – GILIMANUK - NEWANTOSARIPADA SISTEM KELISTRIKAN 150 KV BALI TAHUN 2017Y P Sudarmojo, A I Weking ..................................................................................................................1889
DAMPAK ELECTRONIC WORD OF MOUTH:ADOPSI OPINI ONLINE PADA KOMUNITAS ONLINE KONSUMENA.A.G Agung Artha Kusuma, Ni Made Wulandari Kusumadewi ........................................................1896
BIODIVERSITY LINGKUNGAN,SUMBERDAYA ALAM
PENGARUH KONSENTRASI LOGAM KROM (Cr)PADA PROSES FITOREMEDIASI TANAMAN AKAR WANGIAchmad Zubair1), Mary Selintung2), Lawalenna Samang3), Hanapi Usman .........................................1907
KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DI LAHAN REHABILITASI BEKAS TAMBANGBATUBARA DI PT SINGLURUS PRATAMAIshak Yassir, Burhanuddin Adman, Syamsu Eka Rinaldi .....................................................................1915
PERBANYAKAN VEGETATIF ANGGREK DENDROBIUM ‘SONIA’MENGGUNAKAN BATANG DEWASA PADA MEDIA YANG BERBEDAIda Ayu Astarini1), .....................................................................................................1923
SINTESIS DAN KARAKTERISASI ION IMPRINTED POLYMERS (IIPs)1) 1) Deana Wahyuningrum .........................................................1929
SINTESIS DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIFTERMODIFIKASI ERIOCHROME BLUE BLACK DARI BIJI PEPAYAWidya Wigati1) 1) Henry Setiyanto ................................................................1933
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
xl | Kuta, 29-30 Oktober 2015
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF EKSTRAK DAUN KAYU MANIS(CINNAMOMUM BURMANNI BLUME) DAN UJI EFEKTIVITASNYA DALAM MENGENDALIKANJAMUR FUSARIUM OXYSPORUM FORMA SPECIALIS LYCOPERSICI PENYEBAB PENYAKITLAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT SECARA IN VITROAnak Agung Ketut Darmadi .................................................................................................................2025
GASIFIKASI BIOMASA DAN LIMBAH PADAT SISTEM SIRKULASI FLUIDIZED BEDI Nyoman Suprapta Winaya, Rukmi Sari Hartati, I Wayan Gede Ariastina .........................................2033
STRATEGI PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MELALUI ZONING MAP DAN ZONING TEKSIndayati Lanya , N.Netera. Subadiyasa, Ketut Sardiana, dan G.P. Ratna Adi .....................................2039
PENINGKATAN PRODUKSI, MUTU, DAN PENDAPATAN USAHATANITANAMAN BUNGA GUMITIR MELALUI PEMUPUKAN MINERALN. Netera Subadiyasa, dan Indayati Lanya .......................................................................................2047
KEMAMPUAN DEGRADASI LIGNOSELULOSA DARI KONSORSIUMBAKTERI RUMEN SAPI BALI DAN RAYAPIB. G. Partama, I M. Mudita, I G. L. O. Cakra, I W. Wirawan .............................................................2055
MODEL TATA SPASIAL HUNIAN MASYARAKAT BALI PERKOTAANNgakan Putu Sueca ...............................................................................................................................2062
PENGEMBANGAN GELLING AGENT ALAMI DARI DAUN GALING-GALING (CAYRATIATRIFOLIA L.) YANG MEMENUHI UJI KARAKTERISTIK FARMASETISI G.N.A. Dewantara Putra, I G.N. Jemmy A. Prasetia ..........................................................................2070
HIDROLISA DENGAN ASAM DAN ENZIM DALAM PROSES KONVERSI ULVA LACTUCAMENJADI ETANOLTri Poespowati1, Ali Mahmudi Rini Kartika Dewi ...............................................................................2077
EVALUASI PENGGUNAAN TEMPAT PEMELIHARAAN(KONTAINER PLASTIK DAN JARING) UNTUK PENELTIAN RESPONFEEDING ABALON TERHADAP PAKAN SEGAR ALGA MAKRO.Deny S. Yusup .......................................................................................................................................2085
PROPAGASI CENDAWAN ENDOMIKORIZA GLOMUS, GIGASPORA DAN ACAULOSPORAPADA JENIS TANAH YANG BERBEDAMeitini W. Proborini .............................................................................................................................2089
VARIASI JENIS DIATOM DI DANAU TAMBLINGAN UNTUK KEPENTINGAN FORENSIKSEBAGAI INDIKATOR KEMATIAN AKIBAT TENGGELAMNi Made Suartini, I Ketut Junitha, Pararya Suryadipura, Ni Luh Watiniasihj ......................................2094
PERUBAHAN LUAS AREAL MANGROVE DI TAHURANGURAH RAI DARI DATA LANDSATI.W.Gede Astawa Karang, Abd. Rahman As-syakur, Elok Faiqoh dan I. G. B. Sila Dharma ..............2100
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 1905
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
2062 | Kuta, 29-30 Oktober 2015
MODEL TATA SPASIAL HUNIAN MASYARAKAT BALI PERKOTAAN
Ngakan Putu Sueca 1)
1 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran BaliTelp/Fax : 0361 703384, E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Rumah merupakan satu dari kebutuhan dasar manusia sebagai tempat mengasuh keluarga, mengembangkan diridan berpartisipasi menuju peningkatan kehidupan dan peradaban. Tetapi banyak masyarakat yang belum memilikirumah yang sesuai dengan budayanya. Dan konsep hunian daerah perkotaan di Bali jarang mendapat perhatianpeneliti. Padahal, lebih dari separuh masyarakat Bali kini hidup di daerah perkotaan. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk mendapatkan potret transformasi budaya hunian dari konsep hunian tradisional ke konsep hunianmodern sekarang ini, khususnya masalah keruangan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan di dalam rumah bukan hanya kegiatan yang bersifatdomestik melainkan kegiatan produksi. Fungsi rumah telah berkembang menjadi aset untuk melaksanakan kegiatanekonomi sebagai sumber pendapatan keluarga. Fungsi domestik juga berkembang terutama terkait denganperkembangan teknologi. Sedangkan fungsi sosial dan ritual hampir semuanya tetap bertahan.Pada aspek ruang, ditemukan adanya tata ruang yang cukup bervariasi. Jika pada masyarakat tradisional, tata ruanglebih banyak terkait dengan kepercayaan dan keyakinan yang didasari ajaran Hindu. Namun nilai-nilai kekinianbanyak dipengaruhi nilai modernitas, situasi dan kondisi serta pragmatisme. Nilai sakral profan merupakan rujukanutama masyarakat tradisional. Namun kini muncul tata nilai ruang baru seperti depan belakang, bersih kotor, publikprivat, atas bawah. Secara prinsipil, tatanan sakral profan tetap dipertahankan sebagai nilai utama untuk menataruang didalam rumah namun disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada pada tiap-tiap rumah dan keluarga.
ABSTRACT
House is one of the essential human needs as place for upbringing family, self development and participate towardslife and civilization enhancement. Unfortunately, many people have no house which suitable for their culture.Furthermore, dwelling concept for urban areas in Bali is being less researcher’s concern. On the other hand, morethan a half of Balinese currently living in urban areas. Goals of this study is to explain cultural transformation oftraditional dwelling concept into modern dwelling concept focusing on spatial issues.Research results show that activities being hold in the house are not only domestic activities but also productionactivities. Function of the house is becoming as asset for doing economic activities for getting family income. Domecticfuntcion is also evolving especially related to technology development. Furthermore social and ritual functions arealmost constant.On the aspect of spatial, it is found variety of spatial orders. In the traditional society, spatial order is merely related
modernity, situation, context and pragmatism. Sacred profane norm is essential traditional community reference. Buttoday there is new spatial order such as front back, clean dirty, public private, up down. Principally, sacred profanecontinuum is still conserved as an essential norms to arrange space in the house but it is adjusted to situation andexisting context of each house and family.
Kata kunci: spasial, rumah, perkotaan, transformasi
PENDAHULUANRumah menjadi satu dari kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup sesuai dengan harkat
dan martabatnya. Rumah menjadi unit terkecil yang diperlukan keluarga didalam mengasuh keluarga,mengembangkan diri dan berpartisipasi didalam membangun masyarakat dan bangsa menuju padapeningkatan hidup, kehidupan dan peradaban manusia. Dengan hunian yang baik yang sesuai dengankebutuhan fungsi, sosial dan kultural, manusia dapat secara optimal melakukan tugas-tugas individual dankemasyarakatan. Oleh karena itu, rumah merupakan sesuatu yang amat penting bagi manusia, baik yangtinggal di daerah perdesaan maupun di perkotaan. Akan tetapi banyak masyarakat yang belum memilikirumah yang sesuai dengan tuntutan budayanya. Bahkan, masih banyak yang belum memiliki rumahterutama masyarakat di daerah perkotaan.
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 2063
Kota saat ini telah menjadi ruang bagi kehidupan mayoritas penduduk di seluruh dunia dimanalebih dari 50% penduduk tinggal di daerah perkotaan, termasuk di Bali. Akan tetapi, kota belum mampumenyediakan ruang hidup yang ideal bagi warganya, salah satu masalah adalah belum tersedianya ruanghunian yang sesuai dengan akar budaya penghuni. Hal ini antara lain disebabkan telah terjadinya transformasibudaya pada masyarakat di satu sisi. Pada sisi yang lain, hunian tradisional tidak dapat mewadahi tuntutan-tuntutan modern warga. Demikian pula hunian-hunian yang dibangun oleh pengembang telah banyak
dengan kebutuhan dan nilai-nilai yang diyakininya. Jika pembongkaran-pembongkaran, perbaikan-perbaikan ini dihitung dengan uang, sesungguhnya terlalu besar investasi sia-sia yang dihamburkan untukitu. Ratusa milyar rupiah setiap tahun mungkin habis sia-sia hanya untuk membongkar rumah yang telahdibangun untuk menyesuaikan kebutuhan pemilik. Padahal, jika rumah-rumah itu dibangun sesuai dengankebutuhan pemilik maka pemborosan itu dapat dihindari.
Biaya untuk pembongkaran, perbaikan, perubahan itu sesungguhnya dapat dialokasikan untukkebutuhan lain yang amat bermanfaat bagi warga. Oleh karena itu, memahami konsep keruangan hunianmodern masyarakat perkotaan di Bali sangatlah penting, baik secara sosial, kultural, fungsional, danekonomi. Dengan demikian diharapkan bahwa temuan dari penelitian ini akan dapat dijadikan dasar olehpara arsitek, pengembang perumahan dan pengambil kebijakan dibidang perumahan perkotaan untukmerancang tempat hunian yang berlandaskan budaya masyarakat. Hal ini akan dapat menghindarkanmasyarakat terhadap pemborosan yang tidak perlu didalam mewujudkan harapan untuk memiliki tempathunian yang diinginkan.
Disamping itu, terdapat suatu kesenjangan informasi ataupun teori/konsep tentang arsitektur Bali,khususnya antara informasi yang tersedia tentang arsitektur tradisional Bali (ATB) dengan arsitekturmodern khususnya untuk daerah perkotaan. Para peneliti selama ini terlalu banyak memfokuskan padakajian arsitektur tradisional di daerah perdesaan (lihat Gelebet, 1978; Salija, 1975; Fakultas Teknik Unud,1981; 1982; Runa, 1993; 2004; Paturusi, 1988; Acwin, 2008a; 2008b) dan masih banyak kajian lain yangmungkin ditemui, baik kajian dari perspektif ilmu arsitektur maupun disiplin ilmu lain. Informasi tentangkebudayaan (tradisional) di Bali sangat berlimpah. Hal ini sangat kontras dengan kajian tentang arsitekturrumah perkotaan yang dilakukan para peneliti. Dapat dikatakan bahwa kajian ini masih sangat minim,padahal permasalahan krusial saat ini maupun di masa mendatang adalah pada daerah urban/perkotaan,baik menyangkut masalah lingkungan, sosial, budaya, politik, transportasi, kriminalitas, perumahan, dansebagainya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan dalam berbagai publikasinya bahwa umatmanusia menuju pada suatu dunia yang semakin mengkota (urbanizing world) (lihat UNCHS 1996; 2001;UN Habitat 2008; Sueca 2009).
Sesungguhnya ada beberapa kajian yang telah dilakukan tetapi masih bersifat sangat parsial, baikmenyangkut substansi, lokasi mapupun perspektif kajian. Meganada (1990) misalnya melakukan kajianterhadap perumahan KPR/BTN di Suwung Kangin, kota Denpasar. Kajian ini menghasilkan suatu informasiawal tentang adaptasi spasial yang dilakukan warga Bali terhadap rumah yang ditempati, namun bukandalam konteks kajian masyarakat urban. Demikian pula Sueca (1997) telah melakukan suatu studi perubahanpola spasial pada rumah tradisional di Desa Kesiman Kota Denpasar. Kajian awal ini menghasilkan suatuinformasi dasar tentang bagaimana dan mengapa masyarakat Bali melakukan transformasi pada rumah
publik pada pusat pertumbuhan di daerah perkotaan dengan sampel koridor Jalan Supratman Denpasar.Selain itu, Budihardjo (1994) melakukan kajian terhadap perubahan fungsi dan tata ruang puri di beberapadesa di Bali, baik yang berlokasi di daerah perkotaan maupun perdesaan. Terakhir, Sueca (2003) jugamencoba mengkaji transformasi rumah masyarakat di daerah perkotaan dengan sampel rumah tradisionalmaupun KPR/BTN di kota Denpasar. Penelitian ini mencoba membandingkan fenomena yang terjadi padakedua tipe rumah tersebut.
Semua kajian ini nampaknya merupakan studi awal dan terpotong-potong. Belum ada suatu penelitiankomprehensif yang dapat menghasilkan suatu teori ataupun konsep tentang bagaimana masyarakat
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
2064 | Kuta, 29-30 Oktober 2015
Bali modern di daerah perkotaan merancang dan menggunakan lingkungannya, baik pada lingkungantradisional, rumah KPR/BTN, permukiman spontan, rumah tetap/temporer, rumah susun, apartemen, dansebagainya. Bagaimana sistem spasial masyarakat Bali modern di daerah perkotaan, baik yang ada di pusatkota, daerah pinggiran, pada daerah pusat pertumbuhan maupun pada daerah penyangga? Semua informasiini penting untuk dipakai sebagai dasar perencanaan, pengelolaan dan pengendalian pembangunan kota dimasa mendatang dalam konteks pembangunan berkelanjutan yang berwawasan budaya Bali.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui transformasi hunian tradisional di daerah perkotaan
spasial rumah masyarakat di daerah urban, serta unsur-unsur yang tetap dan berubah.
BAHAN DAN METODEPenelitian ini akan dilakukan di daerah perkotaan di Bali dengan mengambil kasus wilayah Kota
Denpasar. Pemilihan Denpasar sebagai kasus didasarkan pada beberapa pertimbangan, yakni Denpasar kota
untuk melakukan penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif mengingataspek kultur yang sangat kental dalam tata ruang hunian di Bali (lihat Lincoln & Guba, 1985; Moeleong,1994; Muhadjir, 1992; Mulyana, 2008; Sugiyono, 2009a, 2009b; Bungin, 2009). Kasus penelitian dipilihmenggunakan pendekatan snowball dimana data dikumpulkan menggunakan berbagai teknik sepertiobservasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi.
tinggal tradisional maupun rumah tinggal kekinian. Aspek-aspek yang akan dikaji antara lain adalah polaaktivitas (domestik, sosial, kultural), fungsi rumah (hunian, ekonomi, sosial, kultural, simbolik), jenisruang, nilai ruang, orientasi ruang, sistem nilai yang dianut penghuni, pola pemanfaatan ruang, ukuran danluasan ruang serta ukuran dan luasan rumah, jumlah ruang, jenis pemanfaatan ruang, dsb. Data dianalisisterutama menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik ini digunakan untuk menganalisis pola-pola, makna-makna keruangan yang terjadi serta perubahan atau transformasi yang terjadi.
HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Transformasi Hunian Tradisional Di Daerah Perkotaan
Hunian tradisional Bali telah lama menjadi daya tarik para peneliti arsitektur terutama terkaitdengan perubahan yang terjadi, baik akibat internal ataupun eksternal. Namun penelitian tentang fenomenahunian tradisional di daerah perkotaan masih relatif sedikit. Meskipun ada beberapa, itu pun masih padatingkat eksplorasi. Seperti telah ditulis banyak orang, masyarakat Bali yang sangat kental unsur budayanyamemiliki hunian yang mengandung makna-makna mendalam. Dari segi teknis tidak terlalu banyak yangspesial karena unit-unit ruang serta bangunannya relatif kecil dan sederhana. Namun tatanan nilai yangterkandung didalamnya sangatlah khas.
Masyarakat perkotaan memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan masyarakat di
Demikian pula dalam hal kepadatan bangunannya. Harga lahan di daerah perkotaan jauh lebih mahaldibandingkan dengan di daerah perdesaan. Karena lebih padat, baik penduduk maupun bangunannya,daerah perkotaan umumnya relatif lebih panas akibat daerah penghijauan yang kurang sedangkan daerahperkerasan yang lebih banyak. Secara sosiologis, masyarakat perkotaan bersifat lebih individual, solidaritaskomunal berkurang. Nilai-nilai ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perdesaan.
Seperti telah diperkirakan, bahwa ruang konservasi lingkungan pada rumah tradisional umumnya
keluarga maupun karena alasan lainnya. Pada hampir setiap rumah tradisional ditemukan adanya areabelakang rumah berupa teba atau kebun/ladang yang memiliki banyak fungsi. Sejak beberapa dekade lalukebun ini telah beralih fungsi menjadi ruang untuk melakukan kegiatan, baik domestik, ekonomi, sosialmaupun kegiatan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penghuni.
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 2065
Secara prinsip rumah tradisional masyarakat Bali perkotaan telah mengalami perubahan mendasar,baik dari segi fungsi, tatanan spasial, bentuk, ornamentasi, dan nilai yang melekat pada rumah. Fungsi rumahkini bukan sekedar tempat melaksanakan kegiatan sosial dan budaya serta reproduksi semata melainkantelah berkembang sebagai tempat produksi dan memiliki nilai komoditi. Rumah kini menjadi sumberpendapatan keluarga, baik sebagai pendapatan utama maupun pendapatan sampingan. Akibat pergeseranini, rumah mengalami berbagai transformasi yang sangat mendasar seperti misalnya lunturnya sikap singbani ngeluanin, menggusur letak sanggah/merajan, hilangnya teba dan telajakan bahkan menyempitnyanatah. Hal ini juga berdampak sosial yang cukup serius pada beberapa keluarga terutama terkait denganpembagian waris. Dapat dikatakan bahwa rumah kini memiliki fungsi yang semakin kompleks.
3.2 Pola-Pola Aktivitas Dan Keruangan HunianSeperti telah disinggung sebelumnya, fungsi rumah kini telah berkembang dan demikian pula
dengan aktivitas yang muncul di dalamnya. Secara umum ditemukan beberapa kategori kegiatan di rumahmasyarakat perkotaan di Bali antara lain adalah aktivitas domestik, aktivitas ritual, aktivitas ekonomi, danaktivitas sosial.
a. Aktivitas domestikPada umumnya aktivitas domestik di dalam rumah bagi masyarakat perkotaan dan perdesaan tidak
terlalu banyak berbeda. Perbedaan yang ada adalah pada jenis, intensitas, proporsi kegiatan. Aktivitasdomestik seperti: memasak, beristirahat, mencuci, bekerja, belajar, bersenda gurau, membersihkan rumah,berkebun, menerima tamu, berekreasi, menyimpan, mandi dan membersihkan diri, dan berbagai kegiatansejenis lainnya. Pergeseran antara kegiatan masyarakat tradisional dengan masyarakat kini sangat menyolokterutama terkait dengan gaya hidup. Rumah kini menyediakan hampir semua fasilitas yang dulu disediakanoleh lingkungan. Masyarakat tradisional dulu melakukan kegiatan mandi, mencuci, bersosialisasi, berjualan,berkebun di luar rumah sementara kini semuanya dilakukan di dalam rumah.
b. Aktivitas ritualSecara umum, aktivitas ritual tidak terlalu banyak mengalami perubahan dan tidak pula berpengaruh
penting terhadap tatanan spasial rumah. Hal ini telah menjadi temuan umum bahwa hal-hal yang terkaitdengan nilai religiusitas dan kegiatan keagamaan paling sedikit mengalami perubahan dibandingkandengan unsur-unsur kebudayaan lainnya. Kegiatan ini meliputi aktivitas menghaturkan sodan (ritual hariansetelah selesai memasak), melaksanakan panca yadnya seperti sembahyang setiap hari, pada saat hari-haritertentu (purnama, tilem, tanggalan kliwon, dll.), melaksanakan butha yadnya seperti halnya (mecaru),melaksanakan manusa yadnya (upacara pernikahan, potong gigi, tiga bulanan, 42 hari, menek kelih,ngaben), dan berbagai aktivitas ritual lainnya.
Akan tetapi yang menarik adalah terjadi perubahan terkait dengan tempat menyelenggarakankegiatan-kegiatan ritual tersebut. Khususnya kegiatan-kegiatan ritual keagamaan yang besar seperti potonggigi, pernikahan, ngaben umumnya dilakukan pada rumah tua, namun ada juga yang melakukannya bukandi rumah tua. Jika dilakukan bukan di rumah tua, maka ruang yang digunakan untuk melakukan kegiatanritual ini sangat bervariasi. Jika memungkinkan, maka bale adalah pilihan ideal. Akan tetapi jika tidak makaruang yang ada dapat digunakan seperti ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, ataupun beranda. Selainitu, aktivitas ritual juga dapat dilakukan di dalam ruang suci. Ruang-ruang seperti ini banyak bermunculanmungkin karena kini masyarakat memerlukan privasi yang lebih untuk memperoleh kekhusukan didalammelakukan kegiatan seperti meditasi, tapa, yoga, dsb.
c. Aktivitas ekonomiAktivitas ekonomi nampak merupakan perubahan mendasar pada seting tradisional rumah orang
Bali, baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Akan tetapi, penampakan kegiatan ekonomi di daerahperkotaan lebih dominan dibandingkan dengan di daerah perdesaan. Umumnya, kegiatan ekonomi
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
2066 | Kuta, 29-30 Oktober 2015
area yang berorientasi ke jalan raya. Akses terhadap promosi dan pelanggan menjadi alasan mengapa
dan fenomena ini semakin menggejala sampai pelosok-pelosok daerah perdesaan. Mungkin ini dapatmenjelaskan proporsi masyarakat perkotaan yang memiliki profesi lebih banyak diluar petani karenamayoritas masyarakat kota adalah bukan bergerak dibidang pertanian. Akan tetapi, area yang lebih dalamdari rumah tradisional juga bertransformasi menjadi tempat atau ruang untuk melaksanakan kegiatanekonomi. Disamping terdapat bale yang diubah bentuk dan fungsinya menjadi tempat produksi, ruang-ruang juga diciptakan untuk kepentingan ekonomi.
3.3 Pola Spasial Rumah Masyarakat Di Daerah Urbana. Depan Dan Belakang Rumah
Dalam literatur, tatanan spasial rumah tradisional lebih banyak dipengaruhi oleh nilai sakral profanKini, berbagai fenomena muncul sebagai bagian dari perubahan terus menerus yang terjadi.
Fenomena ini antara lain adalah: depan belakang; bersih kotor, atas bawah, publik privat, disampingtatanan tradisional tetap bertahan seperti hulu teben, sakral dan profane. Fenomena depan dan belakangdapat dikenali dari berbagai indikator seperti: penempatan ruang dengan berbagai fungsi; jenis dan sifatkegiatan yang dilakukan serta distribusinya dalam rumah; peralatan dan perlengkapan yang digunakanserta ditata dalam masing-masing ruangan
Umumnya yang ditaruh di depan adalah yang bersifat: “bersih”, bernilai, suci, utama, sedangkanyang ada di bagian belakang adalah yang kotor, kurang bernilai, Yang kotor: gudang tempat menaruhberbagai benda, pengaturannya bisa berantakan, kurang tertata/kurang rapi/jelek, secara visual memberikesan buruk, barang bekas pakai, barang tidak terpakai lagi, hendak dibuang, sisa-sisa. Kamar mandi/WCtepat melakukan kegiatan mandi, buang air yang dianggap kotor diletakkan di belakang, atau tersembunyi,jauh dari pandangan publik. Demikian pula tempat jemuran, pakaian kotor, barang bekas dan alat-alatrumah tangga umumnya diletakkan di bagian belakang rumah.
b. Hulu dan tebenKekuatan nilai-nilai tradisi terlihat masih tersisa dalam banyak hal khususnya nilai hulu teben.
Penempatan ruang-ruang suci untuk tempat bersembahyang keluarga sepertinya merupakan harga matiyang sulit ditawar. Tetap ada patokan kemana arah yang dianggap suci yakni ke arah matahari terbit (timur/kangin) dan ke arah ketinggian/gunung (kaja). Penempatan tempat suci, arah tidur masih tetap berpatokanpada sumbu ritual dan sumbu bumi (sumbu kosmos).
c. Sakral dan profanRuang bagi masayrakat tradisional tidak bersifat netral melainkan memiliki nilai yang sangat
terkait erat dengan nilai-nilai kepercayaan dan keyakinan. Masyarakat tradisional di Bali secara mayoritasberkeyakinan Hindu. Ajaran dan kepercayaan keHinduan sangat berperan dalam menentukan bagaimanamasyarakat mempersepsi ruang. Seperti ditulis banyak peneliti, ruang memiliki nilai sakral profan. Bagikebanyakan masyarakat di daerah perkotaan, arah kiblat masih tetap dipertahankan terutama ke arah luandan teben.
d. Bersih dan kotorFenomena ini sepertinya selaras dengan fenomena depan belakang. Depan berarti bersih dan
belakang identik dengan kotor. Namun demikian, tidak jarang dijumpai bahwa dibagian depan rumahterdapat indikator-indokator kekotoran seperti jemuran, garasi, gudang, tempat sampah. Akan tetapiumumnya hal ini terjadi terutama pada lahan-lahan sempit dimana arah depan memberikan keleluasaanuntuk mendapatkan sinar matahari untuk mengeringkan pakaian yang dicuci. Tiada pilihan lain karena
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 2067
lahan penuh terbangun dimanfaatkan untuk mendapatkan ruang bangunan yang tertutup. Umumnya ruangterbuka atau natah tersisa di bagian depan rumah
e. Atas dan bawahVertikalitas telah menjadi fenomena penting dalam era kota di jaman modern seperti sekarang. Tanah
menjadi mahal, langka dan semakin terbatas. berbanding terbalik dengan jumlah manusia penghuninya.Pengembangan tanah ke samping sangat tidak mungkin, oleh karena itu, kekurangan atas tempat dilakukanke arah atas, vertical. Dengan demikian muncul paradigma baru dalam membangun ke arah vertikal yangmemunculkan multi interpretasi.
f. Single to multi family houseJaman dulu, setiap keluarga tinggal dalam satu petak pekarangan rumah yang terdiri dari beberapa unit
bangunan atau bale dengan fungsinya masing-masing. Kini, di tengah keterbatasan lahan dan kompleksitasfungsi serta nilai yang berkembang seiring dengan kemajuan masyarakat, cara bermukim juga mengalamiperubahan. Rumah dapat terdiri dari satu atau lebih keluarga inti yang kemudian menjadi keluarga besar(extended family).
Bangunan ada yang masih berupa bale dengan fungsi khusus seperti bale dangin atau bale daja,jineng/kelumpu, dsb. Kini juga bale atau bangunan dapat terdiri dari beberapa ruangan dengan berbagaifungsi yang diwadahi. Rumah kini dapat terdiri dari beberapa bale atau bangunan, dengan satu atau banyakruangan, dengan satu atau beberapa fungsi yang diwadahi, dihuni oleh satu atau lebih keluarga
g. Publik dan privatRumah sebagai area privat pada kenyataannya seringkali berubah fungsi menjadi area publik dimana
setiap orang memiliki akses untuk menggunakannya. Demikian pula rumah di Bali. Tetapi kenyataannyabahwa kebutuhan privasi bagi masyarakat kini di daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengankenyataan pada rumah tradisional. Fenomena ini merupakan fenomena yang berkembang pada masyarakatBali modern terutama di daerah perkotaan. Kebutuhan perivasi ini umumnya berbanding lurus denganstatus sosial masyarakat. Semakin tinggi status sosial seseorang maka kebutuhan privasinya meningkat.Demikian pula sebaliknya.
h. Nilai komoditasRumah dulu memiliki nilai sakral yang tidak dapat diperjualbelikan. Kini, tanah dan rumah yang
ada didalamnya merupakan barang dagangan yang dapat diperjualbelikan, memiliki nilai ekonomi. Adasebagian masyarakat yang menganggap bahwa tanah yang mereka tempati adalah tanah ulayat milikdesa yang sewaktu-waktu karena keadaan tertentu dapat diambil kembali atau dikembalikan kepada desasebagai pemilik.
i. Seting sosial kultural menjadi tempat produksiJika pada jaman tradisional sawah dan ladang merupakan lahan pokok untuk berproduksi terutama
hasil-hasil pertanian pada jaman masyarakat agraris. Dulu rumah merupakan seting sosial dan kulturaldimana masyarakat melakukan kegiatan-kegiatan domestik, kegiatan sosial dan kegiatan-kegiatan yangterkait dengan upacara keagamaan semata. Kini ketika masyarakat memiliki profesi yang beragam danganda, sawah dan ladang bukan lagi sebagai tempat utama untuk berproduksi.
Rumah sebagai tempat produksi dapat berupa berbagai macam seperti halnya sungguh-sungguhmenjadi tempat dihasilkannya barang-barang yang bernilai ekonomi yang dapat menghasilkan uang
Disamping itu, rumah juga dapat disewakan, dikontrakkan, digadaikan, Bagian-bagian yangdapat dijadikan tempat produksi dapat saja bagian depan rumah, belakang rumah, atau bagian tengah(inti) rumah. Akan tetapi ada bagian penting rumah yang tidak pernah dijadikan tempat produksi yaknitempat suci (sanggah/merajan). Sedangkan bale-bale beberapa dijadikan sebagai tempat produksi apakah
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
2068 | Kuta, 29-30 Oktober 2015
sebagai tempat untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan barang-barang atau sekedar sebagai gudangsementara hasil produksi, atau keduanya
j. Esensi natahRuang sebagai pusat orientasi di dalam rumah tradisional yang disebut dengan natah sampai saat ini
masih dianggap sebagai ruang yang sangat esensial, baik yang bermakna spiritual maupun profan. Ruangini masih memiliki fungsi terutama dalam kaitannya untuk mewadahi kegiatan-kegiatan ritual keagamaan.Hal ini menjadi fakta, baik pada rumah tradisional yang sudah berkembang maupun pada rumah baru diperkotaan.
4. KESIMPULANPenelitian ini menunjukkan bahwa telah banyak terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam pola
tata ruang hunian masyarakat Bali di daerah perkotaan dan mungkin perubahan ini akan terus berlanjutseiring dengan perkembangan dinamikan kehidupan masyarakat Bali pada umumnya. Rumah kini bukanlagi semata merupakan seting kultural dan tempat reproduksi melainkan juga merupakan tempat produksiyang memiliki nilai komoditas. Hasil penelitian ini juga cukup mengejutkan dimana hal-hal terkait denganunsur relegi dalam kebudayaan yang umumnya sukar berubah ternyata dalam fenomena hunian masyarakatBali perkotaan telah mengalami pergeseran (Koentjaraningrat, 1987). Terdapat keragaman penafsiranterhadap apa yang dianggap benar dan apa yang dianggap cocok bagi masyarakat Bali terutama yangberagama Hindu. Hal ini terkait dengan orientasi sakral profan yang memunculkan berbagai variasi tataruang hunian modern sekarang ini. Apabila dalam masyarakat tradisional orientasi adalah kearah gunungdan kearah matahari terbit maka kini juga muncul orientasi depan belakang, bersih kotor, publik privat,atas bawah. Keberagaman interpretasi terhadap nilai baru ini merupakan satu bentuk ekspresi hilangnyaotoritas arsitek tradisional, tumbuhnya otoritas pemilik yang lebih dominan didalam merancang hunianyang mereka inginkan.
Ucapan TerimakasihPada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan untuk melakukanpenelitian ini melalui pendanaan yang diberikan sehingga penelitian ini dapat dilakukan. Tanpa ini tidakmungkin penelitian ini dilaksanakan. Terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh mahasiswa PSArsitektur FT Unud yang telah sangat membantu didalam pengumpulan serta pengolahan data. Tanpabantuan mereka mustahil penelitian ini dapat diselesaikan. Terakhir ucapan terima kasih harus kami tujukankepada seluruh responden dan masyarakat Bali umumnya yang dengan rela rumahnya dijadikan kasusdalam penelitian ini. Kontribusi mereka tidak kalah pentingnya untuk penelitian ini. Kepada semua rekanjuga disampaikan terima kasih atas sumbang saran, kritik serta dukungan moralnya selama penelitian inidilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKABudihardjo, R. (1994) ‘Perubahan Fungsi dan Tata Ruang Puti-Puti di Bali: suatu kajian sejarah sosial’.
Tesis S2. Bandung: ITBBungin, B. (2009) Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.Koentjaraningrat. (1987) Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia.Lincoln, Y. S. & Guba, E. G. (1985) Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage Publications.Meganada, I W. (1990) ‘Pola Tata Ruang Arsitektur Tradisional Dalam Perumahan KPR/BTN di Bali: suatu
evaluasi arsitektur terhadap kasus perumahan KPR/BTN, Suwung Kangin di Denpasar Selatan’Tesis S2. Bandung: ITB.
Moeleong, L. J. (1994) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 2069
Muhadjir, N. (1992) Metodologi Penelitian Kualitatif: telaah positivistik, rasionalistik, phenomenologik,realisme metaphisik. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Mulyana, D. (2008) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.Runa, I W. (1993) ‘Variasi Perubahan Rumah Tinggal Tradisional Desa Adat Tenganan Pegringsingan’.
Tesis S2. Yogyakarta: UGM.Sueca, N. P. (1997) ‘Perubahan Pola Spasial Rumah Tinggal Tradisional di Desa Adat Kesiman Denpasar’.
Tesis S2. Yogyakarta: UGMSueca, N. P. (1999) ‘Transformasi Ruang Publik Tradisional Pada Jalur Pusat Pertumbuhan: studi kasus
lingkungan sepanjang jalan Supratman Denpasar’. Laporan Penelitian. Dibiayai Dirjen DiktiDendiknas Jakarta. Denpasar: FT Unud
Sueca, N. P. (2003) ‘Housing Transformation: improving environment and developing culture in Bali’Tesis S3. Newcastle: University of Newcastle UK
Sugiyono. (2009a) Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.Sugiyono. (2009b) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.UNCHS. (1996) An Urbanizing World : Global Report on Human Settlements. Oxford: Oxford University
Press.UNCHS. (2001) Cities in globalizing world: global report on human settlements. London: Earthscan
Publications.UN Habitat. (2008) State Of The Worlds’s Cities 2008/2009: harmonious cities. London: Earthscan
Publishing.
Top Related