Presus Saraf 2

download Presus Saraf 2

of 31

Transcript of Presus Saraf 2

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    1/31

    PRESENTASI KASUS

    MIASTENIA GRAVIS

    Pembimbing:

    dr. Sholihul M, Sp S, Msi Med.

    Disusun Oleh:Arga Gumilang Wiriadidjaja

    1110221120

    KEPANITERAAN KLINIK

    DEPARTEMEN NEUROLOGI

    RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    2/31

    BAB I

    STATUS NEUROLOGIS PASIEN

    A.

    IDENTITAS PASIENNomor rekam medik : 27.94.04

    Nama : Tn. M. Y

    Umur : 50 tahun

    Alamat : Komp. Paspampres H 72 Kramat Jati, Jakarta Timur

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Agama : Islam

    Status : Menikah

    Masuk tanggal : 17 Februari 2013

    Diperiksa tanggal : 5 April 2013

    Pekerjaan : Anggota TNI

    B. ANAMNESISAnamnesis yang dilakukan secara autoanamnesis pada 5 April 2013

    Keluhan Utama : lemas pada kedua tangan dan kaki

    Keluhan Tambahan : sesak nafas, sulit menelan

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang ke poli Saraf RSPAD Gatot Soebroto Jakarta dengan keluhan lemas

    pada kedua tangan dan kaki sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit ( 17 Februari 2013).

    Berdasarkan alloanamnesa, keluhan pasien tersebut sudah diderita semenjak 5 tahun

    sebelumnya dan berangsur-angsur menjadi semakin berat dan mengganggu dalam

    beberapa tahun terakhir, hingga pasien dibawa oleh keluarganya ke RSPAD Gatot

    Soebroto Jakarta. Keluhan lemas yang diderita oleh pasien tersebut dirasakan setelah

    pasien melakukan aktivitas.

    Sejak 3 tahun terakhir, pasien mulai mengalami kesulitan dalam beraktivitas

    sehari-hari. Kelemahan pada kedua tungkai menyebabkan pasien hanya dapat berbaring

    saja di tempat tidur. Pergerakan pasien juga dikeluhkan semakin melambat. Selain itu

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    3/31

    pasien juga merasakan bahwa kedua kelopak matanya semakin turun dan semakin sulit

    untuk diangkat, terutama setelah beraktivitas. Disamping itu juga pasien mengeluhkan

    sulitnya menelan, mengakibatkan proses makan menjadi lambat. Kadang-kadang

    makanan dan minuman yang dikonsumsi keluar kembali, akibat sulitnya proses menelan.

    Setelah itu pasien juga mengeluhkan lambatnya proses berjalan yang dirasakan semakin

    nyata.

    2 Bulan sebelum pasien dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit, kesulitan

    menelan menjadi semakin nyata. Berat badan pasien terlihat sangat menurun diakibatkan

    berkurangnya asupan makanan.

    3 hari sebelum masuk ke rumah sakit, pasien mengalami demam yang naik turun.

    Berdasarkan keterangan istri pasien, pasien sulit untuk dibangunkan dan terdengar

    mengorok. Pasien juga sulit untuk diajak berkomunikasi yang ditandai dengan

    berkurangnya respon saat diajak berbicara. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk

    berdahak disertai sesak napas. Keluhan tambahan seperti mual, muntah, sakit kepala,

    bicara pelo dan riwayat kejang dibantah oleh keluarga pasien. Riwayat adanya trauma

    pun dibantah oleh pasien beserta keluarganya.

    Riwayat Penyakit DahuluRiwayat hipertensi disangkal

    Riwayat diabetes melitus disangkal

    Riwayat penyakit jantung disangkal

    Riwayat stroke disangkal

    Riwayat Parkinson (+)

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Tidak ada

    Riwayat kelahiran / pertumbuhan / perkembangan

    Tidak ada kelainan

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    4/31

    C. PEMERIKSAAN FISIK1. Status Generalisata

    Keadaan Umum : tampak sakit berat

    Kesadaran : CM

    GCS : Eptosis M6Vendotrachealtube

    Tanda-tanda Vital :

    TD : 110/70 mmHg RR : 20 x/menit

    Nadi : 80 x/menit Suhu : 36,7C

    Kepala : deformitas (-), normocephal

    Leher : KGB tidak teraba

    Thorax : dada kiri dan kanan tampak simetris,

    napas vesikular, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

    bunyi jantung III murni, murmur (-), Gallop (-)

    Abdomen : hati, limpa, ginjal tidak teraba.

    bising usus : dalam batas normal

    Ekstremitas : Akral teraba hangat, tidak ditemukan deformitas, tidak ada edema

    2. Status Psikiatris : Tingkah laku : sulit dinilai Perasaan hati : sulit dinilai Orientasi : sulit dinilai Jalan pikiran : sulit dinilai Daya ingat : sulit dinilai

    3. Status NeurologisTANDA RANGSANG MENINGEAL

    Kaku kuduk : (-) / (-)

    Laseque : >700/ >70

    0

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    5/31

    Kerniq : >1350/ >135

    0

    Brudzinky I,II : (-) / (-)

    N.CRANIALIS

    N.I : Normosmia / Normosmia

    N.II : Tajam penglihatan : sulit dinilai

    Lapang pandang : sulit dinilai

    Pengenalan warna : sulit dinilai

    N.III, IV, VI : Ptosis : (+) / (+)

    Strabismus : (-)

    Nistagmus (-)

    Gerakan bola mata ke segala arah : Terhambat

    Pupil : bulat, isokor , 3mm/3mm

    Refleks cahaya langsung : +/+

    Refleks cahaya tidak langsung : +/+

    N.V : Sensibilitas : Sisi atas: sulit dinilai

    Sisi tengah : sulit dinilai

    Sisi bawah : sulit dinilai

    Membuka dan menutup mulut : sulit dinilai

    Menggigit : sulit dinilai

    N.VII : Mengangkat alis: sulit dinilai

    Kerutan dahi : sulit dinilai

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    6/31

    Menutup mata : kedua mata dalam keadaan tertutup

    Meringis : sulit dinilai

    Menggembungkan pipi : sulit dinilai

    N.VIII : Pendengaran: mendengar suara gesekan jari: kanan dan kiri : sulit dinilai

    N.IX, X : Disfagia (+)

    Disfonia (-)

    Arcus faring : simetris

    Uvula : ditengah

    N.XI : Menolehkan kepala : sulit dinilai

    Mengangkat bahu : sulit dinilai

    N.XII : Lidah deviasi: sulit dinilai

    Atrofi lidah : sulit dinilai

    Pelo/ cadel (-)

    Pemeriksaan Motorik

    Kekuatan :

    Dextra Sinistra

    4 4 4 4 4 4 4 4

    4 4 4 4 4 4 4 4

    Tonus :

    Dextra Sinistra

    Hipertonus Hipertonus

    Hipertonus Hipertonus

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    7/31

    Trofi :

    Dextra Sinistra

    Eutrofi Eutrofi

    Eutrofi Eutrofi

    Pemeriksaan Refleks

    Fisiologis

    Biseps : (+/+)

    Triseps : (+/+)

    RTL : (+/+)

    RTA : (+/+)

    Patologis

    Babinski : (-/-)

    Chaddock : (-/-)

    Gordon : (-/-)

    Openheim : (-/-)

    Schaefer : (-/-)Hoffman Trommer : (-/-)

    SENSORIK

    Eksteroseptif Proprioseptif

    Nyeri : sulit dinilai Vibrasi : (sulit dinilai)

    Suhu : sulit dinilai Posisi : (sulit dinilai)

    Taktil : (+) Rasa dalam : (sulit dinilai)

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    8/31

    FUNGSI OTONOM

    Miksi : Inkotinensia (-)

    Retensi (-)

    Anuria (-)

    Defekasi : Inkotinensia (-)

    Retensi (-)

    KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN

    Tes Romberg : sulit dinilai

    Tes Tendem Gait : sulit dinilai

    Tes tumit lutut : tidak dilakukan

    Tes telunjuk hidung : tidak dilakukan

    FUNGSI LUHUR :

    Fungsi bahasa : sulit dinilai Fungsi orientasi : sulit dinilai Fungsi memori : sulit dinilai Fungsi emosi : tampak tenang Fungsi kognisi : sulit dinilai

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    9/31

    D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    LaboratoriumPemeriksaan Laboratorium pada tanggal 21 Maret 2013 menunjukkan adanya

    penurunan kadar kolinesterase disertai penurunan elektrolit Natrium. Pemeriksaan

    Laboratorium pada tanggal 3 April 2013 menunjukkan turunnya kadar Hb, Hematokrit,

    serta eritrosit disertai dengan peningkatan leukosit, dan penurunan kadar elektrolit

    Natrium, Kalium serta Klorida

    Foto ThoraxFoto rontgen thorax yang diambil pada tanggal 17 Maret 2013 menunjukkan

    adanya gambaran infiltrat pada bagian suprahiler dan parakardial kiri

    CT-SCANPada tanggal 18 Maret 2013, dilakukan pengambilan gambar CT-SCAN tanpa

    kontras, dimana didapatkan hasil : tidak tampak adanya infark, lesi hemoragik maupun

    SOL Intrakranial, serta sinus paranasal.

    E. DiagnosisDiagnosis klinik : Tetraparese, Ptosis, Disfagia, Disartria, bradikinesia, rigiditasDiagnosis topis :Neuromuscular junction, substansia nigra

    Diagnosis etiologis : Miastenia Gravis dengan riwayat Parkinson

    F. TERAPI

    Medikamentosa :

    IVFD Nacl 0,9 % 20 tpm Mestinon 2 x 60 mg 1 x 0,75 mg Madopar 2 x 100 mg Arthane 2 x 2 mg

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    10/31

    Non Medikamentosa :

    Edukasi pasien dan keluarganya dalam kaitannya dengan meminimalisir faktor resiko Konsul untuk melakukan rehabilitasi medik Pemeriksaan laboratorium lengkap EMG Pemeriksaan Laboratorium kadar Antibodi Reseptor Asetilkolinesterase Rawat bersama dengan Bagian Penyakit Dalam

    G. PrognosisAd Vitam : dubia ad malam

    Ad Fungsionam : dubia ad malamAd Sanationam : dubia ad malam

    Ad Cosmeticum : dubia ad malam

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    11/31

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pendahuluan

    Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang dapat dijumpai pada anak,

    orang dewasa, dan pada orang tua. Sindrom klinis ini dikemukakan pertama kali pada tahun

    1600. Pada akhir tahun 1800an miastenia gravis mulai dibedakan dari kelemahan otot akibat

    paralisis bulbar. Pada tahun 1920 seorang dokter yang menderita miastenia gravis merasa ada

    perbaikan sesudah ia meminum obat efedrin yang ditujukan untuk mengatasi kram menstruasi.

    Akhirnya pada tahun 1934 Mary Walker, seorang dokter dari Inggris melihat adanya gejala-

    gejala yang serupa antara miastenia gravis dan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan

    antagonis kurare yaitu fisostigmin untuk mengobati miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan-

    kemajuan yang nyata.

    Miastenia gravis banyak timbul antara umur 10-30 tahun. Pada umur dibawah 40 tahun

    miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara itu diatas 40 tahun lebih banyak

    pada pria (Harsono, 1996). Insidens miastenia gravis di Amerika Serikat sering dinyatakan

    sebagai 1 dalam 10.000. Tetapi beberapa ahli menganggap angka ini terlalu rendah karenasesungguhnya banyak kasus yang tidak pernah terdiagnosis (Patofisiologi, 1995).

    Tingkat kematian pada waktu lampau dapat mencapai 90%. Kematian biasanya

    disebabkan oleh insufisiensi pernafasan. Jumlah kematian telah berhasil dikurangi secara drastic

    sejak tersedia obat-obatan serta unit-unit perawatan pernapasan. Remisi spontan dapat terjadi

    pada 10% hingga 20% pasien dan dapat dicapai dengan melakukan timektomi elektif pada

    pasien-pasien tertentu. Yang paling cocok untuk menjalani cara ini adalah wanita muda yang

    masih dini keadaannya (5 tahun pertama setelah awitan) dan tidak berespon baik dengan

    pengobatan.

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    12/31

    2.2. Definisi

    Istilah miastenia gravis berarti kelemahan otot yang parah. Miastenia gravis merupakan

    satu-satunya penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan antara cepatnya terjadi

    kelemahan otot-otot voluntar dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali

    lebih lama dari normal). Miastenia gravis ialah gangguan auto-imun yang menyebabkan otot

    skelet menjadi lemah dan lekas lelah1. Miastenia gravis merupakan suatu penyakit yang

    bermanifestasi sebagai kelemahan dan kelelahan otot-otot rangka akibat defisiensi reseptor

    asetilkolin pada sambungan neuromuskular3.

    2.3. Patofisiologi

    Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular, maka

    membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan

    dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor

    asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas

    terhadap natrium dan kalium secara tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal

    sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial

    aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang

    sarkolema. Potensial aksi ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabutotot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan

    oleh enzim asetilkolinesterase.

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    13/31

    Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Abnormalitas dalam penyakit

    miastenia gravis terjadi pada endplate motorik dan bukan pada membran presinaps. Membran

    postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologi. Karena kerusakan itu maka jarak antara membranpresinaps dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin dalam perjalanannya

    ke arah motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase. Selain itu jumlah asetilkolin yang

    dapat ditampung oleh lipatan-lipatan membran postsinaps motor end plate menjadi lebih kecil.

    Karena dua faktor tersebut maka kontraksi otot tidak dapat berlangsung lama.

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    14/31

    Kelainan kelenjar timus terjadi pada miastenia gravis. Meskipun secara radiologis

    kelainan belum jelas terlihat karena terlalu kecil, tetapi secara histologik kelenjar timus pada

    kebanyakan pasien menunjukkan adanya kelainan. Wanita muda cenderung menderita

    hiperplasia timus, sedangkan pria yang lebih tua dengan neoplasma timus. Elektromiografi

    menunjukkan penurunan amplitudo potensial unit motorik apabila otot dipergunakan terus-

    menerus3.

    Pembuktian etiologi oto-imunologiknya diberikan oleh kenyataan bahwa kelenjar timus

    mempunyai hubungan erat. Pada 80% penderita miastenia didapati kelenjar timus yang

    abnormal. Kira-kira 10% dari mereka memperlihatkan struktur timoma dan pada penderita-

    penderita lainnya terdapat infiltrat limfositer pada pusat germinativa kelenjar timus tanpa

    perubahan di jaringan limfoster lainnya

    5

    .

    2.4. Manifestasi Klinis

    Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, miastenia gravis diduga merupakan gangguan

    otoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan

    neuromuskular. Keadaan ini sering bermanifestasi sebagai penyakit yang berkembang progresif

    lambat. Tetapi penyakit ini dapat tetap terlokalisir pada sekelompok otot tertentu saja.

    Gambaran klinis miastenia gravis sangat jelas yaitu dari kelemahan local yang ringan

    sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33% hanya terdapat gejala

    kelainan okular disertai kelemahan otot-otot lainnya. Kelemahan ekstremitas tanpa disertai gejala

    kelainan okular jarang ditemukan dan terdapat kira-kira 20% penderita didapati kesulitan

    mengunyah dan menelan.

    Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang menimbulkan

    ptosis dan diplopia. Mula timbul dengan ptosis unilateral atau bilateral. Setelah beberapa minggu

    sampai bulan, ptosis dapat dilengkapi dengan diplopia (paralysis ocular). Kelumpuhan-

    kelumpuhan bulbar itu timbul setiap hari menjelang sore atau malam. Pada pagi hari orang sakit

    tidak diganggu oleh kelumpuhan apapun. Tetapi lama kelamaan kelumpuhan bulbar dapat

    bangkit juga pada pagi hari sehingga boleh dikatakan sepanjang hari orang sakit tidak terbebas

    dari kesulitan penglihatan. Pada pemeriksaan dapat ditemukan ptosis unilateral atau bilateral,

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    15/31

    salah satu otot okular paretik, paresis N III interna (reaksi pupil).Diagnosis dapat ditegakkan

    dengan memperhatikan otot-otot levator palpebra kelopak mata. Walaupun otot levator palpebra

    jelas lumpuh pada miastenia gravis, namun adakalanya masih bisa bergerak normal. Tetapi pada

    tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis.

    Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat

    ringan dan tidak akan menyebabkan kematian.

    Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Pada pemeriksaan

    dapat ditemukan paresis N VII bilateral atau unilateral yang bersifat LMN, kelemahan otot

    pengunyah, paresis palatum mol/arkus faringeus/uvula/otot-otot farings dan lidah. Keadaan ini

    dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan, menimbulkan

    suara yang abnormal, atau suara nasal, dan pasien tidak mampu menutup mulut yang dinamakansebagai tanda rahang yang menggantung.

    Kelemahan otot non-bulbar umumnya dijumpai pada tahap yang lanjut sekali. Yang

    pertama terkena adalah otot-otot leher, sehingga kepala harus ditegakkan dengan tangan.

    Kemudian otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal. Atrofi otot ringan dapat

    ditemukan pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak lebih memburuk lagi8.

    Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnyadapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak mampu lagi membersihkan lendir.

    Biasanya gejala-gejala miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan dengan

    memberikan obat antikolinesterase. Gejala-gejala dapat menjadi lebih atau mengalami

    eksaserbasi oleh sebab:

    1. Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi selama siklus haid

    atau gangguan fungsi tiroid.

    2. Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan infeksi yang

    disertai diare dan demam.

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    16/31

    3. Gangguan emosi, kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot apabila mereka berada dalam

    keadaan tegang.

    4. Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin, suatu obat yang

    mempermudah terjadinya kelemahan otot, dan obat-obat lainnya3.

    2.5. Klasifikasi

    Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi3:

    1. Kelompok I: Miastenia okular

    Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada kasus

    kematian.

    2. Kelompok IIA: Miastenia umum ringan

    Awitan lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar.

    Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka kematian rendah.

    3. Kelompok IIB: Miastenia umum sedang

    Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat dengan

    terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria, disfagia, dan sukar mengunyah lebih

    nyata dibandingkan dengan miastenia gravis umum ringan. Otot-otot pernapasan tidak terkena.

    Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktifitas pasien terbatas, tetapi angka

    kematian rendah.

    4. Kelompok III: Miastenia berat akut

    Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat disertai mulai

    terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6

    bulan. Respons terhadap obat buruk. Insiden krisis miastenik, kolinergik, maupun krisis

    gabungan keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    17/31

    5. Kelompok IV: Miastenia berat lanjut

    Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah awitan gejala-gejala

    kelompok I atau II. Miastenia gravis berkembang secara perlahan-lahan atau secara tiba-tiba.

    Respons terhadap obat dan prognosis buruk.

    Disamping klasifikasi tersebut di atas, dikenal pula adanya beberapa bentuk varian miastenia

    gravis, ialah1:

    1. Miastenia neonatus

    Jenis ini hanya bersifat sementara, biasanya kurang dari bulan. Jenis ini terjadi pada bayi yang

    ibunya menderita miastenia gravis, dengan kemungkinan 1:8, dan disebabkan oleh masuknyaantibodi antireseptor asetilkolin ke dalam melalui plasenta.

    2. Miastenia anak-anak (juvenile myastenia)

    Jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dengan miastenia gravis pada dewasa.

    3. Miastenia kongenital

    Biasanya muncul pada saat tidak lama setelah bayi lahir. Tidak ada kelainan imunologik dan

    antibodi antireseptor asetilkolin tidak ditemukan. Jenis ini biasanya tidak progresif.

    4. Miastenia familial

    Sebenarnya, jenis ini merupakan kategori diagnostik yang tidak jelas. Biasa terjadi pada

    miastenia kongenital dan jarang terjadi pada miastenia gravis dewasa.

    5. Sindrom miastenik (Eaton-Lambert Syndrome)

    Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh terganggunya pengeluaran

    asetilkolin dari ujung saraf. Sering kali berkaitan dengan karsinoma bronkus (small-cell

    carsinoma). Gambaran kliniknya berbeda dengan miastenia gravis. Pada umumnya penderita

    mengalami kelemahan otot-otot proksimal tanpa disertai atrofi, gejala-gejala orofaringeal dan

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    18/31

    okular tidak mencolok, dan refleks tendo menurun atau negatif. Seringkali penderita mengeluh

    mulutnya kering.

    6. Miastenia gravis antibodi-negatif

    Kurang lebih daripada penderita miastenia gravis tidak menunjukkan adanya antibodi. Pada

    umumnya keadaan demikian terdapat pada pria dari golongan I dan IIB. Tidak adanya antibodi

    menunjukkan bahwa penderita tidak akan memberi respons terhadap pemberian prednison, obat

    sitostatik, plasmaferesis, atau timektomi.

    7. Miastenia gravis terinduksi penisilamin

    D-penisilamin (D-P) digunakan untuk mengobati arthritis rheumatoid, penyakit Wilson, dansistinuria. Setelah penderita menerima D-P beberapa bulan, penderita mengalami miastenia

    gravis yang secara perlahan-lahan akan menghilang setelah D-P dihentikan.

    8. Botulisme

    Botulisme merupakan akibat dari bakteri anaerob, Clostridium botulinum, yang menghalangi

    pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf motorik. Akibatnya adalah paralisis berat otot-otot skelet

    dalam waktu yang lama. Dari 8 jenis toksin botulinum, tipe A dan B paling sering menimbulkankasus botulisme. Tipe E terdapat pada ikan laut (see food). Intoksikasi biasanya terjadi setelah

    makan makanan dalam kaleng yang tidak disterilisasi secara sempurna.

    Mula-mula timbul mual dan muntah, 12-36 jam sesudah terkena toksin. Kemudian muncul

    pandangan kabur, disfagia, dan disartri. Pupil dapat dilatasi maksimal. Kelemahan terjadi pola

    desendens selama 4-5 hari, kemudian mencapai tahap stabil (plateau). Paralisis otot pernapasan

    dapat terjadi begitu cepat dan bersifat fatal. Pada kasus yang berat biasanya terjadi kelemahan

    otot ocular dan lidah. Sebagian besar penderita mengalami disfungsi otonom (mulut kering,

    konstipasi, retensi urin).

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    19/31

    2.6. Diagnosis

    Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penting

    sekali untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari miastenia gravis. Diagnosis dapat dibantu

    dengan meminta pasien melakukan kegiatan berulang sampai timbul tanda-tanda kelelahan.

    Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:

    1. Antibodi anti-reseptor asetilkolin

    Antibodi ini spesifik untuk miastenia gravis, dengan demikian sangat berguna untuk menegakkan

    diagnosis. Titer antibodi ini meninggi pada 90% penderita miastenia gravis golongan IIA dan

    IIB, dan 70% penderita golongan I. Titer antibodi ini umumnya berkolerasi dengan beratnya

    penyakit.

    2. Antibodi anti-otot skelet (anti-striated muscle antibodi)

    Antibodi ini ditemukan pada lebih dari 90% penderita dengan timoma dan lebih kurang 30%

    penderita miastenia gravis. Penderita yang dalam serumnya tidak ada antibodi ini dan juga tidak

    ada antibodi anti-reseptor asetilkolin, maka kemungkinan adanya timoma adlah sangat kecil.

    3. Tes tensilon (edrofonium klorida)

    Tensilon adalah suatu penghambat kolinesterase. Tes ini sangat bermanfaat apabila pemeriksaan

    antibodi anti-reseptor asetilkolin tidak dapat dikerjakan, atau hasil pemeriksaannya negatif

    sementara secara klinis masih tetap diduga adanya miastenia gravis. Apabila tidak ada efek

    samping sesudah tes 1-2 mg intravena, maka disuntikkan lagi 5-8 mg tensilon. Reaksi dianggap

    positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang jelas (misalnya dalam waktu 1 menit),

    menghilangnya ptosis, lengan dapat dipertahankan dalam posisi abduksi lebih lama, dan

    meningkatnya kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung lebih lama dari 5 menit. Jika

    diperoleh hasil yang positif, maka perlu dibuat diagnosis banding antara miastenia gravis yang

    sesungguhnya dengan sindrom miastenik. Penderita sindrom miastenik mempunyai gejala-gejala

    yang serupa dengan miastenia gravis, tetapi penyebabnya ada kaitannya dengan proses patologis

    lain seperti diabetes, kelainan tiroid, dan keganasan yang telah meluas. Usia timbulnya kedua

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    20/31

    penyakit ini merupakan faktor pembeda yang penting. Penderita miastenia sejati biasanya muda,

    sedangkan sindrom miastenik biasanya lebih tua. Gejala-gejala sindrom miastenik biasanya akan

    hilang kalau patologi yang mendasari berhasil diatasi.Tes ini dapat dikombinasikan dengan

    pemeriksaan EMG.

    4. Foto rontgen dada

    Foto rontgen dada dalam posisi antero-posterior dan lateral perlu dikerjakan, untuk melihat

    apakah ada timoma. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan dengan sken tomografik.

    5. Tes Wartenberg

    Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes Wartenberg. Penderita dimintamenatap tanpa kedip suatu benda yang terletak di atas bidang kedua mata beberapa lamanya.

    Pada miastenia gravis kelopak mata yang terkena menunjukkan ptosis.

    6. Tes prostigmin

    Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg sulfas atropin disuntikkan intramuskular atau

    subkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala menghilang dan tenaga membaik.

    2.7. Terapi

    1. Antikolinesterase

    Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin bromida

    15-45 mg per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi secara lambat. Terapi kombinasi

    tidak menunjukkan hasil yang menyolok. Apabila diperlukan, neostigmin metilsulfat dapat

    diberikan secara subkutan atau intramuskularis (15 mg per oral setara dengan 1 mg

    subkutan/intramuskularis), didahului dengan pemberian atropin 0,5-1,0 mg. Neostigmin dapat

    menginaktifkan atau menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin tidak segera

    dihancurkan. Akibatnya aktifitas otot dapat dipulihkan mendekati normal, sedikitnya 80-90%

    dari kekuatan dan daya tahan semula. Pemberian antikolinesterase akan sangat bermanfaat pada

    miastenia gravis golongan IIA dan IIB. Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    21/31

    oleh stimulasi parasimpatis,termasuk konstriksi pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan,

    berkeringat, lakrimasi, dan sekresi bronkial berlebihan. Efek samping gastro intestinal (efek

    samping muskarinik) berupa kram atau diare dapat diatasi dengan pemberian propantelin

    bromida atau atropin. Penting sekali bagi pasien-pasien untuk menyadari bahwa gejala-gejala ini

    merupakan tanda terlalu banyak obat yang diminum, sehingga dosis berikutnya harus dikurangi

    untuk menghindari krisis kolinergik. Karena neostigmin cenderung paling mudah menimbulkan

    efek muskarinik, maka obat ini dapat diberikan lebih dulu agar pasien mengerti bagaimana

    sesungguhnya efek smping tersebut.

    2. Steroid

    Di antara preparat steroid, prednisolon paling sesuai untuk miastenia gravis, dan

    diberikan sekali sehari secara selang-seling (alternate days) untuk menghindari efek samping.

    Dosis awalnya harus kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10 mg/minggu) untuk

    menghindari eksaserbasi sebagaimana halnya apabila obat dimulai dengan dosis tinggi.

    Peningkatan dosis sampai gejala-gejala terkontrol atau dosis mencapai 120 mg secara selang-

    seling. Pada kasus yang berat, prednisolon dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap

    hari, dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat segera

    memperoleh perbaikan klinis. Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium. Apabila sudah

    ada perbaikan klinis maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan tujuan

    memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian prednisolon secara mendadak

    harus dihindari.

    3. Azatioprin

    Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang baik, efek

    sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama berupa gangguan saluran

    cerna,peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg BB

    selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi

    hati. Sesudah itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali. Pemberian

    prednisolon bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan.

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    22/31

    4. Timektomi

    Pada penderita tertentu perlu dilakukan timektomi. Perawatan pasca operasi dan kontrol

    jalan napas harus benar-benar diperhatikan. Melemahnya penderita beberapa hari pasca operasi

    dan tidak bermanfaatnya pemberian antikolinesterase sering kali merupakan tanda adanya infeksi

    paru-paru. Hal ini harus segera diatasi dengan fisioterapi dan antibiotik.

    5. Plasmaferesis

    Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis 50 ml/kg BB.

    Cara ini akan memberikan perbaikan yang jelas dalam waktu singkat. Plasmaferesis bila

    dikombinasikan dengan pemberian obat imusupresan akan sangat bermanfaat bagi kasus yang

    berat. Namun demikian belum ada bukti yang jelas bahwa terapi demikian ini dapat memberi

    hasil yang baik sehingga penderita mampu hidup atau tinggal di rumah. Plasmaferesis mungkin

    efektif padakrisi miastenik karena kemampuannya untuk membuang antibodi pada reseptor

    asetilkolin, tetapi tidak bermanfaat pada penanganan kasus kronik.

    2.8. Krisis Pada Miastenia Gravis

    Pada miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika ia tidak dapat menelan,

    membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat-alat. Ada dua jenis krisis,

    yaitu:

    1. Krisis miastenik

    Krisis miastenik yaitu keadaan dimana dibutuhkan antikolinesterase yang lebih banyak. Keadaan

    ini dapat terjadi pada kasus yang tidak memperoleh obat secara cukup dan dapat dicetuskan oleh

    infeksi. Tindakan terhadap kasus demikian adalah sebagai berikut:

    - Kontrol jalan napas

    - Pemberian antikolinesterase

    - Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    23/31

    Bila pada krisis miastenik pasien tetap mendapat pernapasan buatan (respirator), obat-obat

    antikolinesterase tidak diberikan terlebih dahulu, karena obat-obat ini dapat memperbanyak

    sekresi saluran pernapasan dan dapat mempercepat terjadinya krisis kolinergik. Setelah krisis

    terlampaui, obat-obat dapat mulai diberikan secara bertahap, dan seringkali dosis dapat

    diturunkan.

    2. Krisis kolinergik

    Krisis kolinergik yaitu keadaan yang diakibatkan kelebihan obat-obat antikolinesterase. Hal ini

    mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja telah minum obat berlebihan, atau mungkin

    juga dosis menjadi berlebihan karena terjadi remisi spontan. Golongan ini sulit dikontrol dengan

    obat-obatan dan batas terapeutik antara dosis yang terlalu sedikit dan dosis yang berlebihan

    sempit sekali. Respons mereka terhadap obat-obatan seringkali hanya parsial. Tindakan terhadap

    kasus demikianadalah sebagai berikut:

    - Kontrol jalan napas

    - Penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, dan dapat diberikan atropine 1 mg

    intravena dan dapat diulang bila perlu. Jika diberikan atropine, pasien harus diawasi secara ketat,

    karena secret saluran napas dapat menjadi kental sehingga sulit dihisap atau mungkin gumpalan

    lender dapat menyumbat bronkus, menyebabkan atelektasis. Kemudian antikolinesterase dapat

    diberikan lagi dengan dosis yang lebih rendah.

    - Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis.

    Untuk membedakan kedua tipe krisis tersebut dapat diberikan tensilon 2-5 mg intravena. Obat ini

    akan memberikan perbaikan sementara pada krisis miastenik, tetapi tidak akan memberikan

    perbaikan atau bahkan memperberat gejala-gejala krisis kolinergik.

    2.9 Kesimpulan

    1. Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan dan kelelahan

    otot yang bersifat progresif, dimulai dari otot mata dan berlanjut keseluruh tubuh hingga ke otot

    pernapasan.

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    24/31

    2. Miastenia gravis disebabkan oleh kerusakan reseptor asetilkolin pada hubungan

    neuromuskular akibat penyakit otoimun.

    3. Gejala utama miastenia gravis adalah kelemahan otot setelah mengeluarkan tenaga yang

    sembuh kembali setelah istirahat.

    4. Diagnosis miastenia gravis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan gambaran klinis,

    serta tes diagnostik yang terdiri atas: antibodi anti-reseptor asetilkolin, antibodi anti-otot skelet,

    tes tensilon, foto dada, tes wartenberg, dan tes prostigmin.

    5. Pengobatan miastenia gravis adalah dengan menggunakan obat-obat antikolinesterase yang

    kerjanya menghancurkan asetilkolin.

    Penyakit Parkinson

    Penyakit Parkinson adalah suatu kondisi degeneratuf yang terutama mengenai jaras

    ekstrapiramidal yang mengandung neurotransmitor dopamine, dan karakteristiknya adalah trias

    yang terdiri dari :

    Akinesia (hambatan gerakan) Rigiditas Tremor

    Etiologi dan patogenesis

    Diketahui bahwa hasil metabolism heroin sintesis yaitu MPTP dapat menyebabkan

    Parkinsonisme akut, merupakan hal penting dalam etiologi penyakit Parkinson. Fakta bahwa

    toksin eksogen yang tidak umum dapat menyebabkan kerusakan SSP tertentu dan

    Parkinsonisme, menunjukkan bahwa penyakit Parkinson idiopatik mungkin disebabkan oleh

    pajanan faktor lingkungan yang lebih sering, namun belum teridentifikasi, mungkin melalui

    mekanisme yang serupa dengan MPTP. Hal-hal lain yang mendukung adanya dasar lingkungan

    dalam etiologi adalah :

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    25/31

    Penyakit ini lebih sering terjadi seiring dengan bertambahnya usia (rata-rata onsetusia sekitar 60 tahun)

    Relatif tidak ada faktor genetic yang diketahui. Riwayat keluarga biasanya tidakada pada penyakit parinson idiopatik. Akan tetapi, telah dilaporkan adanya

    anggota keluarga yang terkena, dan kadang ditemukan mutasi gen spesifik, baik

    dominan maupun resesif.

    Terdapat hubungan antara penyakit Parkinson dan berbagai faktor lingkungan,seperti pajanan terhadap getah karet dan pestisida.

    Epidemiologi

    Penyakit Parkinson cukup sering ditemukan, mungkin mengenai 12 % populasi berusia

    lebih dari 60 tahu, tanpa adanya bias jenis kelamin yang signifikan. Distribusi ditemukan di

    seluruh dunia, walaupun tampaknya lebih sering terjadi di Eropa dan Amerika Utara.

    Patologi

    Penyakit Parkinson terutama mengenai neuron dopaminergik yang berproyeksi dari

    substansia nigra otak tengah sampai striatum ganglia basalis (nucleus kaudatus dan putamen).

    Secara makroskopis, didapatkan atrofi substansia nigra pada penyakit Parkinson tahap lanjut,

    yang dikenali dari hilangnya pigmentasi melanin pada region ini. Secara mikroskopis didapatkan

    kerusakan berat neuron pada substansia nigra, dan neuron yang tersisa seringkali mengandung

    badan inklusi intrasel, yaitu badan Lewy. Gejala Parkinson terlihat jika kerusakan neuron

    dopaminergik nigrostriatum telah mencapai 60-80 %.

    Secara patofisiologis, kerusakan jaras dopaminergik menyebabkan ketidakseimbangan sistem

    ekstrapiramidal dengan mekanisme kolinergik dan neurotransmitter lain.

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    26/31

    Gambaran Klinis

    Akinesia

    Gerakan fisik yang bertambah lambat (bradikinesia)

    Pola berjalanPostur pasien akan menjadi fleksi, atau membungkuk. Pasien mungkin tidak

    mampu mempertahankan posisi berdiri normal sebagai respons tekanan dari

    belakang, dan pasien jatuh ke depan (propulsi), atau bila ada gaya dorong dari

    depan, maka akan jatuh ke belakang (retropulsi).

    RigiditasPeningatan tonus otot pada Parkinson berbeda dengan spastisitas, di mana tonus

    pada penyakit Parkinson relative konstan selama pemeriksaan gerak sendi

    disebut juga rigiditas pipa (lead pipe rigidity).

    Rigiditas roda gerigi (cogwheel rigidity) dapat dianggap sebagai akibat tremor

    pada penyakit Parkinson yang terjadi pada lead pipe rigidity.

    TremorPada Parkinson, tremor terutama terjadi pada tangan, tetapi dapat juga pada

    anggota gerak atas dan bawah, dan jarang terjadi pada kepala atau leher.

    Tanda dan gejala lainnya

    Nervus KranialisPemeriksaan gerakan mata dapat menunjukkan kerusakan ringan pada pandangan

    ke atas. Kelopak mata tampak bergetar (blefaroklonus).

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    27/31

    Anggota gerakKekuatan otot, reflex tendo, dan sensasi normal.

    OtonomKulit menunjukkan tekstur seboroik yang bermiyak. Sering terjadi konstipasi.

    Gambaran otonom lainnya, misalnya hipotensi postural, masih lebih ringan

    dibandingkan sindrom ShyDrager

    Insomnia, depresi, dan demensia sering ditemukan pada penyakit Parkinson tahaplanjut.

    Terapi

    Terapi medikamentosa

    Terapi ini terutama bersifat simptomatik dan ditujukan untuk mengembalikan

    keseimbangan neurokima.

    L- DOPAObat ini merupakan terapi medikamentosa utama untuk penyakit Parkinson yang

    cukup berat yang menyebabkan disabilitas fungsional signifikan. L- DOPA

    merupakan substrat alami untuk sintesis dopamine.

    Cocareldopa (L- DOPA plus carbidopa) dan cobeneldopadapat memberikan efek samping sentral (hipotensi postural, kebingungan, halusinasi,

    delusi.

    SelegilinSelegilin dapat berfungsi sebagai terapi tunggal pada penyakit Parkinson tahap awal.

    Selegiline dapat memperlambat progresi penyakit dengan inhibisi MAOB sehingga

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    28/31

    potensial untuk menghambat konversi protoksin dari lingkungan yang analog dengan

    bentuk aktif MPTP, suatu radikal bebas.

    Agonis reseptor dopamine juga penting dalam terapi penyakit Parkinson tahap awal,dan potensial untuk menunda kebutuhan L-DOPA, sehingga menghambat dan

    mungkin mengurangi frekuensi komplikasi motorik jangka panjang.

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    29/31

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Miastenia Gravis (MG) merupakan suatu gangguan pada bagian pertautan saraf otot

    (Neuro Muscular Junction), yang ditandai dengan adanya kelemahan subakut dan fluktuatif

    tanpa disertai gangguan sensorik. Gejala Miastenia Gravis dapat berupa disatria, disfagia, ptosis,

    disfungsi okular dan kelemahan otot-otot leher dan otot-otot proksimal. Miastenia Gravis

    merupakan satu-satunya penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan antara cepatnya

    terjadi kelemahan otot-otot voluntar dan lambatnya proses pemulihan, dimana dapat memakan

    waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal. Diagnosis Miastenia Gravis dapat ditegakkan

    melalui pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium, tes tensilon atau prostigmin dan

    pemeriksaan elektromiografi.

    Pada kasus diatas, berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan, penderita mengalami

    gejala klinis yang berupa kelemahan pada ekstremitas atas dan bawah pada kedua sisi. Pada

    perjalanan penyakitnya, pasien sudah merasakan keluhan ini sejak kurang lebih 5 tahun sebelum

    masuk rumah sakit. Keluhan lain yang ada pada pasien yaitu kedua kelopak mata perlahan

    menutup dan semakin sulit untuk diangkat, disertai adanya kesulitan dalam menelan serta

    berkomunikasi.

    Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan

    abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai

    dengan kelelahan saat melakukan aktivitas. Karakteristik Miastenia gravis terutama ditunjukkan

    dengan adanya kelemahan yang berfluktuasi pada otot rangka dan kelemahan ini cenderung

    meningkat apabila penderita sedang melakukan aktivitas. Penderita akan merasa ototnya sangat

    lemah pada siang hari dan kelemahan ini akan berkurang apabila penderita beristirahat4. Penyakit

    ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular

    junction5.

    Pada pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, didapatkan pasien berada dalam keadaan

    penurunan kesadaran. Tanda vital pasien didapatkan masih dalam batas normal. Kedua kelopak

    mata pasien dalam keadaan ptosis atau sulit diangkat. Pada ekstremitas didapatkan tonus

    keempat ekstremitas pasien spastik atau kaku.

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    30/31

    Gangguan autoimun pada miastenia gravis menyebabkan rusaknya reseptor asetilkolin

    pada neuromuscularjunction. Hal ini menyebabkan menurunnya kadar reseptor asetilkolin pada

    membran postsinaps. Kerusakan pada transisi impuls saraf menuju sel-sel otot ini mengakibatkan

    penurunan depolarisasi pada neuromuscular junction. Akibat penurunan depolarisasi ini, maka

    terjadi kelemahan pada otot-otot tubuh. Manifestasi klinis yang timbul tergantung pada

    neuromuscular junctionotot yang terkena. Umumnya pada miastenia gravis, kelemahan otot ini

    dimulai dari cranio-caudal. Saat mengenai otot okular, gangguan ini dapat menyebabkan

    terjadinya ptosis dan diplopia, pada otot wajah laring dan faring akan mengakibatkan disfagia

    dan disartria, pada otot volunter akan mengakibatkan parese ekstremitas, sedangkan pada otot

    pernafasan akan terjadi ketidakmampuan pasien untuk melaukan refleks batuk serta kesulitan

    untuk bernafas.

    Antibodi anti-reseptor asetilkolin bersifat spesifik untuk Miastenia Gravis dengan

    demikian sangat berguna untuk menegakkan diagnosis. Titer antibodi ini meninggi pada 90%

    penderita miastenia gravis golongan IIA dan IIB, dan 70% penderita golongan I. Titer antibodi

    ini umumnya berkolerasi dengan beratnya penyakit.

    Tatalaksana Miastenia Gravis bergantung pada beratnya gejala. Secara garis besar

    pengobatan Miastenia Gravis terdiri dari pengobatan simptomatik dan immunosupresif.

    Pengobatan simptomatik dengan memberikan antikolinesterase seperti neostigmin dan

    pyridostigmin. Obat ini mencegah destruksi Ach dan meningkatkan akumulasi Ach pada NMJ,

    serta memperbaiki kemampuan kontraksi otot. Pengobatan immunosupresif, seperti

    kortikosteroid, Azathioprine, plasmapharesis, Intravenous Immunoglobulin (IVIG).

    Kortikosteroid menekan antibodi yang memblokir AchR pada NMJ dan dapat digunakan

    bersamaan dengan antikolinesterase. Kortikosteroid memperbaiki keadaan dalam beberapa

    minggu dan jika pemulihan sudah stabil, dosis sebaiknya dikurangi secara perlahan ( tappering

    off). Azathioprined dapat digunakan untuk menagani MG umum jika pengobatan lain gagal

    mengurangi gejala.

    Pada kasus Tn. M. Y ini, penderita diberikan Pyridostigmin (mestinon 60 mg) 2 x 1 tab.

    Karena pasien memiliki riwayat parkinson, maka pasien juga diberikan obat-obatan parkinson,

    seperti Sifrol 1 x 0,75, Madopar 2 x 100 mg, Arthane 2 x 2 mg.

  • 7/27/2019 Presus Saraf 2

    31/31

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Harsono, 1996,Buku Ajar Neurologi klinis 2nd

    ed., Gajah Mada University Press, Yogyakarta

    2. Howard, J.F., 1997, Department of Neurology, The University of North Carolina at ChapolHill.http://www.myasthenia.org/information/summary.htm

    3. Lombardo,M.C., 1995, Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain Pada Sistem Saraf, dalam

    S.A. Price, L.M. Wilson, (eds),Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 4th

    ed.,

    EGC, Jakarta

    4. Mardjono, M., 2003,Neurologi Klinis Dasar 9th

    ed., hal 55,149,348, Dian Rakyat, Jakarta

    6. Murray, R.K., 1997, Dasar Biokimiawi Beberapa Kelainan Neuropsikiatri, dalam R.K.

    Murray, D.K. Granner, P.A. Mayes, V.W. Rodwell, (eds),Biokimiawi Harper 24th

    ed., EGC,

    Jakarta

    7. NINDS Myasthenia Gravis Fact Sheet, 2003.

    http://www.ninds.nih.gov/health_and_medical/pubs/myastheniagravis.htm

    8. Sidharta, P., 1999,Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum, hal 129,142, 167, 174, 421, Dian

    Rakyat, Jakarta

    9. Sidharta, P., 1999, Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, hal 139, 280, 317, 366, 390,

    421, 576, Dian Rakyat, Jakarta

    10. Walshe III, T.M., 1995, Disease of Nerve And Muscle, dalam M.A. Samuels, (eds),Manual

    Of Neurologic Therapeutics 5th

    ed., Little brown And Company, London

    11. Ginsberg Lionel, 2005,Lecture Notes Neurology 8thEdition, Blackwell Publishing Ltd,

    London

    http://www.myasthenia.org/information/summary.htmhttp://www.ninds.nih.gov/health_and_medical/pubs/myastheniagravis.htmhttp://www.ninds.nih.gov/health_and_medical/pubs/myastheniagravis.htmhttp://www.myasthenia.org/information/summary.htm