BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ......9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori...

24
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika Depdiknas (Susanto 2015:184) matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”, sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Kurikulum 2006 mendefinisikan bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan diskrit. Untuk mengusai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Rusefendi (Wahyudi 2012:3) mengemukakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak terdefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma dan dalil-dalil yang dibuktikan kebenarannya, sehingga matematika disebut ilmu deduktif. Ibrahim (2012:2) matematika disebut deduktif, sebab matematika tidak menerima generalisasi yang berdasarkan pada observasi, eksperimen, coba-coba (induktif) seperti halnya ilmu pengetahuan alam dan ilmu- ilmu pengetahuan umumnya. Kebenaran generalisasi matematika harus dapat dibuktikan secara deduktif. Hamzah (2014: 58) mendefinisikan matematika adalah cabang pengetahuan eksak dan terorganisasi, ilmu deduktif tentang keluasan atau pengukuran dan letak, tentna bilangan-bilangan dan hubungan-hubungannya, ide- ide, struktur-struktur , dan hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis, tentang struktur logika mengenai bentuk yang terorganisasi atas susunan besaran dan konsep-konsep mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke aksioma atau postulat akhirnya ke dalil atau teorema, dan terbagi ke dalam tiga bidang yaitu 9

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 ......9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori...

  • 9

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Landasan Teori

    2.1.1 Matematika

    2.1.1.1 Hakikat Matematika

    Depdiknas (Susanto 2015:184) matematika berasal dari bahasa Latin,

    manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”, sedang

    dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti yang

    kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Kurikulum 2006 mendefinisikan bahwa

    matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

    modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya

    pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi

    dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan,

    aljabar, analisis, teori peluang, dan diskrit. Untuk mengusai dan menciptakan

    teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

    Rusefendi (Wahyudi 2012:3) mengemukakan bahwa matematika itu

    terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak terdefinisikan, definisi-definisi,

    aksioma-aksioma dan dalil-dalil yang dibuktikan kebenarannya, sehingga

    matematika disebut ilmu deduktif. Ibrahim (2012:2) matematika disebut deduktif,

    sebab matematika tidak menerima generalisasi yang berdasarkan pada observasi,

    eksperimen, coba-coba (induktif) seperti halnya ilmu pengetahuan alam dan ilmu-

    ilmu pengetahuan umumnya. Kebenaran generalisasi matematika harus dapat

    dibuktikan secara deduktif.

    Hamzah (2014: 58) mendefinisikan matematika adalah cabang

    pengetahuan eksak dan terorganisasi, ilmu deduktif tentang keluasan atau

    pengukuran dan letak, tentna bilangan-bilangan dan hubungan-hubungannya, ide-

    ide, struktur-struktur , dan hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis,

    tentang struktur logika mengenai bentuk yang terorganisasi atas susunan besaran

    dan konsep-konsep mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke aksioma atau

    postulat akhirnya ke dalil atau teorema, dan terbagi ke dalam tiga bidang yaitu

    9

  • 10

    aljabar, analisi dan geometri. Hal ini sependapat dengan Ibrahim (2012:8) bahwa

    matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasikan, sebab

    berkembang mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang

    didefinisikan, ke postulat/aksioma, ke teorema. Sebagai sebuah struktur ia terdiri

    dari beberapa komponen yang membentuk sistem yang saling berhubungan dan

    terorganisir dengan baik.

    Wahyudi (2012:5) juga berpendapat bahwa matematika merupakan suatu

    ilmu yang mempelajari jumlah-jumlah yang diketahui melalui proses perhitungan

    dan pengukuran yang dinyatakan dengan angka-angka atau simbol-simbol.

    Menurut Susanto (2015:185), Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu

    yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan

    kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta

    memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu dan teknologi.

    Berdasarkan dari teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa matematika

    merupakan ilmu deduktif yang berupa penjelasan yang logis sebagai hasil dari

    proses pemikiran yang sistematis guna memajukan daya pikir manusia dalam

    meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi termasuk dalam

    penyelesaian masalah sehari-hari.

    2.1.1.2 Pembelajaran Matematika di SD

    Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan

    kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberi konstribusi dalam

    penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan

    dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebutuhan

    akan aplikasi matematika saat ini dan masa depan tidak hanya untuk keperluan

    sehari-hari, tetapi terutama dalam dunia kerja, dan untuk mendukung

    pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu matematika sebagai ilmu dasar

    perlu dikuasai dengan baik oleh siswa, terutama sejak usia sekolah dasar (Ahmad

    Susanto, 2013:185).

    Ahmad Susanto (2015:186) juga mengemukakan bahwa pembelajaran

    matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk

  • 11

    mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan

    berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan

    baru sebagai upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi

    matematika.

    Jean Piaget (Karunia Eka dan Mokhammad, 2015:32) bahwa tahap

    operasional konkret (usia 7-11 tahun) dengan ciri pokok perkembangan adalah

    sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis serta ditandai

    adanya reversible dan kekekalan. Siswa SD berada pada usia 7 hingga 12 tahun

    dimana siswa SD masih terikat dengan objek yang ditangkap dengan panca indra,

    sehingga sangat diharapkan dalam pembelajaran matematika bersifat abstrak,

    siswa lebih banyak menggunakan alat peraga sebagai alat bantu karena dengan

    penggunaan alat peraga dapat memperjelas apa yang disampaikan oleh guru,

    sehingga siswa lebih mudah memahaminya.

    Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

    matematika di SD harus disesuaikan dengan kemampuan siswa SD yaitu pada

    tahap operasional konkret. Jadi pembelajaran matematika di SD harus lebih

    mengutamakan apa yang ada dalam kehidupan nyata agar siswa mampu

    mengaplikasikan matematika kedalam permasalahannya sehari-hari karena siswa

    pada usia SD ini siswa sudah mampu bepikir secara logis. Oleh sebab itu guru

    harus lebih menekankan pada konsep matematika, karena pemahaman konsep

    merupakan prasyarat untuk menguasai konsep selanjutnya. Dengan kata lain,

    pemahaman konsep itulah yang akan selalu digunakan siswa sampai jenjang

    pendidikan yang lebih tinggi baik dunia kerja atau kehidupan sehari-hari.

    2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran Matematika SD

    Susanto (2015:186) pembelajaran matematika merupakan suatu proses

    belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas

    berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat

    meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya

    meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika. Susanto

    (2015:189) juga mengemukakan bahwa secara umum tujuan pembelajaran

  • 12

    matematika di Sekolah Dasar (SD) adalah agar siswa mampu dan terampil

    menggunakan matematika. Selain itu juga dengan pembelajaran matematika dapat

    memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika (Susanto,

    2015:189).

    Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari

    sekolah dasar tentu memiliki tujuan, antara lain membekali siswa dengan

    kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan

    bekerja sama (Ibrahim: 2012:36). Tujuan pembelajaran matematika di Sekolah

    Dasar, sebagaimana disajikan oleh Depdiknas 2006, sebagai berikut:

    1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep

    atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam

    pemecahan masalah.

    2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

    matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

    menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

    3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

    merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

    solusi yang diperoleh.

    4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram atau

    media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

    5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

    yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam

    memperlajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

    pemecahan masalah.

    Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan

    pembelajaran matematika di SD tidak hanya tentang hasil akhir berupa angka

    yang memuaskan atau di atas rata-rata tetapi lebih kepada bagaimana siswa dapat

    memahami konsep matematika karena konsep tersebut yang akan ia bawa sampai

    jenjang pendidikan yang lebih tinggi, siswa mampu menggunakan penalarannya

    untuk menyusun rencana penyelesaian masalah atau mampu memecahkan

    masalah dalam matematika yang dialaminya dan menerapkannya dalam

  • 13

    kehidupan sehari-hari. Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka harus dilakukan

    berbagai macam kegiatan, misalnya menggunakan berbagai model-model

    pembelajaran dalam proses belajar mengajar yang dapat menunjang pembelajaran

    matematika.

    2.1.2. Pemahaman Konsep Matematika

    Menurut Husle, Egeth dan Deese (Nurmalasari, 2014) mendefinisikan

    bahwa konsep adalah sekumpulan atau seperangkat sifat yang dihubungkan oleh

    aturan-aturan tertentu atau dapat dikatakan bahwa konsep merupakan ide atau

    proses. Walgito (Nurmalasari, 2014) juga mengemukakan bahwa konsep adalah

    konstruksi simbolik yang menggambarkan ciri-ciri suatu objek atau kejadian.

    Pemahaman (understanding) adalah kemampuan menjelaskan situasi

    dengan kata-kata yang berbeda dan dapat menginterpretasikan atau menarik

    kesimpulan dari tabel, data , grafik dan sebagainya. Pemahaman itu lebih penting

    dari sekedar menghafal (Ahmad Susanto, 2015:210).

    Konsep-konsep dalam matematika merupakan suatu rangkaian sebab

    akibat. Suatu konsep disusun berdasarkan konsep-konsep sebelumnya, dan akan

    menjadi dasar bagi konsep-konsep selanjutnya, sehingga pemahaman yang salah

    terhadap suatu konsep, akan berakibat pada kesalahan pemahaman terhadap

    konsep-konsep selanjutnya (Wahyudi, 2012:16). Salah satu tujuan pembelajaran

    matematika di SD adalah memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk

    menghadapi materi-materi matematika pada tingkat lanjutan. Selain penguatan

    terhadap konsep-konsep matematika, maka diperlukan pengenalan pada konsep-

    konsep lanjutan seperti pemecahan masalah (Wahyudi, 2012: 25).

    Pemahaman konsep matematis menurut Karunia dan Mokhammad (2015.

    81) adalah kemampuan menyerap dan memahami ide-ide matematika. Indikator

    kemampuan pemahaman konsep matematis, yaitu : (1) Mengidentifikasi dan

    membuat contoh dan bukan contoh; (2) Menerjemah dan menafsirkan makna

    simbol, tabel, diagram, gambar, grafik, serta kalimat matematis; (3) memahami

    dan menerapkan ide matematis; dan (4) membuat suatu eksplorasi atau perkiraan.

  • 14

    Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep

    matematika adalah kemampuan dasar yang akan menuntun siswa untuk sampai

    kepada kemampuan berpikir tingkat tinggi. Siswa akan sampai pada kemampuan

    berpikir tingkat tinggi jika ia telah memahami konsep. Pemahaman matematika

    bukan hanya sekedar hafalan, namun dengan pemahaman tersebut siswa dapat

    lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman dalam

    pembelajaran matematika sudah seharusnya diterapkan kepada setiap siswa oleh

    guru, karena tanpa pemahaman, siswa tidak dapat mengaplikasikan konsep-

    konsep materi yang dipelajari. Pemahaman matematika perlu diterapkan kepada

    siswa di Sekolah Dasar sebagai pemahaman yang mendasar yang perlu

    ditanamkan sejak dini. Hal ini juga terlihat dalam tujuan pertama pembelajaran

    matematika menurut depdiknas (Permendiknas no 22 tahun 2006) yaitu

    memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep atau

    algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah,

    sehingga setelah proses pembelajaran selesai siswa diharapkan mampu

    menggunakan konsep-konsep tersebut kedalam penyelesaian masalah matematika.

    2.1.3 Model Pembelajaran Problem Based Learning

    2.1.3.1 Hakikat Model Pembelajaran Problem Based Learning

    Barrow mendefinisikan Problem Based Learning (Pembalajaran Berbasis

    Masalah) adalah pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman

    akan resolusi suatu masalah, masalah tersebut dipertemukan pertama-tama dalam

    proses pembelajaran (Miftahul Huda 2013:271). Jadi fokus pembelajaran adalah

    siswa bukan pada pengajaran dari guru.

    Stephien dkk (Prisky, 2012:6) mengemukakan bahwa pembelajaran

    berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa

    untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga

    siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut

    dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah. Prametasari

    (2012:10) berpendapat bahwa pembelajaran berbasis masalah (Problem Based

    Learning) adalah sebagai model pembelajaran yang diawali dengan pemberian

  • 15

    masalah kepada siswa di mana masalah tersebut dialami atau merupakan

    pengalaman sehari-hari siswa selanjutnya siswa menyelesaikan masalah tersebut

    untuk menemukan pengetahuan baru.

    Berdasarkan pengertian di atas Problem Based Learning (PBL) adalah

    pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai unsur utama yang disajikan

    sebagai awal dari pembelajaran, biasanya masalah yang dimunculkan yang

    memiliki konteks dunia nyata atau menelaah sebuah kasus. Akan tetapi syarat dari

    masalah tersebut harus dapat memunculkan rasa ingin tahu siswa, merangsang

    siswa untuk mengamati serta mampu membuat keterlibatan siswa dalam

    memecahkan masalah.

    2.1.3.2 Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning

    Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang dirancang

    dengan mendatangkan masalah-masalah yang menuntut siswa agar pandai dalam

    memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar yaitu bekerja secara kelompok

    atau tim.

    Ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah menurut Soffan Amri dan Iif

    (2010:72), adalah sebagai berikut :

    1. Guru harus menerapkan pengajaran yang menitik beratkan pada siswa,

    suatu kerangka dukungan untuk memperkaya inkuiri dan pertumbuhan

    intelektual siswa.

    2. Peran guru dalam pembelajaran berbasiskan masalah adalah

    menyodorkan masalah-masalah otentik, memfasilitasi penyelidikan

    siswa dan mendukung pembelajaran siswa.

    3. Guru harus menciptakan lingkungan kelas yang mendukung agar terjadi

    pertukaran dan pembagian ide secara terbuka, tulus dan jujur.

    4. Meskipun sulit tetapi ketrampilan bepikir tingkat tinggi harus

    diterapkan.

    5. Ciri khas pembelajaran berbasis masalah yaitu :

    a. Mengajukan pertanyaan atau masalah

    b. Berfokus pada interdisiplin

  • 16

    c. Penyelidikan otentik

    d. Menghasilkan karya nyata dan memamerkan

    e. Kolaborasi

    Arends (Mohamad Jauhar 2011:87) menjelaskan berbagai pengembang

    pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki

    karakteristik sebagai berikut:

    1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berbasis masalah

    mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang

    dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk

    siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari

    jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi

    untuk situasi itu.

    2. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran berbasis

    masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu, masalah yang

    akan diselidiki telah benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa

    meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

    3. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan

    siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata

    terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan

    masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul

    dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan),

    membuan inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu,

    metode penyelidikan yang digunakan, bergantung kepada masalah yang

    sudah dipelajari.

    4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis

    masalah ini menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam

    bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau

    mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk

    tersebut dapat berupa transkip debat pada pelajaran “Roots and wings”.

    Produk tersebut dapat berupa laporan, model fisik, video maupun progam

    komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan

  • 17

    kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada

    teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan

    menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau

    makalah.

    5. Kolaborasi. Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang

    bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering berpasangan atau

    dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi secara

    berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak

    peluanf untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan

    ketrampilan sosial dan ketrampilan berpikir.

    2.1.3.3.Peran Guru dalam Problem Based Learning

    Pada pembelajaran berbasis masalah ini guru memiliki peran yang sangat

    penting, sebab guru harus menyediakan masalah yang menarik agar siswa

    memiliki ketertarikan untuk menyelesaikan masalah. Objek pelajaran tidak

    dipelajari dalam buku, tetapi dari masalah disekitarnya. Menurut Trianto

    (2014:69), guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan

    motivator. Guru mengajukan masalah yang autentik/mengorientasikan siswa

    kepada permasalahan yang nyata (real world), memfasilitasi/membimbing

    (scaffolding) dalam proses penyidikan, memfasilitasi dialog antar siswa,

    menyediakan bahan ajar siswa serta memberikan dukungan dalam upaya

    meningkatkan temuan dan perkembangan intelektual siswa.

    Taufik Amir (2015:48) Proses Problem Based Learning menjelaskan

    bahwa fungsi pendidik (guru) bukan lagi penguasa diatas panggung kelas tapi

    memandu dari pinggir. Jelas, perannya seperti mentor yang sedang melakukan

    proses coaching. Menurut Ho (Taufik Amir 2015:48), Coaching adalah sebuah

    proses penentuan sasaran, pemodelan, pemanduan, pemfasilitasi, pemonitoran,

    dan memberikan umpan balik pada pemelajar dalam rangka mendukung pemelajar

    berpikir aktif dan mandiri. Karena itulah di berbagai literatur tentang coaching

    dalam pendidikan ditemukan istilah “to be a successful teacher, you must be a

    successful coach”.

  • 18

    Taufik Amir (2015:103-104) juga berpendapat bahwa pendidik juga

    sebagai entreprenuer sebab selain hanya soal kecakapan memfasilitasi di kelas,

    pelaksanaan Problem Based Learning juga terkait dengan perubahan mindset,

    kerangka pikir, ini juga soal ketrampilan kerangka pikir sebagai entreprenuer.

    Dalam menyajikan solusi atas masalah yang diberikan, mereka juga harus

    bersikap mempertanyaan (challenging) pendapat dan alasan teman baik di satu

    kelompok atau kelompok lain. Atas dasar inilah sesungguhnya pendidik juga

    harus bersikap yang sama dalam melihat model Problem Based Learning.

    Meskipun dalam pelaksanaannya akan terdapat kendala-kendala, ia harus punya

    perspektif dalam melihat ini. Dengan pola pikir (mindset) entreprenuer pula,

    seorang pendidik harusnya memiliki keyakinan, bahwa ia dapat mengkontrol

    situasi yang akan dihadapinya, bukan ia yang dikontrol situasi.

    Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa dalam model

    pembelajaran ini guru memiliki peranan yang sangat penting, yaitu sebagai

    mentor yang sedang melakukan proses coaching, mulai dari memberikan

    permasalahan yang nyata, memfasilitasi, serta membimbing selama proses

    pembelajaran berlangsung.

    2.1.3.4 Langkah-langkah Problem Based Learning

    Beberapa sintaks Problem Based Learning dapat dilakukan melalui 5

    tahap, yaitu sebagai berikut:

    Tabel 1

    Sintaks Problem Based Learning

    Tahap Tingkah Laku Guru

    Tahap 1

    Orientasi Masalah

    Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik

    yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi

    atau cerita yang memunculkan masalah, memotivasi siswa

    untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih

    Tahap 2

    Mengorganisasi siswa

    untuk belajar

    Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan

    tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

    Tahap 3

    Membimbing

    penyidikan individual

    maupun kelompok

    Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang

    sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan

    penjelasan dan pemecahan masalah

    Tahap 4

    Mengembangkan dan

    Guru membanti siswa dalam merencanakan dan menyiapkan

    karya yang sesuai seperti laporan, video dan model serta

  • 19

    Tahap Tingkah Laku Guru

    menyajikan hasil karya membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya

    Tahap 5

    Menganalisis dan

    mengevaluasi proses

    pemecahan masalah

    Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi

    terhadap penyidikan mereka dan proses-proses yang mereka

    gunakan

    Tabel 2

    Pemetaan Sintak Model Problem Based Learning dalam Standar Proses

    Dalam Permendiknas No 41 Tahun 2006

    Model Sintak

    Langkah Dalam Standar Proses

    Pendahu

    luan

    Kegiatan Inti

    Penutup Eksplora

    si Elaborasi

    Konfirm

    asi

    Problem

    Based

    Learning

    (PBL)

    1. Memberikan orientasi permasalahan pada

    siswa

    2. Mengorganisir siswa untuk meneliti

    3. Melakukan penyelidikan √

    4. Mengembangkan dan Menyajikan Hasil Karya

    5. Mengevaluasi proses pemecahan masalah

    √ √

    2.1.3.5 Kelebihan dan Kekurangan Problem Based Learning

    Kelebihan dari pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)

    menurut Trianto (2014: 68) adalah sebagai berikut :

    1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka sendiri yang

    menemukan konsep tersebut.

    2. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut ketrampilan

    berpikir siswa yang lebih tinggi.

    3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga

    pelajaran lebih bermakna.

    4. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang

    diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat

    meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang

    dipelajari.

  • 20

    5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan

    menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif

    diantara siswa.

    6. Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi

    terhadap pembelajar dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan

    belajar siswa sangat diharapkan.

    Kekurangan Problem Based Learning menurut Mohamad Jauhar (2011:

    86), adalah sebagai berikut :

    1. Untuk siswa yang malas tujuan dari model ini tidak akan tercapai.

    2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.

    3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan model ini.

    2.1.4 Model pembelajaran Learning Cycle 7E

    2.1.4.1 Hakikat Pembelajaran Learning Cycle 7E

    Karplus & thier (Aziz, 2013:18) mendefinisikan Learning Cycle 7E adalah

    suatu model pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar sehingga siswa

    secara aktif menemukan konsep sendiri. Model ini adalah penyempurnaan dari

    model Learning Cycle 5E yang sebelumnya juga penyempurnaan Learning Cycle

    3E. Dengan demikian, proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer

    pengetahuan dari guru ke siswa tetapi merupakan proses penerimaan konsep yang

    berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif, proses pembelajaran seperti ini

    yang akan mudah diingat siswa. Menurut Eisenkraft (Indrawati) menyatakan

    bahwa model pembelajaran Learning Cycle 7E bertujuan untuk menekankan

    pentingnya memunculkan pemahaman awal siswa dan memperluas (transfer)

    konsep.

    Johnston (Pebriana, 2012) bahwa Learning Cycle (LC) merupakan

    rangkaian tahap-tahap kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga

    pembelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam

    pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Pada mudanya LC ini hanya terdapat 3

    fase (3E), yaitu Exploration, Elaboration dan Evaluation. Selanjutnya LC

    berkembang menjadi lima fase (5E) dan tujuh fase (7E). Learning Cyle 7E ini

  • 21

    terdiri dari tujuh tahap yaitu (1) Elicit (Memunculkan Pemahaman Awal); (2)

    Engage (pembangitan minat); (3) Explore (eksplorasi); (4) Explain (penjelasan);

    (5) Elabore (penerapan konsep); (6) Evalute (evaluasi) dan (7) Extend

    (Memperluas).

    Jadi, Learning Cycle 7E adalah rangkaian kegiatan pembelajaran berupa

    tahapan-tahapan tertentu yang memungkinkan agar siswa dapat berperan aktif

    untuk memahami konsep-konsep yang akan dipelajari dan mengetahui keterkaitan

    yang lebih luas yang berhubungan dengan konsep tersebut.

    2.1.4.2 Karakteristik Model Pembelajaran Learning Cycle 7E

    Learning Cycle atau siklus belajar telah dikembangkan dengan teori

    belajar yang telah dikembangkan tentang bagaimana siswa seharusnya belajar.

    Pada model pembelajaran Learning Cycle 7E ini lebih sempurna, sebab

    sebelumnya siklus belajar memiliki 5 fase dan sekarang telah ditambahkan 2 fase

    yaitu elicit dan extend. Elicit adalah fase untuk mengetahui sampai dimana

    pengetahuan siswa terhadap pelajaran yang akan dipelajari dengan memberikan

    pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pengetahuan awal siswa agar timbul

    respon dari pemikiran siswa yang menimbulkan rasa penasaran. Pertanyaan yang

    diajukan guru biasanya berhubungan dengan pelajaran yang mengambil contoh

    dalam kehidupan sehari-hari. Extend yaitu fase yang bertujuan untuk berpikir,

    mencari, menemukan dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah

    dipelajari bahkan dalam fase ini dapat merangsang siswa untuk mencari hubungan

    konsep yang mereka pelajari dengan konsep lain.

    Jadi, Learning Cycle 7E adalah bentuk dari penyempurnaan siklus belajar

    yang sebelumnya memiliki 5 fase. Tahapan Learning Cycle 7E tersebut adalah

    Elicit, Engage, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate dan Extend.

    2.1.4.3 Peran Guru dalam Learning Cycle 7E

    Pada model pembelajaran Learning Cycle 7E, guru mengakses

    pengetahuan siswa dan membangkitkan antusias siswa. Guru membangkitkan

    minat belajar siswa untuk tertarik dan siap untuk belajar. Implementasi Learning

  • 22

    Cycle 7E dalam pembelajaran menempatkan guru sebagai fasilitator yang

    mengelola berlangsungnya tahapan-tahapan tersebut mulai dari perencanaan,

    pelaksanaan hingga evaluasi.

    2.1.4.4 Langkah-langkah Learning Cycle 7E

    Beberapa sintaks pembelajaran Learning Cycle 7E dapat dilakukan

    melalui 7 tahapan menurut Eisenkraft (Aziz, 2013:21), yaitu sebagai berikut:

    1. Fase Elicit (Mendatangkan pengetahuan awal siswa)

    Pada fase ini guru berusaha menimbulkan atau mendatangkan

    pengetahuan awal siswa. Pada fase ini dapat dilakukan dengan cara guru

    memberikan pertanyaan pada siswa mengenai fenomena dalam kehidupan

    sehari-hari yang terkait dengan materi yang akan dipelajari. Namun pada

    fase ini, guru tidak memberitahukan jawaban yang benar dari pertanyaan

    yang diajukan dan guru hanya memancing siswa sehingga siswa akan

    lebih termotivasi untuk belajar agar dapat mengetahui jawaban sebenarnya

    dari pertanyaan tersebut.

    2. Fase Engage (Melibatkan)

    Fase ini guru berusaha membangkitkan minat dan pengetahuan

    siswa tentang topik yang akan diajarkan, guru mengembangkan minat dan

    memotivasi siswa dengan menunjukan demonstrasi atau permasalahan

    sehari-hari.

    3. Fase Exploration (Menyelidiki)

    Pada fase ini siswa memperoleh pengetahuan dengan pengalaman

    langsung yang berhubungan dengan konsep yang dipelajari. Siswa diberi

    kesempatan untuk bekerja secara mandiri dalam kelompok-kelompok

    kecil.

    4. Fase Explain (Menjelaskan)

    Guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat

    mereka sendiri, memberikan fakta dan klarifikasi terhadap penjelasannya,

    dan mendengarkan penjelasan siswa secara kritis.

    5. Fase Elaborate (Menerapkan)

  • 23

    Fase ini adalah fase dimana siswa menerapkan konsep atau

    ketrampilannya pada situasi baru dan memberikan kesempatan kepada

    siswa untuk menyelidiki konsep-konsep tersebut lebih lanjut.

    6. Fase Evaluation (Menilai)

    Fase evaluasi ini terdari dari evaluasi formatif dan evaluasi

    sumatif. Evaluai formstif tidak boleh dibatasi pada siklus-siklus tertentu

    saja, sebaiknya guru selalu menilai semua kegiatan siswa. Apabila dalam

    pembelajaran dilakukan praktikum maka pengujian harus termasuk

    pertanyaan yang berkaitan dengan praktikum.

    7. Fase Extend (Memperluas)

    Fase ini bertujuan untuk berpikir, mencari, menemukan dan

    menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari bahkan

    kegiatan ini dapat merangsang siswa untuk mencari hubungan konsep

    yang mereka pelajari dengan konsep lain yang sudah atau belum mereka

    pelajari.

    Ketujuh tahapan diatas adalah langkah-langkah yang harus dilakukan guru

    dan siswa untuk menerapkan Learning Cycle 7E pada proses pembelajaran. Guru

    dan siswa mempunyai peran masing-masing dalam setiap tahapan dalam kegiatan

    pembelajaran menggunakan Learning Cycle 7E. Kegiatan pembelajaran lebih

    didominasi oleh peran siswa, sementara guru berperan sebagai fasilitator. Berikut

    arah pembelajaran Learning Cycle 7E yang dianjurkan oleh National Science

    Teacher Association (NSTA) (Aziz, 2013:21):

    Tabel 3

    Arah Pembelajaran Learning Cycle 7E

    Fase Arah Pembelajaran Kegiatan guru Kegiatan Siswa

    Elicit 1. Menarik Perhatian siswa sebelum

    pemberian

    pengetahuan

    2. Membantu dalam mentransfer

    pengetahuan

    3. Membangun pengetahuan baru

    diatas pengetahuan

    yang telah ada

    1. Memfokuskan siswa terhadap materi yang

    akan dipelajari

    2. Mengajukan pertanyaan kepada

    siswa untuk

    menggali

    pengetahuan awal

    3. Menampung semua jawaban siswa

    1. Memfokuskan diri terhadap apa yang

    disampaikan oleh guru

    2. Mengingat materi yang telah dipelajari

    3. Mengajukan pendapat jawaban berdasarkan

    pengetahuan sebelumnya

  • 24

    Fase Arah Pembelajaran Kegiatan guru Kegiatan Siswa

    Engange 1. Memfokuskan pikiran dan

    perhatian siswa

    2. Bertukar informasi dan pengalaman

    dengan siswa

    1. Menyajikan demonstrasi atau

    fenomena alam

    yang berkaitan

    dengan kehidupan

    sehari-hari

    2. Memberikan pertanyaan untuk

    merangsang

    motivasi dan

    keingintahuan siswa

    1. Memperhatikan ketika guru menjelaskan atau

    mendemonstrasikan suatu

    fenomena

    2. Mencari dan berbagi informasi yang

    mendukung konsep yang

    akan dipelajari

    3. Memberikan pendapat jawaban

    Explore 1. Melakukan eksperimen

    2. Mencatat data, membuat grafik,

    menginterpretasi

    hasil

    3. Diskusi 4. Guru membimbing

    dan memeriksa

    pemahaman siswa

    1. Menjelaskan maksud dari

    pembelajaran untuk

    melaksanakan

    eksperimen atau

    diskusi

    2. Memandu dan membimbing siswa

    dalam melakukan

    eksperimen

    3. Memberi waktu yang cukup kepada

    siswa untuk

    menyelesaikan

    eksperimen

    1. Melakukan eksperimen untuk mendapatkan data

    2. Mencatat data, membuat grafik, dan

    menginterpretasikan hasil

    3. Diskusi dalam kelompok untuk menjawab

    permasalahan yang

    disajikan dalam LKS

    Explain 1. Siswa mengkomunikasikan

    apa yang telah

    dieksplorasi secara

    tertulis dan lisan

    2. Menyimpulkan hasil eksplorasi

    3. Pembenaran

    1. Membimbing siswa dalam menyiapkan

    laporan eksperimen

    2. Menganjurkan siswa untuk

    menjelaskan

    laporan eksperimen

    dengan kata-kata

    mereka sendiri

    3. Memfasilitasi siswa untuk melakukan

    presentasi laporan

    eksperimen

    4. Mengarahkan siswa pada data dan

    petunjuk telah

    diperoleh dari

    pengalaman

    sebelumnya atau

    dari hasil

    eksperimen untuk

    mendapatkan

    kesimpulan

    1. Melakukan persentasi dengan cara menjelaskan

    data yang diperoleh dari

    hasil eksperimen

    2. Mendengarkan penjelasan kelompok lain

    3. Mengajukan pertanyaan terhadap penjelasan

    kelompok lain

    4. Mendengarkan dan memahami klarifikasi

    yang disampaikan guru

    5. Menyimpulkan hasil eksperimen berdasarkan

    data yang telah didapat

    Elaborate 1. Transfer pembelajaran

    2. Aplikasi dari pengetahuan baru

    yang telah

    1. Mengajak siswa menggunakan

    istilah umum

    2. Memberikan soal atau permasalahan

    1. Menggunakan istilah umum dan pengetahuan

    baru

    2. Menggunakan informasi sebelumnya yang didapat

  • 25

    Fase Arah Pembelajaran Kegiatan guru Kegiatan Siswa

    didapatkan dan mengarahkan

    siswa untuk

    menyelesaikan

    3. Menganjurkan siswa untuk

    menggunakan

    konsep yang telah

    mereka dapatkan

    untuk bertanya,

    mengemukakan pendapat

    dan membuat keputusan

    3. Menerapkan pengetahuan yang baru untuk

    menyelesaikan soal

    Evaluate 1. Melakukan penilaian:

    a. Formatif b. Summatif c. Informal d. Formal

    1. Memberikan penguatan terhadap

    konsep yang telah

    dipelajari

    2. Melakukan penilaian kinerja melalui

    observasi selama

    proses pembelajaran

    3. Memberikan kuis

    1. Mengerjakan kui 2. Menjawab pertanyaan

    lisan yang diajukan oleh

    guru (baik berupa

    pendapat maupun fakta)

    Extend 1. Menghubungkan satu konsep ke

    konsep lain

    2. Menghubungkan subjek satu ke

    subjek lain

    1. Memperlihatkan hubungan antara

    konsep yang

    dipelajari dengan

    konsep lain

    2. Memberikan pertanyaan untuk

    membantu siswa

    melihat hubungan

    antar konsep yang

    dipelajari dengan

    konsep lain

    3. Mengajukan pertanyaan tambahan

    yang sesuai dan

    berhubungan dengan

    kehidupan sehari-hari

    sebagai aplikasi

    konsep dari materi

    yang dipelajari

    1. Membuat hubungan antar konsep yang telah

    dipelajari dengan

    kehidupan sehari-hari

    sebagai gambaran aplikasi

    konsep yang nyata

    2. Menggunakan pengetahuan dari hasil eksperimen

    untuk bertanya dan

    menjawab pertanyaan dari

    guru terkait konsep yang

    telah dipelajari

    3. Berpikir, mencari, menemukan dan

    menjelaskan contoh

    konsep yang telah

    dipelajari

    Tabel 4

    Pemetaan Sintak Model Learning Cycle 7E dalam Standar Proses

    Dalam Permendiknas No 41 Tahun 2006

    Model Sintak

    Langkah Dalam Standar Proses

    Pendahuluan Kegiatan Inti

    Penutup Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

    Learning

    Cycle 7E

    (LC 7E)

    1. Elicit √

    2. Engange √

    3. Explore √

    4. Explain √

    5. Elaborate √

    6. Evaluate √ √

    7. Extend √

  • 26

    Berdasarkan penjelasan tentang Learning Cycle (LC) diatas, dapat

    disimpulkan bahwa LC 7E adalah tahapan-tahapan kegiatan pembelajaran dimana

    dalam penerapan pembelajaran tersebut melewati rangkaian proses yang dengan 7

    fase/tahap yaitu (1) Elicit (Memunculkan Pemahaman Awal); (2) Engage

    (pembangitan minat); (3) Explore (eksplorasi); (4) Explain (penjelasan); (5)

    Elaborate (penerapan konsep); (6) Evaluate (evaluasi) dan (7) Extend

    (Memperluas).

    2.1.4.5 Kelebihan dan Kekurangan Learning Cycle 7E

    Kelebihan dari model Learning Cycle 7E menurut Lorsbach (Aziz,

    2013:25) adalah sebagai berikut:

    1. Merangsang siswa untuk mengingat materi pelajaran yang telah

    mereka dapatkan sebelumnya.

    2. Memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadi lebih aktif dan

    menambah rasa keingintahuan siswa.

    3. Melatih siswa belajar melakukan konsep melalui kegiatan eksperimen.

    4. Melatih siswa untuk menyampaikan secara lisan konsep yang telah

    mereka pelajari.

    5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, mencari,

    menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah

    dipelajari.

    6. Guru dan siswa menjalankan tahapan-tahapan pembelajaran yang

    saling mengisi satu sama lainnya.

    7. Guru dapat menerapkan model ini dengan metode yang berbeda-beda.

    Kelemahan dari model pembelajaran Learning Cycle 7E menurut fajaroh

    (Aziz, 2013:25) adalah sebagai berikut:

    1. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi

    dan langkah-langkah pembelajaran.

    2. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan

    melaksanakan proses pembelajaran.

  • 27

    3. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun

    rencana dan melaksanakan pembelajaran.

    2.2 Hubungan Problem Based Learning dan Learning Cycle 7E terhadap

    Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika

    Pemahaman berasal dari kata dasar paham, menurut KBBI paham berarti

    mengerti benar jadi seseorang dikatakan paham jika ia telah mengerti benar dan

    mampu menjelaskan suatu hal yang telah ia pahami. Menurut Mastie dan Jhonson,

    pemahaman terjadi ketika seseorang mampu mengenali, menjelaskan dan

    menginterprestasikan masalah. Kemampuan pemahaman konsep menjadi

    landasan untuk menyelesaikan suatu masalah atau persoalan.

    Pembelajaran Problem Based Learning dan Learning Cycle 7E memiliki

    persamaan yaitu terletak pada diawalinya pemberian masalah yang menarik yang

    dapat menarik siswa untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam memecahkan

    masalah siswa harus memahami benar masalah tersebut dan kemudian menyusun

    langkah-langkah pemecahan masalah. Model pembelajaran tersebut merupakan

    pembelajaran berkelompok, dengan didasari kerja sama tersebut siswa dapat

    menyumbangkan pendapat-pendapat mereka. Artinya salah satu siswa

    menyempurnakan kekurangan anggota kelompoknya, sehingga mereka akan

    memusatkan pada satu pemikiran yang menghasilkan tumbuhnya pengetahuan

    baru untuk menyelesaikan masalah.

    2.3 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

    Dalam sebuah penelitian harus memiliki acuan sebagai dasar penelitian.

    Dalam penelitian ini memiliki dasar dari penelitian sebelumnya. Adapun

    penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Weny Indrawati, Impelemtasi Model Learning Cycle 7E Pada

    Pembelajaran Kimia dengan Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali

    Kelarutan untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Ketrampilan

    Berpikir Kritis Siswa SMA. Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1)

    Keterlaksanaan RPP dengan nilai rata-rata 4,59 dengan kategori sangat

  • 28

    baik; (2) Frekuensi aktivitas siswa yang menonjol adalah bekerja sama

    dengan tim sekelompok sebesar 33%; (3) Respon positif siswa terhadap

    model pembelajaran dengan nilai rata-rata 3,2; (4) Ketuntasan klasikal

    penguasaan konsep 92% dan ketuntasan indikator 77%; (5) Ketuntasan

    klasikal ketrampilan berpikir kritis 100% ketuntasan indikator 80% dan

    didukung skor peningkatan yang tinggi terhadap penguasaan konsep dan

    kertrampilan berpikir kritis siswa. Jadi dapat disimpulkan bahwa

    implementasi model pembelajaran Learning Cycle 7E pada materi pokok

    kelarutan dan hasil kali kelarutan efektif untuk meningkatkan penguasaan

    konsep dan ketrampilan berpikir kritis siswa.

    2. Lucki Winandasari P., Penerapan Model Learning Cycle 7E untuk

    meningkatkan motivasi belajar fisika dan hasil belajar siswa kelas X-2

    MAN 2 Malang Kota Batu. Pada siklus I belum terlaksana secara

    maksimal, yaitu dengan persentase sebesar 59,36%. Pada silkus II

    penerapan pembelajaran tersebut telah terlaksana dengan persentase

    sebesar 81,00%. Penerapan pembelajaran LC 7E dapat meningkatkan

    motivasi belajar siswa dari siklus I kr siklus II dengan persentase sebesar

    14,39%. Penerapan pembelajaran LC 7E yang dilakukan pada siklus I dan

    siklus II terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa, meningkatkan

    hasil belajar kognitid sebesar 1,97%, peningkatan hasil belajar afektif

    sebesar 3,24%, dan hasil belajar Psikomotorik mengalami peningkatan

    3,17%.

    3. Ade Febriyanto Wigar (2012), Efektivitas Penggunaan Model Problem

    Based Learning (PBL) dalam Pembelajaran Matematika pada Siswa kelas

    V SD Semester II Desa Depok Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil uji T

    menunjukan bahwa nilai t hitung > t tabel (3.173 > 2.023) dengan

    signifikansi 0,03 < 0,05. Jika Nilai t hitung positif, ini berarti rata-rata

    kelompok 1 atau kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada kelompok 2

    atau kelompok kontrol. Rata-rata untuk kelompok eksperimen adalah

    78.60 dan kelompok kontrol adalah 64.14. dari hasil penelitian yang

    dilakukan membuktikan bahwa pembelajaran menggunakan Problem

  • 29

    Based Learning lebih efektif dibandingkan dengan konvensional dalam

    pembelajaran Matematikan pada siswa kelas V SD.

    4. Ruswinarno (2014). Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

    (Problem Based Learning) untuk meningkatkan hasil belajar matematika

    pada siswa kelas 6 semester I SD N Batiombo 02 kecamatan Bandar tahun

    pelajaran 2013/2014. Hasil belajar siswa meningkat dari kondisi pra siklus

    ketuntasan belajar hanya 60,87% dengan nilai rata-rata 63,26, pada siklus

    1 ketuntasan belajar meningkat menjadi 73,91% dengan nilai rata-rata

    66,30%, lalu ketuntasan pada siklus 2 menjadi 100% dengan nilai rata-rata

    71,08. Dengan demikian penerapan model pembelajaran berbasis masalah

    (PBL) mampu meningkatkan hasil perolehan nilai siswa.

    5. Prisky Chitika (2012). Pengaruh penggunaan model pembelajaran berbasis

    masalah (Problem Based Learning) terhadap hasil belajar IPA siswa kelas

    IV SDN 3 Jepon kecamatan Jepon kabupaten Blora semester II tahun

    ajaran 2011/2012. Hasil uji t menunjukan bahwa t hitung > t tabel

    (5,345>4,660). Signifikansi (0,000

  • 30

    No Peneliti

    Variabel X

    Variabel Y Kelas Hasil Model

    Pebelajaran

    Pendekatan

    Pembelajaran

    Winandasari

    P.

    Cycle 7E Belajar dan

    Hasil Belajar

    MAN hasil belajar

    meningkat

    3

    Ade

    Febriyanto

    Wigar

    Problem

    Based

    Learning

    - Hasil belajar

    matematika V SD

    Penggunaan

    model PBL

    efektif

    4 Ruswinarno

    Problem

    Based

    Learning

    - Hasil belajar

    matematika VI SD

    Hasil belajar

    meningkat

    5 Pristy Chitika

    Problem

    Based

    Learning

    - Hasil belajar

    IPA IV SD

    Model

    pembelajaran

    berbasis

    masalah

    berpengaruh

    Berdasarkan penelitian yang relevan tersebut dapat disimpulkan bahwa

    model pembelajaran Learning Cycle 7E dan Problem Based Learning dapat

    meningkatkan hasil belajar. Namun dalam penelitian ini akan meneliti tentang

    perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematika yang diajar dengan

    Problem Based Learning dan Learning Cycle 7E.

    2.4 Kerangka Berpikir

    Tuntutan kurikulum yang lebih menekankan pada pencapaian target sangat

    berpengaruh dalam pembelajaran matematika, dimana semua bahan ajar atau

    materi harus diselesaikan dalam waktu tertentu dan mengabaikan pemahaman

    konsep metamatika. siswa cenderung menerima apa yang disampaikan guru dan

    guru identik memberikan rumus mentah tanpa menanamkan konsep matematika

    sehingga dalam memecahkan masalah matematika siswa tidak dapat memberikan

    alasan yang masuk akal. Pembelajaran menghafal yang terjadi secara terus

    menerus mengakibatkan rendahnya pemahaman konsep matematika dan

    berdampak pada hasil belajar yang tidak memuaskan.

    Tujuan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan kemampuan

    pemahaman konsep yang diajar dengan model pembelajaran Problem Based

    Learning dan Learning Cycle 7E dilihat dari kemampuan pemahaman konsep

    matematika. Dalam penelitian ini akan digunakan 2 kelas yaitu kelas eksperimen

    1 dan kelas eksperimen 2. Kelas eksperimen 1 menerapkan model pembelajaran

  • 31

    Problem Based Learning dan kelas eksperimen 2 menerapkan model

    pembelajaran Learning Cycle 7E. Penelitian ini dimulai dengan memberikan soal

    pretest jenis uraian yang sama kepada kedua kelas eksperimen tersebut untuk

    mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kemampuan pemahaman konsep

    matematika sebelum diberi perlakuan. Kemudian jika tidak terjadi perbedaan

    diantara kedua kelas tersebut maka kedua kelas tersebut diberikan perlakuan yaitu

    penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dan Learning Cycle 7E.

    Setelah dilakukan perlakuan terhadap kedua kelas eksperimen tersebut maka

    dilakukan adanya posttest untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan

    kemampuan pemahaman konsep matematika setelah diberikan perlakuan. Untuk

    lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut:

    Gambar 1

    Bagan Kerangka berpikir

    Model Pembelajaran

    Problem Based Learning

    (PBL)

    Model Pembelajaran

    Learning Cycle 7E

    Perbedaan Kemampuan Pemahaman Konsep

    antara Model Pembelajaran Problem Based

    Learning dan Learning Cycle 7E

    Elicit

    Engange

    Elaborate

    Explain

    Explore

    Extend

    Evaluate

    Orientasi Masalah

    Mengorganisasi

    Siswa untuk Belajar

    Menganalisis dan

    Mengevaluasi Proses

    Pemecahan Masalah

    Mengembangkan

    Hasil Karya

    Membimbing

    Penyidikan

    Kerja sama

    Tanggung Jawab

    Teliti

    Disiplin

    Percaya Diri

    Tekun

  • 32

    2.5 Hipotesis Tindakan

    Berdasarkan kajian teori, kajian penelitian yang relevan, dan kerangka

    berpikir yang telah diuraikan diatas maka dirumuskan hipotesis awal sebagai

    berikut: terdapat perbedaan pemahaman konsep matematika yang diajar dengan

    menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan Learning

    Cycle 7E pada kelas V SD Negeri Tlahab dan SD Negeri Bejen.