210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

20
210 Hukum dan Pembangunan KAJIAN DARI PERSPEKTIF HAK-HAK PEREMPUAN TENT ANG PERKAWINAN CAMPURAN Mutiara Hikmab 1 The advancement through transportation and information systems has accelerate connection each others and legal relations within. In Indonesia the phenomenon in entertainment business is influenced also by foreigner's actor traffic. Indonesian actress has also reflected this situation . Many of them have married with alien couples as well as Indonesian women whom stayed in such foreign countries and married with local men there. In the Indonesian legal perspectives, their marriages are linked into International Private Laws. This article elaborates on the Indonesian women views to enlighten through the prospect and protection of their marriage style (mixed-marriages). Many aspects proposed here is offering international conventions, national legal systems and cultural to scrutinize toward the mixed marriages phenomenon whom Indonesian women carried out. I. Pendabuluan Indonesia adalah suatu masyarakat yang patriarkhal merupakan suatu kondisi aktual yang tidak dapat dipungkiri. Patriarkhal sebagai suatu struktur komunitas dimana kaum lelaki yang memegang kekuasaan, dipersepsi sebagai struktur yang merugikan kaum perempuan, baik itu hadir dalam kebijakan pemerintah maupun tercermin dalam perilaku masyarakat. Sebagai contoh konkrit, kecenderungan untuk membayar upah buruh perempuan di bawah upah buruh laki-laki, merupakan salah satu retleksi keberadaan perempuan dalam posisi subordinat dibandingkan dengan laki-laki. Tuntutan buruh perempuan seperti dibuktikan dalam 1 Mahasiswa tingkat persiapan Program Pascasarjana FHUI, angkatan 2003/2004. luli - September 2004

Transcript of 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

Page 1: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

210 Hukum dan Pembangunan

KAJIAN DARI PERSPEKTIF HAK-HAK PEREMPUAN TENT ANG PERKA WINAN CAMPURAN

Mutiara Hikmab 1

The advancement through transportation and information systems has accelerate connection each others and legal relations within. In Indonesia the phenomenon in entertainment business is influenced also by foreigner's actor traffic. Indonesian actress has also reflected this situation. Many of them have married with alien couples as well as Indonesian women whom stayed in such foreign countries and married with local men there. In the Indonesian legal perspectives, their marriages are linked into International Private Laws. This article elaborates on the Indonesian women views to enlighten through the prospect and protection of their marriage style (mixed-marriages). Many aspects proposed here is offering international conventions, national legal systems and cultural to scrutinize toward the mixed marriages phenomenon whom Indonesian women carried out.

I. Pendabuluan

Indonesia adalah suatu masyarakat yang patriarkhal merupakan suatu kondisi aktual yang tidak dapat dipungkiri. Patriarkhal sebagai suatu struktur komunitas dimana kaum lelaki yang memegang kekuasaan, dipersepsi sebagai struktur yang merugikan kaum perempuan, baik itu hadir dalam kebijakan pemerintah maupun tercermin dalam perilaku masyarakat. Sebagai contoh konkrit, kecenderungan untuk membayar upah buruh perempuan di bawah upah buruh laki-laki, merupakan salah satu retleksi keberadaan perempuan dalam posisi subordinat dibandingkan dengan laki-laki. Tuntutan buruh perempuan seperti dibuktikan dalam

1 Mahasiswa tingkat persiapan Program Pascasarjana FHUI, angkatan 2003/2004.

luli - September 2004

Page 2: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

Kajian dari Perspeklif Hak-hak Perempuan lenlang Perkawinan Campuran 211

sejarah, dan juga di Indonesia, jarang sekali mendapatkan tanggapan positif.

Dalam kehidupan sehari-hari, ternyata manusia membagi antara lelaki dan perempuan bukan hanya secara biologis saja, tetapi lelaki dan perempuan juga dilihat dari perilaku, jenis pekerjaan, sifat-sifat yang umumnya dilakukan oleh lelaki dan perempuan serta selera model dan berbagai kebiasaan. Pembagian jenis kelamin yang kedua ini tidak berdasarkan biologis melainkan suatu pembagian lelaki dan perempuan menurut kebiasaan, ada! atau kebudayaan suatu masyarakat. Jadi ada pembedaan dan pembagian jenis kelamin secara biologis , dan ada juga pembedaan dan pembagian lelaki dan perempuan dilihat dari segi social budaya yang dalam kepustakaan disebut dengan gender'. Perbedaan dan pembagian ini jelas hanya berdasarkan sifat, peran dan watak yang dibuat oleh masyarakat di suatu tempat pada suatu masa. Oleh karena itu gender bukanlah kodrat, atau ketentuan Tuhan. Misalnya keyakinan bahwa lelaki itu kuat, kasar dan rasional, sedangkan perempuan lemah lembut dan emosional. Pembagian peran, sifat maupun watak perempuan dan lelaki itu dapat dipertukarkan dan berubah dari masa ke masa, dari satu tempat ke tempat lain dan satu adat satu ke adat yang lain dan dari kelas orang kaya ke kelas orang miskin.

Oleh karena itu, gender sangat berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya lelaki dan perempuan diharapkan berpikir dan bertindak sesuai dengan ketentuan sosial dan budaya dimana mereka berada. Dengan demikian pembedaan tersebut ditentukan oleh aturan masyarakat dan bukan karena perbedaan biologi, sehingga pembagian gender tersebut juga berbeda-beda antara satu bangsa dengan bangsa yang lain dalam kurun waktu yang berbeda.

Diskriminasi gender pada dasarnya adalah setiap pembedaan, penyingkiran atau pembatasan atau sebaliknya yakni pilih kasih yang dilakukan seseorang karena alasan jenis kelamin, sehingga mengakibatkan penolakan pengakuan dan kebahagiaan serta penolakan keterlibatan , dan pelanggaran atas pengakuan hak asasinya dan persamaan antara lelaki dan

2 Uswatun Hasanah dan Mutiara Hikmah, " Hak-hak Perempuan ", Modul Pelatihan bagi Pelatih HAM yang dibuat alaS kerjasama Balitbang Departemen Kehakirnan & HAM RI dan Sentra RAM FRUI, Agustus 2004, hal. 5.

3 International Labour Organization, Apa flu Gender? (lakana: ILO Indonesia, 1997), hal. 14.

Nomor 3 Tahun XXXIV

Page 3: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

212 Hukum dan Pembangunnn

perempuan, serta hak dasarnya dalam bidang politik, ekonomi, sosial serta budaya'

II. Pembahasan

Pada tahun 1967 Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi terhadap wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan kewajiban berdasarkan persamaan hak dengan pria dan menyatakan agar diambil langkah-langkah seperlunya untuk menjamin pelaksanaan Deklarasi tersebut. Oleh karena Deklarasi itu tidak bersifat mengikat, maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan Wanita berdasarkan Deklarasi terse but menyusun rancangan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Pada tanggal 18 Desember Tahun 1979 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyetujui Konvensi tersebut. Karena ketentuan konvensi pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, maka Pemerintah Republik Indonesia dalam Konferensi sedunia Dasawarsa Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi Perempuan di Kopenhagen pada tanggal 29 Juli 1980 telah menandatangani Konvensi tersebut. 5 Penandatanganan itu merupakan penegasan sikap Indonesia yang telah dinyatakan pada tanggal 18 Desember 1979 pada waktu Majelis Umum PBB melakukan pemungutan suara atas resolusi yang kemudian menyetujui konvensi tersebut. Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia tersebut merupakan wujud partisipasi dalam usaha-usaha internasional untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, karena Konvensi tersebut sesuai dengan dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menetapkan bahwa semua warga negara berkedudukan sama di dalam hukum dan pemerintahan. Untuk melindungi dan menegakkan hak-hak perempuan, pada tahun 1984 Pemerintah Republik Indonesia telah mengesahkan U ndang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk

4 Ibid., hal. 23.

5 Usawatun Hasanah dan Mutiara Hikmah, Op. cit., hal. 4.

Juti - September 2004

Page 4: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

Kajian dari Perspektif Hak-1uJk Perempuan lenlang Perkawinan Campuran 213

Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women) I CEDA W.

Pengertian diskriminasi sendiri dapat dikaji dari CEDAW yang menyatakan :

" for the purpose of the present convention, the term "discrimination againts woman" shall mean any distinction, exclusion or restriction made on the basis of sex which has the effect or purpose of impairing or nullifying the status, on a basis of equality of men and women, of human rights and fundamental freedoms in the political, economic, social, CUltural, civil or any other field" . 6

Hak-hak perempuan adalah hak asasi manusia yang pengaturannya secara eksplisit terdapat di dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia RI No. 30 Tahun 1999 pada Pasal 46 sampai dengan Pasal 51. Dari pasal­pasal tersebut dapat diintisarikan mengenai hak-hak perernpuan di bidang politik dan pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan pengajaran, ketenagakerjaan, kewarganegaraan, dalam ikatan dan putusnya perkawinan serta dalam melakukan perbuatan hukum. Walaupun secara teori mengenai hak-hak perempuan dijamin oleh pernerintah, namun dalam prakleknya seringkali hak-hak tersebut terabaikan.

Ben Anderson pernah mengulas-ulas kenyalaan bahwa sesungguhnya dalam perpolitikan di Indonesia language is power. Disini kala-kala dan tanda-tanda bahasa lain secara sengaja diproduksi, disirkulasikan dan dipilih secara rasional untuk didayagunakan dalam setiap wacana oleh para penggunanya demi terpenuhi maksud melindungi kepentingan yang mereka pertaruhkan. Disini tanda-tanda kebahasaan lalu banyak digunakan sebagai bagian dari strategi dan taktik untuk memenangkan persaingan, dan dengan demikian juga untuk mengunggulkan suatu kepentingan ke posisinya yang dominan, rnengatasi kepentingan-kepenlingan lain yang tengah diketengahkan para pesaing 7 .

6 ConllenJion on The Elimination of All Forms of DiscrimilUlJion against Woman 1979, Article 1. Baca : Manfred Nowak, Introduction to The International Human Rights Regime, (LeidenlBoston : Martinus Nijhoff Publishers. 2(03), hal. 86.

7 Soetandyo Wigjnosoebroto. HukJJm, Paradigma. Metode dnn Difll1IT1il<1l PermasalLlhannya. cetakan I. (Jakarta: Penerbit ELSAM dan HUMA. 2(02). hal. 231.

Nomor 3 Tahun XXXIV

Page 5: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

214 Hukum dan Pembangunan

Aliran feminist jurisprudence adalah para akitvis pengkaji hukum dari perspektif perempuan. Aliran ini menuduh seluruh sistem hukum perundang-undangan nasional itu amat male based dan male biased dan tampak sekali kalau dikonstruksi menu rut alam kebahasaan kaum lelaki8

.

A. Meningkatnya Hubungan Antar Bangsa

Di dalam era globalisasi, dengan semakin berkembangnya jalur informasi dan transportasi mengakibatkan hubungan antar bangsa menjadi semakin berkembang. Orang-orang asing yang datang dan pergi ke Indonesia sudah merupakan hal yang wajar, baik mereka untuk sekolah, bisnis, bekerja atau untuk wisata.

Banyaknya warga negara asing dan badan hukum asing di Indonesia maka menimbulkan hubungan-hubungan hukum, baik di bidang hukum keluarga, seperti pernikahan, perceraian, (baik pernikahan maupun perceraian ini banyak terjadi di kalangan artis Indonesia dengan warga negara asing) pengangkatan anak, warisan atau tentang pembagian harta benda perkawinan, maupun bidang hukum dagang, seperti jual beli, sewa menyewa, leasing, waralaba (franchise), joint venture dan lain-lain. Semua hubungan hukum itu bisa saja terjadi antara sesama mereka (orang­orang asing yang berada di Indonesia) maupun terjadi antara orang-orang asing tersebut dengan warga negara Indonesia. Dalam kehidupan sehari­hari, mereka berhubungan satu sarna lain, baik dengan sesama warga Negara asing maupun dengan warga Negara setempat, hubungan mana seringkali diakhiri dengan suatu perkawinan.

Sebagai saJah satu contoh yaitu adanya perkumpulan warga negara asing (yang mempunyai pasangan Warga Negara Indonesia) meJalui perwakiJannya; beberapa waktu yang laJu menemui sekeJompok staf pengajar Hukum Perdata Internasional (untuk seJanjumya disingkat dengan HPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan membuat daftar tentang beberapa permasaJahan hukum yang berhubungan dengan orang­orang asing yang berada di Indonesia. Diantaranya mereka menanyakan

8 Ibid .. hal 243.

9 Pada saat itu diwakili oleh Ny. O.R. (seorang Warga Negara Perancis yang menikah dengan seorang Warga Negara Indonesia dan menetap di Jakarta), sebagai Direktur salah satu kantor Konsultan di Jakarta.

luli - September 2004

Page 6: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

Kajian dari Perspektif Hak-hak Perempuan tentang Perkawinan Campuran 215

tentang permasalahan di bidang hukum keluarga, yaitu tentang pernikahan (hak-hak seorang istri yang mempunyai kewarganegaraan asing), perceraian, pembagian harta benda perkawinan, adopsi serta warisan. Mereka sebagai orang asing yang menikah dengan warga negara Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia ingin mengetahui lebih jauh tentang hak-hak mereka sebagai istri f suami dari pasangan mereka yang berkewarganegaraan Indonesia.

Pada waktu sekarang ini Pengadilan-pengadilan di Indonesia hanya menggunakan Hukum Indonesia, terutama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang tertulis. Tidak dilihat adanya unsur asingnya (foreign elements). Tidak diperhatikan bahwa sesungguhnya demi terpenuhinya rasa keadilan dari para pihak-pihak yang berperkara, harus terlebih dahulu dipermasalahkan hukum mana yang berlaku dan sebaiknya dipakai untuk suatu persoalan HPI, hukum asing yang dikaitkan dengan persoalan bersangkutan atau hukum Indonesia.

Salah satu hal yang menarik perhatian bagi peneliti dari peristiwa­peristiwa HPI di Indonesia adalah perkawinan campuran antara Warga Negara Asing dengan Warga Negara Indonesia. Sebagai penelitian awal, peneliti menganalisis data pada Kantor Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta, bahwa terjadinya perkawinan campuran akhir-akhir ini banyak terjadi. Dari data yang ada pada Kantor Catatan Sipil, tahun 2003 tercatat 211 pendafiaran perkawinan campuran sedangkan tahun 2004 tercatat pendafiaran perkawinan campuran sebanyak 217 terjadi di Indonesia. 10

B. Perkawinan Campuran

Perkawinan campuran merupakan salah satu pensl!wa hukum di bidang Hukum Perdata !nternasional, karena adanya unsur asing (foreign elements). Pada saat ini, peraturan yang berhubungan dengan masalah­masalah HPI, masih memakai produk hukum warisan jaman Belanda, yaitu Pasal-pasal 16, 17, dan 18 A.B. (Algemeene Bepalingen Van Wet

JO Data diperoleh dari hasil penelitian di Kantor Catatan Sipil Propinsi DKl Jakarta pada tanggal 30 Oktober 2004. dengan salah satu staf Seksi Perkawinan dan Perceraian Ibu Endang Purwasari.

Nomor 3 Tahun XXXIV

Page 7: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

216 Hukum dan Pembangululn

Geving Voor Indonesie 30 April 1847)'1 Materi yang diatur di dalam peraturan tersebut adalab tentang status personal I prinsip kewarganegaraan (Pasal 16 A.B), tentang hukum yang berlaku bagi benda-benda bergerak dan tidak bergerak I lex rei sitae (pasal 17 A. B.) dan tentang hukum yang berlaku bagi suatu perbuatan hukum I Locus rechit actum / lex loci celebrationis (Pasal 18 A.B.).

Dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Indonesia tahun 2000-2004, salab satu misi yang ditetapkan oleh GBHN adalah terwujudnya sistim hukum nasional yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia berlandaskan keadilan dan kebenaran. Ditetapkan sepuluh arab kebijaksanaan di bidang hukum yang antara lain meliputi :

" ... menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adapt serta memperbabarui perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakadilan gender dan ketidaksesuaian dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi. Upaya menata sistem hukum nasional termasuk upaya melakukan ratifikasi konvensi internasional, terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa dalam bentuk undang-undang ... "'2

Dalam rangka penataan humm nasional sesuai dengan PROPENAS, berdasarkan kenyataan-kenyataan yang dikemukakan di atas, di bidang Hukum Perdata Internasional, diperlukan aturan nasional di bidang hukum keluarga, terutama yang berhubungan dengan akibat-akibat hukum dari perkawinan campuran yang menjunjung tinggi pada kesetaraan gender, terutama penghargaan dan perlindungan terhadap hak-hak perempuan.

Perkawinan Campuran di Indonesia sudab sering terjadi sejak jaman Pemerintah Belanda menjajah di Negara Indonesia. Pada saat itu, kaum penjajah menikahi orang-orang dari negeri yang dijajahnya semata-

II Sudargo Gautama (b) , Himpunan Perundang-undangan Hukum Perdata lnternasional Sedunia, Cetakan II, (Bandung : Alumni, 1984), hal. 9.

12 Indonesia. UU No. 25, LN No. 206 Tahun 2000, tentang Program Pembangunan Nasional, Bab I, Pendahuluan. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Nasional. Baca : Zulfa Djoko Basuki , op.ci!., hal. 3.

}uli - September 2004

Page 8: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

Kajian dari Perspektif Hak-hak Perempuan tentang Perkawinan Campuran 217

mata untuk maksud dan kepentingan-kepentingan tertentu. 13 Pada saat penjajahan Pemerintah Belanda di Indonesia, masyarakat dibedakan berdasarkan golongan penduduk, yaitu Golongan Eropa/Hindia Belanda, Timur Asing dan Bumi Putera. Tiap golongan penduduk tersebut juga berbeda hukum yang berlaku bagi mereka. 14 Dari golongan penduduk yang satu tidak bisa dengan mudah pindah ke golongan penduduk yang berbeda. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk pindah dari golongan penduduk yang satu ke golongan penduduk yang lain. Pada masa itu ada istilah seperti peleburan dan persamaan hak.ls Yang keduanya merupakan suatu upaya hukum dari golongan tertentu untuk pindah ke golongan yang lain.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Perkawinan RI, mengenai perkawinan campuran berlaku Ordonansi Perkawinan Campuran (GHRI Staatsblad 1989 No. 158) . Di dalam Pasal I Ordonansi tersebut memberikan definisi mengenai Perkawinan Campuran, yaitu .. Perkawinan antara orang-orang yang di Indonesia berada dibawah hukum yang berlainan. "

Jika melihat definisi yang terdapat di dalam Pasal 1 Ordonansi Perkawinan Campuran tersebut, maka ada beberapa pengertian perkawinan yang termasuk di dalamnya, antara lain 16:

13 Jika seorang Eropa hendak mengadakan hubungan telap dengan seorang perempuan Indonesia, ia tidak mengawininya. melainkan diambilnya sebagai "Nyaj". Baru jika ia mengundurkan diri daTi pergaulan masyarakat, dalam kepentingan anaknya dan supaya memperoleh pensiun janda, ia mulai berpikir untuk mengesahkan perkawinan campuran itu di hadapan hukum. Baca : Sudargo Gautama (c), op.cit., hal. 23.

14 Pasal 131 I.S. jo. Pasal 163 I.S.

15 Peleburan adalah : berpindahnya orang-orang daTi Golongan Eropa atau Timur Asing menjadi Golongan Pribumi/Bumi Putera. Adapun ciri-ciri mereka yang sudah teriebur dengan orang-orang pribumi adalah, pindah agama, ganti nama, dan yang paling penting adalah adanya peralihan social dengan masyarakat hukum setempat. Sedangkan Persamaan Hak adalah : berpindahnya orang-orang dari Golongan Pribumi untuk disamakan haknya menjadi Golongan Eropa. Untuk: persamaan hak ini, ada dua macam yaitu formal dan informal.

Untuk penjel.san lebih dalam, baca : Sudargo Gautarna (d), Hukum Antar Golongan Suatu PenganJar, cetakan ke XI, (Iakarta : PT. Iethiar Baru Van Hoeve, 1993), hal. 103-106.

16 Sudargo Gautama (e) , Segi-segi Hukum Peraturan Perkawinan Campuran, Cetakan ke IV, (Bandung : PT. Citra Adity. Bakti, 1996), hal. 3.

Nomar 3 Tahun XXXIV

Page 9: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

218 Hukum dan Pembangunan

• Perkawinan antar tempat (interlocaai) • Perkawinan antar agama (inte"eligius) • Perkawinan antar golongan (intergentiei) • Perkawinan antar regio (inte"egionai) • Perkawinan antar warga negara (internasionai)

Menurut Undang-Undang Perkawinan RI, yang dimaksud dengan perkawinan campuran adalah : " Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia ... 17

Jika melihat definisi dari Pasal 57 Undang-Undang Perkawinan tersebut, maka ada dua versi perkawinan orang-orang asing di Indonesia, yaitu pihak perempaun WNI dengan pria Warga Negara Asing dan pihak pria WNI dengan perempuan Warga Negara Asing. Yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini adalah perkawinan versi pertama, yaitu perempuan WNI dengan pria Warga Negara Asing.

Jika membandingkan definisi perkawinan campuran yang terdapat di dalam Pasal 57 Undang-Undang Perkawinan RI dengan definisi yang terdapat di dalam Ordonansi Perkawinan Campuran, maka pengertian yang terdapat di dalam Undang-Undang Perkawinan RI adalah jauh lebih sempit dibanding dengan pengertian yang tercantum di dalam Ordonansi. Hal ini disebabkan karena Undang-Undang Perkawinan RI hanya mengatur tentang perkawinan antara orang-orang yang berbeda kewarganegaraan dan salah satunya Warga Negara Indonesia.

C. Perlindungan Hak-hak Perempuan

Setiap manusia berhak atas hak asasinya sebagai manusia dan perlindungan terhadap hak-hak itu dari undang-undang negaranya. Menurut Deklarasi Umum tentang Hak Asasi Manusia (untuk selanjutnya disingkat dengan DUHAM), baik perempuan maupun laki-laki berhak atas hak asasi manusia dan kebebasan fundamental tanpa pandang jenis kelamin dan ras. Terlepas dari partikularitas (kekhususan, keistimewaan) budaya tertentu, ajaran-ajaran agama dan level-level pembangunan, perempuan di seluruh dunia berhak atas hak-haknya sebagai perempuan.

17 Indonesia, Undang·Undang No.1 Tabun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 57.

Juli - September 2004

Page 10: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

Kajian dari Perspekli! Hak-hak Perempuan len/ang Perkawinan Campuran 219

Cukup banyak instrumen hukum internasional yang berkenaan dengan HAM yang bermuatan perlindungan terhadap hak-hak perempuan, antara lain :

.:. Deklarasi umum tentang Hak Asasi Manusia / DUHAM (1948) . • :. Deklarasi Wina (1986) . • :. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segal a Bentuk

Dikskriminasi Terhadap Perempuan (1979) . • :. Deklarasi tentang Penghapusan Tindak Kekerasan terhadap Perempuan

(1994) . • :. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Politik dan Sipil. .:. Konvensi Internasional tentang Hak-hak Politik Perempuan . • :. Kovenan lnternasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya . • :. Deklarasi Beijing (1995) . • :. Konvensi tentang Kewarganegaraan Perempuan Kawin . • :. Konvensi tentang Kewarganegaraan Perempuan . • :. Konvensi Me1awan Diskriminasi Dalam Pendidikan . • :. Konvensi Internasional tentang Organisasi Buruh Instrumen Nasional

yang melindungi hak-hak perempuan yang berhubungan dengan kajian perkawinan campuran, antara lain:

.:. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945;

.:. Undang-undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan;

.:. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

.:. Undang-Undang NO.7 Tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan;

.:. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;

.:. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Perlindungan hak asasi manusia pada dasarnya dimaksudkan untuk melindungi hak-hak seluruh manusia baik laki-laki maupun perempuan. Tuhan menciptakan perempuan dan laki-laki dalam posisi setara. Oleh karena itu, hak-hak perempuan adalah hak-hak yang fundamental manusia yang merupakan karunia Tuhan. Dalam Pasal 2 Deklarasi Umum tentang Hak Asasi manusia disebutkan bahwa :

"Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dinyatakan dalam deklarasi ini, dengan tanpa pembedaan apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan bangsa atau sosial, harta milik,

Namar 3 Tahun XXXIV

Page 11: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

220 Hukum dan Pembangunan

status kelahiran atau status lain. Selanjutnya tidak boleh dilakukan pembedaan atas dasar status politik, status yurisdiksi atau status internasional negara atau wilayah tempat sese orang termasuk di dalamnya, apakah wilayah itu merdeka, perwalian, tidak berpemerintahan sendiri atau di bawah pembatasan kedaulatan lain apapun ...

Dalam Undang- undang No. 30 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, mengenai hak-hak perempuan18 diatur di dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 5l. Jika dirangkum tentang hak-hak perempuan yang diatur di dalam U ndang-U ndang tersebut, maka ada tujuh bidang kehidupan yang dijamin di dalamnya, antara lain : • Hak-hak wanita di bidang politik dan pemerintahan (Pasal 46); • Hak-hak wanita di bidang kewarganegaraan (Pasal 47); • Hak-hak wanita di bidang pendidikan dan pengajaran (Pasal 48); • Hak-hak wan ita di bidang ketenagakerjaan (Pasal 49 ayat I); • Hak-hak wanita di bidang kesehatan (Pasal 49 ayat 2); • Hak-hak wanita di bidang hukum I dalam melakukan perbuatan

hukum (Pasal 50); • Hak-hak wanita dalam ikatan perkawinan (Pasal 51).

Jika mengkaji tentang hak-hak perempuan, maka kajian tersebut tidak terlepas dari keseimbangan atau perlakuan yang adil antara laki-laki dan perempuan baik secara teori (menumt hukum) maupun prakteknya. Jika membahas masalah-masalah hukum, maka tidak akan terlepas dengan pembahasan tentang keadilan.

Hukum sangat erat hubungannya dengan keadilan. Bahkan ada orang yang berpandangan bahwa hukum hams digabungkan dengan keadilan, supaya sungguh-sungguh berarti sebagai hukum. Hanya melalui

18 WaJaupun Undang-Undang Hak Asasi Manusia RI menggunakan istilah hak-hak wanita. tetapi peneliti memilih menggunakan istilah "perempuan" daripada istilah "wanita" . Alasan peneliti adalah sehubungan dengan Menteri yang ada saat ini yaitu Menteri Pemberdayaan Perempuan, serta Komisi Nasional Perempuan, disamping itu dari segi konotasi bahasa. peneliti merasa lebih tepat menggunakan istilah ini.

luli - September 2004

Page 12: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

Kajian dari Perspektif Hak-hak Perempuan tentang Perkawinan Campuran 221

suatu tata hukum yang adil, orang-orang dapat hidup dengan damai menuju suatu kesejahteraan jasmani maupun rohani. "

Sudah menjadi watak manusia akan merasa senang bila diperlakukan adil dan merasa tidak senang jika diperlakukan tidak adil. Pengertian adil menurut Notonagoro yaitu menurut pengertian k1asik ilmiah, yang dinamakan adil ialah dipenuhinya segala sesuatu yang telah menjadi hak di dalam hidup bersama sebagai sifat hubungan antara satu dengan yang lain, mengakibatkan bahwa memenuhi tiap-tiap hak di dalam hubungan antara yang satu dengan yang lain adalah suatu hal yang wajib 20

Daniel Webster berpendapat bahwa keadilan adalah kepentingan manusia yang paling luhur di bumi ini . Bagaimanapun juga keadilan itulah yang dicari orang tiada hentinya, diperjuangkan oleh orang dengan gigih, dinantikan oleh orang dengan penuh kepercayaan dari pihak kaum penguasa dan orang akan menentang sekeras-kerasnya apabila keadilan tidak diberikan atau apabila keadilan tidak ada.

Pengertian keadilan itu dapat disoroti dari berbagai sudut pandang, yaitu dari segi filsafat hukum, politik, ekonomi, etika dan ilmu hukum. Ani di dalam etika, kita dapat menganggapnya sebagai suatu budi pekerti perorangan atau sebagai suatu keadaan dimana terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan atau tuntutan-tuntutan manusia secara adil dan layak. Sedangkan dalam ilrnu ekonomi dan ilmu politik, jika berbicara tentang keadilan sosial berarti sebagai suatu sistim yang menjamin kepentingan­kepentingan atau kehendak-kehendak manusia yang selaras dengan cita­cita kemasyarakatan.

Plato mencoba menjelaskan konsepnya tentang keadilan dari inspirasi sedangkan Aristoteles mendekati analisa yang · berdasarkan ilmu dan prinsip-prinsip rasional dengan latar belakang masyarakat politik dan peraturan-peraturan hukum yang ada pada waktu itu .

Menurut Plato, keadilan adalah suatu kualitas tertentu yang dimungkinkan guna mengatur tatanan sosial hubungan timbal balik antar manusia. Aturan sosial dikatakan adil apabila aturan tersebut mengatur tingkah laku manusia dengan cara memuaskan dan diterima oleh dan

19 Theo Huijbers. Filsafat Hukum. Cetakan ke IX (Jakarta: Kanisius , 2003), hal. 64.

20 Lasiyo dan Yuwono, Pancasila (Pendeko.tan Secara Kefilsafatani,{Yogyakarta : Liberty, 1985), hal. 36.

Namar 3 Tahun XXXIV

Page 13: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

222 Hukum dan Pembangunan

membawa kebahagiaan bagi seluruh manusia . Padahal kebahagiaan tidak dapat dicapai oleh manusia secara sendiri-sendiri, karenanya kebahagiaan dicari di dalam masyarakat. Keadilan adalah kebahagiaan sosial, dan kebahagiaan yang dijamin dengan tatanan sosial. Teori keadilan menurut Aristoteles adalah :

1. Keadilan Korektif (corrective jucticej, yaitu : memberikan hukuman terhadap yang bersalah, yaitu orang yang mengambil hak orang lain, sesuai dengan kesalahannya.

2. Keadilan Distributif (distributive jucticej , yaitu : memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, serta pembentukan struktur pemerintah dan sosial yang baik agar pembagian dapat dilakukan sesuai dengan hak masing-masing.

3 . Mentaati segal a peraturan yang sudah ada.

Aristoteles berpendapat bahwa keadilan hanya dibutuhkan apabila manusia tidak bersahabat/berdamai satu sama lain. Keadilan menu rut John Rawls adalah :

1. Memaksimalisasi kebebasan. Pembatasan hanya dilakukan apabila sang at diperlukan untuk melindungi kebebasan itu sendiri.

2. Kesederajatan dan persamaan terhadap segala hal , yaitu terhadap: kehidupan sosial, pembagian kebutuhan sosial dan kesempatan.

3. Ketidaksederajatan so sial dan ekonomi harus diatur agar tetap memberikan keuntungan masksimal bagi yang tidak sederajat tersebut. 21

Menurut Rawls, teori keadilan merupakan alat yang tepat untuk digunakan guna membangun struktur pemerintah dan masyarakat. Teori keadilan dibutuhkan karena hanya dengan toeri tersebut maka masyarakat yang berbeda mau saling bekerjasama walaupun saling bersaing, untuk membangun kebaikan di dalam masyarakat. Teori keadilan merupakan ketentuan yang disepakati bersama, dan kesepakatan bersama itulah yang menjadikan teori tersebut kemudian ditaati. Unsur kesepakatan sebagai

21 John Rawls, A Theory Of Jus/ice, (Oxford University Press, 1971), hal. 3-6.

Juli - September 2004

Page 14: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

Kajian dari Perspeklif Hak-hak Perempuan tenlang Perkawinan Campuran 223

dasar penentu adil alau tidaknya, sah atau tidaknya suatu ketentuan merupakan dasar dari teori kontrak sosial. 22

Menurut Hans Kelsen, walaupun nilai keadilan tidak dapat ditentukan secara rasional, namun manusia cenderung menetapkan nilai­nilai yang dianggap obyektif dan absolut untuk dijadikan pedoman. Hal tersebut disebabkan karena sebagai mahluk hidup yang selalu memiliki keinginan untuk menilai dan membuat rasionalisasi terhadap segal a perbuatannya, bagaimana perbuatan yang salah-benar, menguntungkan­merugikan.

Keadilan harus didasarkan pada nilai kolektif-obyektif, dan bukan nilai individual-subyektif. Ide keadilan kernudian ditransformasikan dari prinsip yang menjamin kebahagiaan seluruh individu menjadi aturan sosial yang menjamin dan melindungi kepemingan sosial mayoritas individu. Pertentangan antara berbagai kepentingan yang ada tidak mungkin dipenuhi seluruhnya dalam waktu yang bersamaan, sehingga ada nilai perbandingan antar berbagai kepentingan. Kepentingan yang dianggap memiliki nilai tertinggi akan dipenuhi. Namun penentuan nilai perbandingan terse but sifatnya sangat subyektif, tergantung dari pengaruh lingkungan, suku, profesi, politik dan ekonomi.

D. Perlindungan Hak-hak Perempuan dalam Perkawinan Campuran

Banyak dijumpai di dalam hukum nasional bahwa pasal-pasalnya nyata sekali kalau "juridical linguistic coordinate system" memudahkan tafsir-tafsir yang akan memberikan posisi dominan kepada para lelaki dengan segenap kepentingan hidupnya, sedangkan sementara itu akan mendudukan para perempuan ke posisi-posisi layanan yang tersubordinasi.

Berikut ini adalah contoh pasal-pasal di dalam peraturan perundang-undangan yang masih mencerminkan ketidak seimbangannya periindungan hak-hak perempuan, diantaranya :

a. Peraturan di jaman Belanda

Hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 2 GHR (Ordonansi tentang Perkawinan Campuran I Stb. 1898 No : 158), yang berbunyi : Untuk

22 Ibid.

Nomor 3 Tahun XXXIV

Page 15: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

224 Hukum dan Pembangunan

setiap perkawinan campuran, istri harus tunduk dengan hukum suami baik segi hukum perdata maupun publik.

Pasal tersebut jelas sekali bias gendernya. Walaupun ada beberapa Sarjana Hukum terkemuka berpendapat bahwa pasal tersebut justru mencerminkan asas persamarataan, karena tidak mengeloni salah satu sistem hukum yang ada di Indonesia". Namun ada sanggahan dari sarjana lain yang justru berpendapat sebaliknya. yaitu pasal tersebut hanya untuk menakut-nakuti wanita Eropa atau Hindia Belanda agar tidak menikah dengan lelaki pribumi yang hukum perkawinannya berdasarkan hukum Islam yang menganut asas poligami.

b. Peraturan yang masih berlaku saat ini

I. Pasal 13 UU No. 62 tabun 1958 tentang Kewarganegaraan RI

Pada pasal tersebut menyebutkan babwa kewarganegaraan seorang anak ditentukan berdasarkan kewarganegaraan ayahnya.

Dengan dianutnya asas « ius sanguinis " (keturunan) di dalam Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia yang berlaku saat ini , menyebabkan anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan campuran mengikuti kewarganegaraan ayahnya. Dengan demikian bila dalam perkawinan campuran tersebut yang mempunyai kewarganegaraan asing adalah si ayah, maka anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan itu akan menjadi anak asing mengikuti ayahnya.

Hal ini jelas sekali sangat mengabaikan hak-hak perempuan. Anak -anak dari ibu WNI dan ayabnya berkewarganegaraan asing dianggap sebagai orang asing, dan memerlukan visa untuk tinggal di Indonesia sampai umur 18 tabun saat mereka boleh mengajukan permohonan kewarganegaraan. Mereka dilarang bersekolah di sekolah Indonesia dan hams bersekolah di sekolah internasional yang biayanya cukup mahal.

Selain kesulitan yang dihadapi si ibu dengan status asing anaknya, adakalanya anak yang dilabirkan dari perkawinan campuran ini tidak

23 Karena pada jaman Penjajahan Belanda, ada tiga macam sistem hukum yang berlaku untuk golongan penduduk yang berbeda, yaitu : • Hukum Perdata Barat untuk Golongan Eropa/Hindia Belanda; • Hukum Perdata masing-masing, untuk Golongan Timor Asing; • Hukum Adat/Hukum Islam untuk Golongan Bumi Putra/Pribumi.

Lihat Pasal 131 jo. Pasal 163 I.S.

Juli - September 2004

Page 16: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

Kajian dari Perspektif Hak-hak Perempuan tentang Perkawinan Campuran 225

memperoleh kewarganegaraan (stateless), padahal di dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku, anak tersebut berhak mempunyai kewarganegaraan.24 Hal ini disebabkan karena di dalam perkawinan campuran ini, meskipun Undang-Undang Kewraganegaraan Rl menyatakan anak-anak yang dilahirkan dari seorang ayah asing akan memperoleh kewarganegaraan ayahnya, tetapi Negara si ayah adakalanya tidak otomatis memberikan kewarganegaraan kepada anaknya, diperlukan syarat -syarat tertentu. 2S

Bila tidak dipenuhi maka anak tidak memproleh kewarganegaraan asing ayahnya dan juga tidak memperoleh kewarganegaraan Indonesia dari ibunya.

Sebenarnya ketentuan dalam Pasal 13 U ndang-U ndang Kewarganegaraan Rl tersebut bertentangan dengan Pasal 9 ayat (2) Konvensi tentang Pengapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)26, yang meny·~butkan bahwa : Negara peserta harus memberikan kepada wanita hak-hak yang sarna dengan pria dalarn kewarganegaraan anak-anaknya.

2. Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 34 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pasal 31 ayat (3) menyebutkan :

Suami adalah kepala rumah tangga dan istri ibu rumah tangga.

Pasal tersebut dapat dikatakan pasal yang mubazi r, dan sudah tidak relevan lagi untuk saat ini. Karena kenyataan pada saat ini peran tersebut dapat terbalik atau dapat dinegosiasikan oleh para pihak. !stri

24 Pasal 7 (I) Konvensi Hak-hak Anak Tahun 1989, Pasal 53 (2) Undang-Undang HAM Rl, Pasal 14 (2) Undang-Undang Kewarganegaraan Rl.

25 Hal ini seperti system HPJ yang dianu( di Negara Inggris. Di bidang kewarganegaraan Inggris menganut asas Ius Soli (berdasarkan (erupat kelahiran). Di bidang status personal, sistem HPJ Inggris menganut prinsip Domisi li yang unik, dikatakan unik karena konsep domisili Inggris mempunyai pengertian yang khusus.

Baca : Sudargo Gautma, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Cetakan ketiga. jilid II bagian 1 (Bandung : Ereseo, 1986), hal. 301.

26 Konvensi Internasional tersebut oleh Pemerintah RI telah diratifikasi melalui Undang­Undang No.7 tahun 1984.

Namar 3 Tahun XXXIV

Page 17: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

226 Hukum dan Pembangunan

sebagai ibu rumah tangga saat ini kadang justru menjadi penopang keluarga karena suami sedang menganggur atau di PHK.

Pasal 34 menyebutkan :

(I) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumahtangga sesuai dengan kemampuannya.

(2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

Kedua ayat dari pasal tersebut jelas memberikan kesan bahwa beban terberat ada pada perempuan, karena suami diwajibkan tetapi sesuai dengan kemampuan sedangkan istri wajib tetapi harus dengan sebaik­baiknya.

c. Peraturan yang masih berbentuk Rancangan Undang-Undang

Rancangan Undang-Undang Hukum Perdata Internasional Indonesia:

I. Pasal 24 , berbunyi :

Hubungan mengenai status personal antara suami istri ditentukan oleh hukum nasional suami.

2. Pasal 33, berbunyi :

(I) Sah tidaknya seorang anak diatur oleh hukum nasional dari suami dari ibu anak yang bersangkutan pada saat anak itu dilahirkan.

(2) Hukum nasional suami tersebut berlaku pula bagi gugatan tentang penyangkalan sah tidaknya seorang anak.

3. Pasal 34 ayat (1), berbunyi :

Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak sah tunduk pada hukum nasional ayah.

Ketiga pasal tersebut jelas sekali memperlihatkan bahwa kedudukan perempuan tidak dianggap setara atau seimbang. Padahal hubungan hukum seorang anak sah dapat disesuaikan menurut hukum nasional ibunya.

Juti - September 2004

Page 18: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

Kajian dari Perspektif Hak-hak Perempuan tentang Perkawinan Campuran 227

E. Kesirupulan

Perlindungan hak -hak perempuan dalam instrument hukum baik nasional dan internasional sudah demikian lengkap. Satu kelemahan yang masih dihadapi pemerintah dan instansi terkait adalah pemahaman serta sosialisai be1um berjalan dengan optimal. Di bidang perkawinan campuran, masih banyak permasalahan-permasalahan hukum yang dihadapi oleh wanita-wanita Indonesia sehubungan dengan lemahnya pemahaman aparat, kurangnya penghargaan dan perlindungan hak-hak perempuan, juga masih panjangnya jalur birokrasi.

Perlindungan hak-hak perempuan merupakan hal yang dijamin di dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia RI, namun dalam prakteknya masih jauh dari harapan bagi perempuan-perempuan di Indonesia untuk mendapatkannya, terutama di bidang kewarganegaraan yang merupakan buah dari perkawinan campuran.

Banyak faktor yang mempengaruhi belum terlindunginya hak-hak perempuan di bidang perkawinan campuran, antara lain faktor kondisi sosial budaya di negeri ini yang masih di dominasi oleh kaum lelaki , faktor pendidikan, faktor keadaan masyarakat Indonesia yang pernah dijajah oleh Belanda. Banyak kita jumpai bahwa sistem dan struktur hukum Negara Belanda memang menempatkan kaum perempuan di bawah kekuasaan lai-laki.

Ini merupakan pekerjaan rumah bagi aparat dan seluruh komponen yang peduli dengan pemajuan hak-hak perempuan serta mereka yang peduli dengan asset-aset bangsa, yaitu anak-anak yang dilahirkan dari suatu perkawinan campuran. Di satu pihak mereka adalah anak-anak asing yang harus mempunyai ij in tinggal (yang pengurusannyapun tidak mudah dan tidak murah), di lain pihak mereka adalah masa depan bangsa yang jelas mempunyai kemampuan berbahasa tidak hanya bahasa Indonesia.

Nomor 3 Tahun XXXIV

Page 19: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

228 Hukum dan Pembangunan

Daftar Pustaka

A. Jawad, Haifaa. Otentisitas Hak-hak Perempuan. Perspektij Islam atas Kesetaraan lender. Cetakan I. Yogyakarta : Fajar Pustaka, 2002.

Baehr, Peter et. al ( Penyunting). Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 200!.

Bahar, Saafroedin. Konteks Kenegaraan Hak Asasi Manusia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2002.

Dellyana, Shanty. Wanita dan Anak Dimata Hukum. Cetakan I. Yogyakarta: Liberty, 1988.

Departemen Agama RI . Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan. Direktorat Jenderal BIMAS ISLAM Dan Penyelenggaraan Haji, Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: Departemen Agama, 2oo!.

Djoko Basuki, Zulfa. Dampak Putusnya perkawinan Campuran terhadap Pemeliharaan Anak (Child Custody), dan Permasalahannya Dewasa Ini (Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Internasional). Disertasi Doktor Program Pascasarjana FHUI, 2003.

------- . Dampak Perkawinan Campuran terhadap Pemeliharaan Anak (Child Custody) Tinjauan dati segi Hukum Perdata Internasional. Cetakan I. Jakarta: Yarsif Watampone, 2005.

Gautama, Sudargo. Hukum Perdata Internasional Indonesia. Jilid III Bagian I. Buku ketujuh. Cetakan kedua. Bandung : Alumni , 198!.

------. Warga Negara dan Orang Asing. Cetakan IV . Bandung : Alumni, 1987.

------ . Indonesia dan Konvensi-Konvensi Hukum Perdata Internasional . Cetakan I. Edisi ketiga. Bandung : PT . Alumni, 2002.

Hasanah, Uswatun dan Mutiara Hikmah. Hak-Hak Perempuan. Modul Pelatihan untuk Pelatih HAM, disusun atas kerjasama Balitbang Departemen Kehakiman & HAM RI dengan Sentra HAM Fakultas Hukum UI, Agustus 2004 .

International Labour Organization. Apa itu Gender. Jakarta ILO Indonesia , 1997.

Nowak, Manfred. Introduction to The International Human Rights Regime. Leiden/Boston : Martinus Nijhoff Publishers, 2003 .

Juli - September 2004

Page 20: 210 Hukum dan Pembangunan - jhp.ui.ac.id

Kajian daTi Perspeklif Hak-hak Perempuan lentang Perkawinan Campuran 229

Yayasan Jurnal Perempuan. Hak-hak Asasi Perempuan Sebuah Panduan Konvensi-konvensi Utama PBB tentang Hak Asasi Perempuan. Cetakan I. Jakarta: 2001.

Artikel

Djoko Basuki, Zulfa . " Perkawinan Campuran Serta Permasalahan Hukumnya di Indonesia Dewasa ini ". Jurnal Hukum Internasional Vol. 1 No. 3 April 2004.

Gautama, Sudargo. "Prof. Djokosoetono dan Hukum Antar Tata Hukum" , dalam Guru Pinandita. Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI , 1984.

Hikmah, Mutiara et. al. " Identifikasi Akibat Hukum dari Tidak Dicatatnya Perkawinan Campuran Internasional di Indonesia ." Jurnal Penelitian FHUI. Volume I. Nomor 1, (September 1999).

Dokumen Internasional

Universal Declaration of Human Right, 1948 / DUHAM. Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against

Women (1979) I CEDA W. Declaration On The Elimination Of Violence Against Women (1994).

Peraturan perundang-undangan

Indonesia . Amandemen II Undang-Undang Dasar 1945; ------. Undang-undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan. ------. Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. ------. Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi

tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan; ------. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang No.1 Tahun 1974. -------. Keputusan Presiden RI No. 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi

Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2004 - 2009.

Nomar 3 Tahun XXXIV