INSTITUT TEKNOLOGI PLN SKRIPSI ANALISIS SKEMA …
Transcript of INSTITUT TEKNOLOGI PLN SKRIPSI ANALISIS SKEMA …
INSTITUT TEKNOLOGI PLN
SKRIPSI
ANALISIS SKEMA PELEPASAN BEBAN LEBIH PADA TRAFO
ANTAR REL SUBSISTEM BALARAJA BARU 3,4 – DURI
KOSAMBI 1 – LONTAR KETIKA KONTINGENSI
COVER
DISUSUN OLEH :
MUH. AINUL FAHMI A
NIM : 201611070
PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS KETENAGALISTRIKAN DAN ENERGI TERBARUKAN
INSTITUT TEKNOLOGI PLN
JAKARTA, 2020
i
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul
ANALISIS SKEMA PELEPASAN BEBAN LEBIH PADA TRAFO
ANTAR REL SUBSISTEM BALARAJA BARU 3,4 – DURI
KOSAMBI 1 – LONTAR KETIKA KONTINGENSI
Disusun oleh :
MUH AINUL FAHMI A
NIM : 201611070
Diajukan untuk memenuhi
persyaratan
PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS KETENAGALISTRIKAN DAN ENERGI TERBARUKAN
INSTITUT TEKNOLOGI PLN
Jakarta, 16 Agustus 2020
Mengetahui, Disetujui,
Kepala Program Studi Dosen Pembimbing Utama,
S1 Teknik Elektro
(Tony Koerniawan, S.T., M.T.) (Dr. Ir. Uno Bintang Sudibyo, DEA, IPM)
Dosen Pembimbing Kedua
(Novi Kurniasih, S.T., M.T.)
ii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI
Nama : Muh. Ainul Fahmi A
NIM : 201611070
Program Studi : S1 Teknik Elektro
Judul : Analisis Skema Pelepasan Beban Lebih pada Trafo Antar
Rel Subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 –
Lontar Ketika Kontingensi
Telah disidangkan dan dinyatakan Lulus Sidang Skripsi pada Program Sarjana
Strata 1, Program Studi Teknik Elektro Institut Teknologi PLN pada tanggal 11
Agustus 2020.
Nama Penguji Jabatan Tanda Tangan
1. Ir. Suwarno, M.T. Ketua Penguji
2. Yoakim Simamora, S.T.,M.T. Sekretaris
3. Dewi Purnama Sari, S.T., M.T. Anggota
Mengetahui :
Kepala Program Studi
S1 Teknik Elektro
(Tony Koerniawan, S.T., M.T.)
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan ini saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
sebesar – besarnya kepada yang terhormat
Dr. Ir. Uno Bintang Sudibyo, DEA, IPM Selaku Pembimbing I
Novi Kurniasih, S.T., M.T Selaku Pembimbing II
Yang telah memberikan petunjuk, saran-saran serta bimbingannya sehingga
Skripsi ini dapat diselesaikan
Terima kasih yang sama, saya sampaikan kepada :
1. Bapak Hariadi Aji selaku Asisten Manajer di Sub Bidang Rencana Operasi
Sistem Penyaluran PT. PLN (Persero) UIP2B
2. Bapak Yonny Wicaksono selaku staff engineer di Sub Bidang Rencana
Operasi Sistem Penyaluran PT. PLN (Persero) UIP2B
3. Bapak Ahmad Murdani Asisten Manajer di Sub Bidang Rencana Operasi
Harian PT. PLN (Persero) UIP2B
Yang telah mengijinkan melakukan pengumpulan data di Rencana Operasi
Sistem Penyaluran PT. PLN (Persero) UIP2B.
Jakarta, 16 Agustus 2020
Muh. Ainul Fahmi A
201611070
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Institut Teknologi PLN, saya yang bertanda tangan
di bawah ini :
Nama : Muh. Ainul Fahmi A
NIM : 201611070
Program Studi : S1 Teknik Elektro
Departemen : Elektro
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Institut Teknologi PLN Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non – exclusive
Royalti Free Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
ANALISIS SKEMA PELEPASAN BEBAN LEBIH PADA TRAFO ANTAR REL
SUBSISTEM BALARAJA BARU 3,4 – DURI KOSAMBI 1 – LONTAR KETIKA
KONTINGENSI
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
ekslusif ini Institut Teknologi PLN berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 16 Agustus 2020
Yang menyatakan
(Muh. Ainul Fahmi A)
vi
ANALISIS SKEMA PELEPASAN BEBAN LEBIH PADA TRAFO ANTAR REL
SUBSISTEM BALARAJA 3,4 – DURI KOSAMBI 1 – LONTAR KETIKA
KONTINGENSI
Muh Ainul Fahmi A, 201611070
dibawah bimbingan Dr. Ir. Uno Bintang Sudibyo, DEA, IPM dan Novi Kurniasih,
S.T., M.T
ABSTRAK
Salah satu subsistem pada sistem kelistrikan Jawa-Bali adalah subsistem
Balaraja Baru – Duri Kosambi 1 – Lontar, yang mana subsistem ini merupakan
subsistem konfigurasi baru untuk rencana operasi tahun 2020, sehingga
diperlukan analisis mengenai skema pelepasan beban lebih sebagai salah satu
proteksi sistem saat terjadi kontingensi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis skema pelepasan beban lebih ketika terjadi kontingensi pada
subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar. Penelitian ini dilakukan
menggunakan metode kualitatif, dengan menganalisis keadaan subsistem saat
terjadi kontingensi dan tahapan pelepasan beban trafo antar rel 3,4 Balaraja
Baru dan trafo antar rel 1 Duri Kosambi menggunakan simulasi dinamik pada
aplikasi DIgSILENT 15.1.7 Dari hasil penelitian diketahui bahwa skema
pelepasan beban lebih dibagi ke dalam 4 tahap, tahap 1 dalam 2 detik, tahap 2,
5 detik, tahap 3 dalam 3 detik, dan tahap 4 dalam 3,5 detik, dengan jumlah total
kuota pelepasan beban lebih pada saat beban puncak 545 MW dan pada saat
beban rendah sebesar 417 MW, sehingga ketika kontingensi terjadi, skema
pelepasan beban lebih yang telah dirancang mampu menurunkan pembebanan
pada trafo antar rel yang masih beroperasi.
Kata kunci : Kontingensi, Pelepasan beban lebih, Trafo antar rel
vii
ANALYSIS OF OVERLOAD SHEDDING SCHEME ON INTERBUS
TRANSFORMER BALARAJA BARU 3,4 – DURI KOSAMBI 1
– LONTAR SUBSYSTEM WHILE CONTINGENCY
Muh Ainul Fahmi A, 201611070
Under the Guidance of Dr. Ir. Uno Bintang Sudibyo, DEA, IPM and Novi
Kurniasih, S.T., M.T
ABSTRACT
One of the subsystems in the Java-Bali electrical system is the New Balaraja 3,4
– Duri Kosambi 1 – Lontar subsystem, which is the new configuration subsystem
for 2020 operation plan, so that an analysis regarding the overload shedding
scheme is needed as one of the defense schemes when contingency happened.
The purpose of this study is to analyze overload shedding schemes when the
contingency occurs in the New Balaraja 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar. This study
is conducted using qualitative method, by analyzing the condition of subsystem
when contingency occurs and the stages of overload shedding on interbus
transformer 3,4 New Balaraja and interbus transformer 1 Duri Kosambi using
dynamic simulation on DIgSILENT 15.1.7 software. Based on the results of this
research, the overload shedding scheme is divided into 4 stages, stage 1 in 2
seconds, stage 2 in 2,5 seconds, stage 3 in 3 seconds, and stage 4 in 3,5
seconds, with the total quota of the overload shedding at the moment of peak
load 545 MW also at low load 417 MW, thus once contingency happens, overload
shedding scheme that has been designed is able to reduce overload on interbus
transformer which is still operating.
Keyword : Contingency, Overload shedding, Interbus transformer
viii
DAFTAR ISI
Hal
Lembar Pengesahan ............................................................................................ i
Lembar Pengesahan Tim Penguji ....................................................................... ii
Pernyataan Keaslian Skripsi .............................................................................. iii
Ucapan Terima Kasih ........................................................................................ iv
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ....................................................... v
Abstrak .............................................................................................................. vi
Abstract ............................................................................................................ vii
Daftar Isi ........................................................................................................... viii
Daftar Tabel ....................................................................................................... xi
Daftar Gambar .................................................................................................. xii
Daftar Lampiran ............................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Permasalahan penelitian ................................................................. 2
1.2.1 Identifikasi Masalah ............................................................... 2
1.2.2 Ruang Lingkup Masalah ........................................................ 3
1.2.3 Rumusan Masalah ................................................................ 3
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 3
1.3.1 Tujuan Penelitian ................................................................... 3
1.3.2 Manfaat Penelitian ................................................................. 4
1.4 Sistematika Penulisan ...................................................................... 4
BAB II PELEPASAN BEBAN LEBIH ................................................................. 5
2.1 Tinjauan Pustaka ............................................................................. 5
2.2 Teori Pendukung .............................................................................. 6
2.2.1 Trafo Antar Rel ...................................................................... 6
2.2.2 Pelepasan Beban Lebih (OLS) pada Trafo Antar Rel ............ 7
2.2.3 Skema Pelepasan Beban Lebih ............................................ 9
2.2.4 Karakteristik Relai Arus Lebih ............................................. 10
ix
2.2.5 Pertimbangan Pelaksanaan Pelepasan Beban Lebih ......... 12
2.2.6 Aliran Daya .......................................................................... 13
2.2.7 Kontingensi .......................................................................... 15
2.2.8 Sistem Dinamik ................................................................... 16
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 17
3.1 Analisa Kebutuhan ......................................................................... 17
3.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................. 17
3.1.2 Data Penelitian .................................................................... 17
3.2 Perancangan Penelitian ................................................................. 18
3.2.1 Studi Literatur ...................................................................... 18
3.2.2 Survei Lapangan ................................................................. 18
3.2.3 Pengolahan Data ................................................................. 18
3.2.4 Diagram Alir Penelitian ........................................................ 20
3.3 Teknik Analisis ............................................................................... 21
3.3.1 Perhitungan Aliran Daya...................................................... 21
3.3.2 Metode Newton Raphson .................................................... 22
3.3.3 Aplikasi Metode Newton-Raphson Pada Aliran Daya .......... 23
3.3.4 Aliran Daya Pada Saluran dan Daya Slack Bus .................. 25
3.3.5 Aplikasi DIgSILENT PowerFactory 15.1 .............................. 26
3.3.6 Microsoft Excel .................................................................... 27
3.3.7 Microsoft Visio ..................................................................... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 28
4.1 Subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar ............... 28
4.1.1 Data Pembangkit ................................................................ 29
4.1.2 Data Beban Subsistem ........................................................ 30
4.1.3 Data Penghantar 150 kV ..................................................... 35
4.2 Batasan Operasional Trafo Antar Rel ............................................ 38
4.3 Relai Beban Lebih dan Arus Lebih ................................................. 39
4.3.1 Skema Pelepasan Beban Lebih Subsistem Balaraja Baru 3,4
– Duri Kosambi 1 – Lontar ....................................................... 39
4.3.2 Koordinasi antara Relai Beban Lebih dan Arus Lebih ......... 42
x
4.4 Skema Pelepasan Beban Lebih Saat Beban Puncak dan
Pembangkit Maksimum .................................................................. 44
4.4.1 Hasil Tahapan Skema Pelepasan Beban Lebih .................. 46
4.4.2 Hasil Simulasi Sistem Dinamik ............................................ 48
4.5 Skema Pelepasan Beban Lebih saat Beban Puncak dan
Pembangkit Minimum .................................................................... 51
4.5.1 Hasil Tahapan Skema Pelepasan Beban Lebih .................. 52
4.5.2 Hasil Simulasi Sistem Dinamik ............................................ 55
4.6 Skema Pelepasan Beban Lebih saat Beban Rendah dan
Pembangkit Minimum .................................................................... 58
4.6.1 Hasil Tahapan Skema Pelepasan Beban Lebih .................. 60
4.6.2 Hasil Simulasi Sistem Dinamik ............................................ 62
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 64
5.1 Simpulan ........................................................................................ 64
5.2 Saran ............................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 66
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. 68
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................... 69
xi
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Faktor α dan β pada karakteristik inverse time .............................. 12
Tabel 2.2 Setting OCR dan OLR trafo antar rel 500/150 kV .......................... 13
Tabel 2.3 Penentuan Parameter Pada Bus Terkait ........................................ 15
Tabel 3.1 Indikator Analisis ............................................................................ 27
Tabel 4.1 Data pembangkit PLTU Lontar saat maksimum ............................. 29
Tabel 4.2 Data Pembangkit PLTU Lontar saat minimum ............................... 29
Tabel 4.3 Data Beban Puncak ....................................................................... 30
Tabel 4.4 Data Beban Rendah....................................................................... 32
Tabel 4.5 Data Pengahantar Saluran 150 kV ................................................ 35
Tabel 4.6 Setting relai beban lebih dan arus lebih ......................................... 41
Tabel 4.7 Tahapan dan kuota pelepasan beban saat beban puncak dan
pembangkit maksimum .................................................................. 45
Tabel 4.8 Hasil simulasi skenario kontingensi kondisi Beban puncak dan
pembangkit maksimum .................................................................. 46
Tabel 4.9 Tahapan dan kuota pelepasan beban saat beban puncak dan
pembangkit minimum ..................................................................... 51
Tabel 4.10 Hasil simulasi skenario kontingensi kondisi beban puncak dan
pembangkit maksimum .................................................................. 53
Tabel 4.11 Tahapan dan kuota pelepasan beban saat beban rendah dan
pembangkit minimum ..................................................................... 59
Tabel 4.12 Hasil simulasi skenario kontingensi kondisi beban rendah dan
pembangkit minimum ..................................................................... 60
xii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Ilustrasi pelepasan beban lebih pada trafo antar rel .................... 8
Gambar 2.2 Durasi arus gangguan untuk trafo di atas 30 MVA ....................... 9
Gambar 2.3 Kurva instantaneous relay .......................................................... 10
Gambar 2.4 Kurva definite time ..................................................................... 11
Gambar 2.5 Kurva nverse time relay ............................................................. 11
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ............................................................... 20
Gambar 4.1 Single line diagram Subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi
1– Lontar ................................................................................... 28
Gambar 4.2 Skema pelepasan beban Subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri
Kosambi 1- Lontar ..................................................................... 40
Gambar 4.3 Koordinasi relai beban lebih dan OCR IBT 3 Balaraja Baru ....... 42
Gambar 4.4 Koordinasi relai beban lebih dan OCR IBT 4 Balaraja Baru ....... 43
Gambar 4.5 Koordinasi relai beban lebih dan OCR IBT 1 Duri Kosambi ....... 43
Gambar 4.6 Kondisi subsistem saat beban puncak dan pembangkit
maksimum ................................................................................. 44
Gambar 4.7 Grafik simulasi sistem dinamik N-2 Trafo Antar Rel 3 dan 4
Balaraja Baru ............................................................................. 49
Gambar 4.8 Grafik simulasi sistem dinamik trafo antar rel 4 Balaraja Baru dan
1 Duri Kosambi ......................................................................... 50
Gambar 4.9 Kondisi subsistem saat beban puncak dan pembangkit minimum
................................................................................................... 51
Gambar 4.10 Grafik simulasi sistem dinamik N-1 trafo antar rel 4 Balaraja
Baru ........................................................................................... 55
Gambar 4.11 Grafik simulasi sistem dinamik N-2 trafo antar rel 3,4 Balaraja
Baru ........................................................................................... 56
Gambar 4.12 Grafik simulasi sistem dinamik N-2 trafo antar rel 4 Balaraja Baru
dan 1 Duri Kosambi ................................................................... 57
xiii
Gambar 4.13 Kondisi saat beban rendah dan pembangkit minimum ............... 58
Gambar 4.14 Grafik simulasi sistem dinamik N-2 trafo antar rel 3,4 Balaraja
Baru ........................................................................................... 62
Gambar 4.15 Grafik simulasi sistem dinamik N-2 trafo antar rel 4 Balaraja Baru
dan 1 Duri Kosambi ................................................................... 63
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran A Single Line Diagram Subsistem ................................................... A1
Lampiran B Data Pembangkit Rencana Operasi Maret 2020 ......................... B1
Lampiran C Data Beban Subsistem Rencana Operasi Maret 2020 .......... C1-C6
Lampiran D Skema Pelepasan Beban Lebih Subsistem ................................. D1
Lampiran E Hasil Load Flow Beban Puncak Pembangkit Maksimum ........ E1-E8
Lampiran F Hasil Load Flow Saat Beban Puncak Pembangkit Minimum .. F1-F8
Lampiran G Hasil Load Flow Saat Beban Rendah Pembangkit Minimum . G1-G8
Lampiran H Lembar Bimbingan Skripsi ..................................................... H1-H4
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem kelistrikan di pulau Jawa, Madura, dan Bali merupakan sistem
interkoneksi yang memiliki kelebihan yaitu apabila salah satu pembangkit,
saluran transmisi, dan trafo antar rel atau disebut dengan interbus transformer
(IBT) mengalami gangguan maka proses penyaluran daya ke beban akan tetap
berjalan. Namun, sistem interkoneksi juga memiliki kelemahan, salah satu
kelemahannya yaitu apabila terjadi gangguan pada salah satu sistem baik itu
berupa lepasnya salah satu elemen tenaga listrik, atau berkaitan dengan
ketidakstablian, maka akan berpengaruh terhadap sistem yang lain, dan jika tidak
dilakukan mitigasi berupa pengaktifan proteksi sistem atau proteksi peralatan
maka menyebabkan gangguan dan pelepasan beban secara gradual yang pada
akhirnya dapat menyebabkan terjadinya pemadaman total (blackout).
Salah satu subsistem yang terdapat pada sistem kelistirikan Jawa-Bali
adalah subsitem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar, yang mana
konfigurasi tersebut merupakan konfigurasi baru untuk Rencana Operasi Sistem
Tenaga Listrik Jawa – Bali Tahun 2020. Beroperasinya trafo antar rel 1 Duri
Kosambi menyebabkan perubahan konfigurasi yang eksisting. Perubahan
konfigurasi tentu akan memberikan perubahan terhadap skema proteksi yang
akan diterapkan apabila terjadi gangguan pada subsistem tersebut.
Salah satu kendala dalam penyaluran tenaga listrik, yaitu gangguan
berupa lepasnya suatu elemen sistem (kontingensi) sepenuhnya tidak dapat
dihindarkan. Pada kenyataannya, jika salah satu pembangkit atau trafo antar rel
lepas, sistem pada saat itu juga akan mengalami kekurangan pasokan daya dari
pembangkit, begitu pula yang terjadi pada saat salah satu trafo antar rel di
subsistem mengalami gangguan, maka beban yang awalnya ditanggung oleh
trafo antar rel tersebut akan dialihkan ke trafo yang lain yang masih beroperasi
pada saat kontingensi.
2
Untuk mencegah terjadinya pemadaman total akibat kontingensi, maka
diperlukan proteksi sistem atau defense scheme. Salah satu jenis proteksi sistem
yang ditujukan untuk mengatasi beban lebih sebagai pemenuhan kriteria sekuriti
kontingensi adalah menggunakan pelepasan beban lebih atau overload shedding
(OLS), proteksi sistem beban lebih akan melepaskan beban secara otomatis
ketika terjadi kontingensi sehingga dapat menormalkan elemen yang
sebelumnya mengalami beban lebih. Proteksi pelepasan beban lebih pada setiap
subsistem memiliki skemanya masing-masing, dalam skema tersebut terdapat
tahapan-tahapan menurukan persentase pembebanan pada saat tejadi
gangguan. Sebelum mengimplementasikan suatu skema pelepasan beban lebih
pada suatu subsistem terlebih dahulu dilakukan analisis mengenai skema
tersebut, agar pada saat praktiknya skema tersebut mampu menormalkan
elemen tenaga listrik yang mengalami pembebanan berlebih ketika kontingensi.
Maka dari itu, diperlukan analisis mengenai skema pelepasan beban lebih
subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar dengan menggunakan
beberapa variasi kondisi pembangkit dan kondisi beban. Agar pada saat terjadi
kontingensi pada salah satu kondisi maka akan dapat diketahui sejauh mana
tingkat efektifitas dari skema yang telah dirancang. Simulasi yang digunakan
adalah dengan menggunakan simulasi pada aplikasi DIgSILENT 15.1.7
1.2 Permasalahan penelitian
1.2.1 Identifikasi Masalah
Subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar merupakan
konfigurasi baru untuk Rencana Operasi Tahun 2020. Untuk itu, konfigurasi ini
tentu memiliki skema proteksi sistem yang telah diperbarui terhadap akibat
kemungkinan terjadinya kontingensi. Salah satu jenis proteksi sistem yang akan
diterapkan pada subsistem Balaraja 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar adalah
proteksi beban lebih, yang mana skema pelepasan beban lebih memerlukan
analisis terlebih dahulu sebelum menerapkannya. Maka dari itu, akan dilakukan
analisis mengenai skema pelepasan beban lebih pada subsistem Balaraja Baru
3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar terhadap kontingensi menggunakan simulasi pada
aplikasi DIgSILENT 15.1.7.
3
1.2.2 Ruang Lingkup Masalah
1. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisis skema pelepasan
beban lebih yang baru pada subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri
Kosambi 1 – Lontar saat terjadi kontingensi.
2. Dalam implementasi skema pelepasan beban lebih pada subsistem
Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar yang dipertimbangkan
yaitu besar beban yang dilepas setiap tahap, target trafo daya
distribusi, dan setting relai beban lebih tanpa mempertimbangkan
teknis jenis wiring relay, dan kondisi teleproteksi di lapangan.
3. Simulasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan simulasi
pada aplikasi DIgSILENT 15.1.7 untuk melihat tahapan pada skema
ketika terjadi kontingensi sesuai kejadian di lapangan.
1.2.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana skema pelepasan beban lebih subsistem Balaraja Baru
3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar ketika terjadi kontingensi ?
2. Berapa besar kuota pelepasan beban lebih setiap tahapannya ketika
terjadi kontingensi agar trafo antar rel tidak mengalami beban lebih ?
3. Bagaimana hasil penerapan skema pelepasan beban lebih pada
subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar ketika
kontingensi ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Mengkaji skema pelepasan beban lebih pada subsistem Balaraja Baru
3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar terhadap kontingensi.
2. Mengkaji besar kuota pelepasan beban yang cukup setiap
tahapannya untuk menurunkan pembebanan trafo antar rel.
3. Mengkaji hasil dari penerapan pelepasan beban lebih pada subsistem
Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar ketika terjadi kontingensi
menggunakan simulasi aplikasi DIgSILENT 15.1.7
4
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam perencanaan
proteksi sistem pelepasan beban lebih pada subsistem Balaraja Baru
3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar ketika kontingensi.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan besar kuota
pelepasan beban lebih pada subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri
Kosambi 1 – Lontar dengan berbagai kondisi pembangkit dan beban.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi mengenai
skema dan penerapan pelepasan beban lebih sebagai akibat
terjadinya kontingensi terhadap subsistem.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika pada penulisan skripsi ini dituliskan kedalam lima bab dengan
sistematika yaitu sebagai berikut. Bab satu yang berisi pendahuluan yang
menjelaskan latar belakang masalah dilakukannya penelitian ini, identifikasi
masalah, ruang lingkup masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan. Bab dua mengemukakan tentang
keterkaitan penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada serta teori-teori yang
secara garis besar berkaitan dengan trafo antar rel (IBT), pelepasan beban lebih
, karakteristik relai arus lebih, aliran daya dan kontingensi. Bab tiga berisi metode
penelitian yang digunakan yaitu mengenai analisa kebutuhan, model
perancangan penelitian, dan teknik analisis meliputi persamaan-persamaan dan
aplikasi bantu yang digunakan. Bab empat berisi tentang data penelitian dan
pembahasan mengenai hasil data simulasi Pelepasan beban lebih dengan
menggunakan aplikasi DIgSILENT. Bab lima berisi simpulan dan saran dari
berbagai bab yang dibahas pada bab sebelumnya.
5
BAB II
PELEPASAN BEBAN LEBIH
2.1 Tinjauan Pustaka
Telah banyak penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan analisis
skema pelepasan beban lebih terhadap sistem tenaga listrik. Salah satu
penelitian yang berkaitan dengan pelepasan beban lebih yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Muhammad Ma’sum Sidiq berjudul “Kajian Skema Overload
Shedding IBT 500/150 kV 1,2 Balaraja Baru dan IBT 500/150 kV 1 Lengkong
pada Subsistem Balaraja Baru 1,2 – Lengkong 1”. Penelitian tersebut mengkaji
skema overload shedding dari trafo antar rel 1,2 Balaraja Baru dan trafo antar rel
1 Lengkong menggunakan aplikasi DIgSILENT, dari simulasi yang dilakukan
kemudian akan dilihat berapa besar arus pada sisi skunder trafo ketika skema
pelepasan beban lebih bekerja, berapa besar kuota pelepasan beban yang
dibutuhkan agar dapat mengembalikan keadaan sistem yang mengalami
pembebanan berlebih. Dari hasil analisis yang dilakukan, skema pelepasan
beban lebih B baru untuk subsistem Balaraja Baru 1,2 – Lengkong 1 telah mampu
memenuhi kriteria skema pelepasan beban ketika salah satu elemen dari
subsistem mengalami gangguan kontingensi atau trip. Selain itu, penulis juga
menyarankan untuk melakukan review ulang untuk target beban yang menjadi
target pelepasan beban agar besar MW beban yang dilepas tidak terlalu besar.
Penelitian yang dilakukan oleh Muhamad ridho yang berjudul “Tinjau dan
setting ulang Skema overload shedding Interbus Transformer 500/150 kV 1,3
Gandul dan 2 Kembangan”, yang mana dalam penelitian ini dilakukan kajian dan
perhtiungan ulang terhadap skema pelepasan beban lebih pada trafo antar rel
1,3 Gandul dan Kembangan 2 dengan meihat pembebanan trafo 24 jam. Dari
hasil perhitungan yang dilakukan menyatakan bahwa skema yang dibuat mampu
menurunkan pembebanan berlebih pada saat terjadi skenario kontingensi. Dari
hasil penelitian juga penulis merokemendasikan untuk melakukan kajian ulang
terhadap kuota pelepasan beban pada subsistem.
6
2.2 Teori Pendukung
2.2.1 Trafo Antar Rel
Trafo antar rel (IBT) adalah yang memliki fungsi menyalurkan tenaga
listrik dari tegangan ekstra tinggi 500 kV ke tegangan tinggi 150 kV pada Gardu
Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) atau Gas Insulated Switchgear
Tegangan Ekstra Tinggi 500 kV. Dengan kondisi ini, maka trafo antar rel akan
mentransferkan daya dari 500 kV ke sistem 150 kV. Selain trafo sistem 150 kV
juga memiliki unit-unit pembangkit yang menyuplai daya pada subsistem
tertentu, yang mana hubungan antara pembangkit dan trafo antar rel memiliki
sinergitas dalam menyuplai beban subsistem. Sinergitas yang dimaksud adalah
pembebanan trafo antar rel maupun pembangkit tergantung dari kondisi
kapasitas masing-masing elemen.
Untuk menjaga keandalan dan efisiensi trafo antar rel dari gangguan
eksternal maupun internal maka perlu dipasang sistem proteksi pada trafo antar
rel, mengingat trafo antar rel memiliki peranan penting dalam penyaluran tenaga
listrik. Salah satunya yaitu dengan cara memasang proteksi sistem pada trafo
antar rel agar kualitas tenaga listrik yang diberikan oleh sistem tenaga listrik ketika
terjadi gangguan tetap terjaga dan tidak menyebabkan pemadaman ke bagian-
bagian yang lain. Dalam pelaksanaannya, skema proteksi sistem harus
memenuhi beberapa persyaratan, yakni: Sensitif, Selektif, Andal dan Cepat.
Pada setiap trafo memilki uselife atau umur pakai nya masing-masing
yang salah satu faktornya yaitu sangat dipengaruhi oleh ketinggian suhu
lingkungan dan suhu pendingin (tergantung jenis pendingin) pada saat peristiwa
overvoltage, hubung singkat pada sistem, dan emergency overloading. Antara
arus dan suhu memiliki hubungan yang eksponensial, yaitu apabila arus
meningkat maka suhu juga akan meningkat (IEC, General Limitations and
Effects of Loading Beyond Nameplate rating, 1991).Sehingga apabila trafo
dibebani diluar batas kemampuan trafo akan menyebabkan beberapa efek
sebagi berikut.
1. Temperatur winding, cleats, leads, insulation (isolasi), dan minyak
bertambah dan dapat mencapai level yang tak diinginkan.
7
2. Kebocoran kerapatan fluks diluar inti trafo meningkat, disebabkan
pemanasan eddy current pada bagian metalik yang berhubungan dengan
fluks.
3. Kombinasi antara fluks utama dan fluks tambahan akan menyebabkan
kemungkinan over eksitasi pada core tidak terbatas.
4. Dengan berubahnya temperatur, kelembaban dan gas pada insulation
(isolasi) dan minyak akan bertambah.
5. Bushing, tap changer, ujung hubungan kabel, dan arus pada trafo juga akan
mengalami stres yang tinggi yang mana akan melanggar batas design dan
aplikasi secara marginal.
6. Breaking berlebih dari arus yang tinggi pada tap changer akan menjadikan
trafo sebagai hazardus area. (IEC, General Limitations and Effects of
Loading Beyond Nameplate rating, 1991)
2.2.2 Pelepasan Beban Lebih (OLS) pada Trafo Antar Rel
Pembangunan infastruktur baru seperti pembangkit, gardu induk, dan
saluran transmisi untuk memenuhi kebutuhan beban merupakan tantangan yang
selalu dihadapi oleh utilitas sistem tenaga listrik, termasuk Sistem Jawa-Bali.
Pembebanan trafo antar rel pada sistem Jawa-Bali sendiri dituntut harus
memenuhi kriteria Kontingensi. Namun, apabila terdapat terdapat trafo antar rel
yang beroperasi secara pararel dengan trafo yang mengalami gangguan maka
akan menyebabkan pembebanan berlebih pada trafo antar rel lainnya. Guna
mencegah pembebanan lebih pada trafo yang mengalami pembebanan berlebih
sebagai akibat dari tripnya trafo lain yang beroperasi paralel maka dipasang
proteksi beban lebih . (UIP2B, 2015)
Subsistem yang ada di sistem interkoneksi Jawa-Bali dipasok dari trafo
antar rel 500/150 kV dan unit-unit pembangkit yang ada di subsistem tersebut.
Untuk trafo yang beroperasi secara paralel, lepasnya satu trafo antar rel dapat
menyebabkan beban lebih pada trafo antar rel lainnya. Tripnya pembangkit yang
terhubung ke suatu subsistem juga dapat mengakibatkan berkurangnya pasokan
ke subsistem tersebut dan pembebanan berlebih pada trafo antar rel kemudian
menyebabkan trafo antar rel trip dalam waktu singkat, akibatnya menyebabkan
pemadaman meluas. Pelepasan beban lebih pada trafo antar rel merupakan
8
pengaman agar tidak terjadi beban lebih pada trafo yang sedang beroperasi,
yaitu dengan memadamkan sebagian beban konsumen sehingga pasokan daya
yang melalui trafo antar rel dapat diturunkan.
Load shedding adalah proses pelepasan beban lebih terpilih secara
sengaja dari sistem tenaga listrik untuk menanggapi kondisi abnormal dalam
rangka mempertahankan integritas sisa sistem (IEV ref 603-04-32). Penentuan
skema pelepasan beban lebih (OLS) telah berkembang ke arah pelepasan beban
lebih yang bersifat dinamik atau dikenal dengan Adaptive Load Shedding
Scheme (ALSS). ALSS membandingkan data pengukuran aktual kondisi real
time dengan estimasi perhitungan menggunakan data statistik. Adapun tujuan
diterpakannya ALSS adalah untuk memastikan terpenuhinya kuota pelepasan
beban minimum berdasarkan pembebanan real time instalasi dan menjaga
prioritas pelepasan beban distribusi (UIP2B, 2015).
(Sumber : Buku Defense Scheme UIP2B, 2015)
Gambar 2.1 Ilustrasi pelepasan beban lebih pada trafo antar rel
Gambar 2.1 merupakan ilustrasi proses bekerja relai beban lebih (OLR)
pada trafo antar rel. Pada gambar (a) mengilustrasikan kegunaan OLR pada trafo
antar rel yang bekerja secara paralel. Kedua trafo tersebut melayani beban
sebesar 500 MW dan diasumsikan bahwa kapasitas maksimum trafo adalah 400
MW. Pada gambar (b) terlihat bahwa jika trafo 1 trip maka akan terjadi beben
labih pada trafo 2 dan jika tidak dilengkapi dengan proteksi beban lebih maka
9
dalam waktu beberapa saat trafo tersebut akan ikut trip. Lain halnya jika trafo 2
dilengkapi dengan relai beban lebih maka trafo tersebut akan masih dapat
beroperasi normal ketika bebannya telah dikurangi sesuai dengan kemampuan
maksimumnya yang ilustrasinya ditunjukkan pada gambar (c).
Pengurangan beban dalam trafo antar rel dibagi dalam beberapa tahapan
tergantung besarnya pembebanan lebih pada pada trafo antar rel. Adapun
penentuan kuota tiap tahapan pelepasan beban lebih menggunakan beban rata-
rata yang terjadi pada subsistem dengan mempertimbangkan kombinasi
kontingensi yang mungkin terjadi (UIP2B, 2015).
2.2.3 Skema Pelepasan Beban Lebih
Dalam menerapkan skema pelepasan beban lebih pada subsistem
terutama pada elemen trafo antar rel perlu diketahui terlebih dahulu kemampuan
pembebanan arus pada trafo antar rel tersebut.
(Sumber : IEEE C57.109-1993, 1993)
Gambar 2.2 Durasi arus gangguan untuk trafo di atas 30 MVA
Secara teoritis, trafo tenaga dapat dibebani 1,2 kali arus nominalnya
secara terus menerus. Berdasarkan standar IEEE C57. 109-1985 trafo yang
memiliki impedansi hubung singkat 12% didesain untuk dapat menahan arus
10
hubung singkat sampai dengan 8 kali arus nominalnya selam 2 detik.
Sebagaimana yang terlihat pada gambar grafik 2.2.
Dengan mempertimbangkan kemampuan trafo seperti yang ditunjukkan
oleh gambar 2.2, umur trafo, pembebanan trafo yang rata-rata tinggi, temperature
lingkungan sekitar dan marjin keamanan makas setting relai OLS pada trafo antar
rel adalah sebesar 1,1 kali arus nominal dengan waktu tunda mulai 2-3 detik
(UIP2B, 2015).
2.2.4 Karakteristik Relai Arus Lebih
Hubungan kerja antara besar arus dan waktu kerja relai antara lain, dapat
diuraiakn seperti berikut ini.
1. Instantaneous Relay (I>>)
Setelannya tanpa waktu tunda, tapi masih bekerja dengan waktu cepat
sebesar 50 s/d 100 milidetik, dengan karakteristik seperti gambar 2.3,
bekerjanya didasarkan pada besarnya arus gangguan hubung singkat yang
dipilih. (Sarimun, 2016)
Gambar 2.3 Kurva instantaneous relay
2. Definite Time Relay
Kurva definite time relay dapat dilihat pada gambar 2.4 di bawah , dimana
waktu kerjanya, lebih lama dari waktu setelan instant dan setelan relai
didasarkan pada setelan arus beban. (Sarimun, 2016)
11
Gambar 2.4 Kurva definite time
3. Inverse Time Relay
Setelan proteksi yang menggunakan karakteristik inverse time relay adalah
karakteristik dengan grafiknya terbalik antara besaran arus dan waktu
bekerjanya, yang mana makin besar arus gangguan maka akan makin kecil
waktu yang diperlukan untuk membuka PMT. (Sarimun, 2016)
Gambar 2.5 Kurva nverse time relay
Setting waktu dan Tms karakteristik inverse sesuai IEC 60255-3 dan BS
142 1966 yaitu sebagai berikut.
t =β
((If Iset)⁄ α− 1)
Tms (detik) (2.1)
Tms (detik) = ((If Iset)⁄ α
− 1)
β t (2.2)
12
Tabel 2.1 Faktor α dan β pada karakteristik inverse time
Nama Kurva α β
Standard Inverse 0,02 0,14
Very Inverse 1 13,2
Extremely Inverse 2 80
Long Inverse 1 120
2.2.5 Pertimbangan Pelaksanaan Pelepasan Beban Lebih
Penerapan skema pelepasan beban lebih dengan relai beban lebih harus
mempetimbangkan beberapa hal seperti berikut ini.
1. Pertimbangan Teknis
Dalam melakukan pelepasan beban, ada beberpa pertimbangan teknis yang
perlu diperhatikan yaitu.
a. Kemampuan peralatan terkecil
b. Koordinasi setting dengan proteksi lain
c. Lokasi atau instalasi yang dipasang skema pelepasan beban lebih yaitu pada
penghantar atau trafo antar rel yang dinilai mempunyai kendala (pada saat
itu), dengan melihat perkembangan yang selalu dimonitor sesuai dengan
keperluan yang sifatnya dinamis serta mengikuti perkembangan kebijakan
pengaturan operasi sistem.
2. Pertimbangan Non Teknis
Skema pelepasan beban lebih atau OLS adalah skema yang
mengharuskan sistem untuk melakukan pemadaman sebagai
pelanggan/konsumen. Maka dari itu, sangat penting untuk memperhatikan kelas
pelanggan/konsumen yang dipilih untuk dipdamkan (non priority consumer).
Dalam penentuan target pemadaman, pelaksana skema pelepasan beban lebih
harus berkoordinasi dengan PLN area Distribusi.
Pada bagian sub bab penjelasan karakteristik relai telah dijelaskan bahwa
relai beban lebih menggunakan karakteristrik definite time yang artinya memiliki
13
settingan/ tahapan waktu bertahap. Tahapan waktu ini berfungsi sebagai
parameter kebutuhan pembuangan beban yang sesuai dengan kondisi kelebihan
beban dari peralatan itu sendiri dan beban yang dibuang dapat berupa beban
transformator maupun penghantar. Ada beberapa mekanisme pelepasan beban
oleh relai beban lebih, yaitu pemadaman beban lokal, dan pemadaman beban
remote, yaitu pelepasan beban pada Gardu Induk lain dengan fasilitas
teleproteksi melalui media PLC (Power Line Cable) atau FO (Fiber Optic).
Dalam pelaksanaannya, relai beban lebih harus dikoordinasikan dengan
Sistem proteksi lain agar memenuhi persyaratan sistem proteksi yang baik dan
pemadaman yang terjadi tidak meluas. (Ridho, 2018)
a. Agar tidak terjadi kesalahan koordinasi perlu diperhatikan setting relai beban
lebih terhadap setting arus lebih dan dead timecloser (TPAR). Pada saat
terjadi gangguan, relai beban lebih harus bekerja lebih cepat dari rele arus
lebih. Selain itu, waktu kerja relai beban lebih, arus lebih, dan recloser pun
juga harus dikoordinasikan agar pemadaman tidak meluas.
b. Koordinasi setting relai arus lebih 500 kV / 150 kV dengan relai beban lebih
Tabel 2.2 Setting OCR dan OLR trafo antar rel 500/150 kV
OCR 500 kV OCR 150 kV OLR 150 kV
Iset = 1,2 x In Iset = 1,2 x In Iset = 1,1 x In
Time delay :
Standard Inverse
Time delay :
Standard Inverse Time delay : Definite
2.2.6 Aliran Daya
Studi aliran daya dilakukan bertujuan untuk memperoleh informasi
mengenai aliran daya, persentase pembebanan, dan tegangan sistem dalam
kondisi operasi tunak. Informasi tersebut digunakan untuk mengevaluasi kerja
sistem tenaga listrik dan menganalisis kondisi pembangkitan maupun
pembebanan. Analisis aliran daya juga memerlukan informasi aliran daya dalam
kondisi normal maupun kondisi gangguan atau kontingensi. Aliran daya
memberikan gambaran mengenai kondisi operasi pada sebuah sistem tenaga
14
listrik serta dapat dijadikan sebagai batasan sebuah operasi dinamis sebuah
sistem tenaga listrik. (Fredo Otniel, 2019)
Setelah dilakukan analisis aliran daya maka akan didapatkan informasi
mengenai tegangan, sudut fasa, daya aktif, daya reaktif sebuah sistem tenaga
listrik.Di dalam studi aliran daya, bus dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. PQ bus
Untuk PQ bus, daya aktif dan daya reaktif (P,Q) ditentukan sebagai
parameter yang diketahui. Dan tegangan kompleks (V,θ) adalah parameter
yang dicari. Pada umumnya bus gardu induk dinyatakan sebagai bus PQ
dimana beban diberikan nilai konstan. Ketika keluaran P dan Q ditetapkan
oleh pembangkit listrik , bus tersebut bisa diambil menjadi PQ bus. Hampir
semua bus dalam sistem tenaga listrik menjadi PQ bus dalam perhitungan
aliran daya. (Fredo Otniel, 2019)
2. PV bus
Untuk PV bus, daya aktif dan besar tegangan ditentukan sebagai parameter
yang diketahui, sementara daya reaktif Q dan besar sudut tegangan θ adalah
parameter yang dicari. Pada umumnya bus PV harus mempunyai pengontrol
sumber daya reaktif dan dengan demikian dapat mempertahankan besar
nilai tegangan pada bus dengan nilai yang diinginkan. Secara umum, bus
pada pusat pembangkit dapat dijadikan sebagai bus PV, karena tegangan
pada tiap bus dapat diatur dengan kapasitas daya reaktif dari setiap
generator. Beberapa gardu induk dapat dianggap sebagai bus PV ketika
mempunyai peralatan kompensasi daya reaktif yang cukup untuk mengatur
tegangan
3. Bus Referensi / Swing bus
Dalam ilmu aliran daya, harus ada satu dan hanya satu slack bus yang
ditentukan dalam sistem tenaga listrik, yang hanya ditentukan tegangan
konstan dalam besar dan sudut. Maka dari itu V dan θ ditentukan sebagai
variabel yang diketahui, sementara besar daya aktif P dan daya reaktif Q
adalah variabel yang harus dicari. Generator yang efektif pada bus ini
memasok rugi rugi pada jaringan. Ini diperlukan karena besarnya kerugian
tidak akan diketahui sampai perhitungan selesai dan tidak dapat tercapai.
15
Tabel 2.3 Penentuan Parameter Pada Bus Terkait
Nama Bus Parameter yang
diketahui Parameter yang dicari
PQ (load bus) Pi, Qi Vi,θi
PV ( Volatge Controlled Bus) Pi, Vi Qi,θi
Swing bus Vi, θi Pi, Qi
2.2.7 Kontingensi
Kontingensi merupakan suatu peristiwa yang disebabakan oleh gagalnya
atau lepasnya suatu elemen transmisi, generator, atau trafo pada suatu
subsistem. Kontingensi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu, single contingencies
(IEV ref 692-05-02) dan multiple contingencies (IEV ref 692-05-03). Kontingensi
tunggal (single contingencies) yaitu kontingensi yang terjadi apabila terdapat
pelepasan satu saluran transmisi, trafo, atau generator dengan maksud untuk
perbaikan atau penjadwalan operasi (IEC, Single Contingecy, 2017). Sedangkan
kontingensi jamak (multiple contingencies) terjadi apabila dua atau lebih elemen
pada sistem trip secara simultan (IEC, Multiple Contingency, 2017).
Analisis kontingensi merupakan salah satu bagian dari “Security Analysis”
yang mana kontingensi bertujuan menganalisis kondisi sistem tenaga listrik
dalam rangka mengidentifikasi terjadi permasalahan pembebanan berlebih pada
trafo atau saluran transmisi. Kontingensi merupakan kondisi abnormal pada
jaringan tenaga listrik. Keadaan abnormal yang dimaksud adalah ketika terjadi
pelepasan tiba-tiba dari transmisi, trafo, atau pembangkit. Dalam sistem tenaga
listrik keamanan ditentukan oleh kemampuan sistem untuk menahahan
kegagalan peralatan. Elemen-elemen dalam sistem tenaga listrik adalah elemen-
elemen yang memberikan pembebanan berlebih dalam kondisi kontingensi.
Dalam tahap penyusunan skema pelepasan beban lebih salah satu Langkah
yang perlu dilakukan adalah melakukan skenario kontingensi terhadap trafo pada
subsistem, dengan tujuan untuk melihat elemen mana saja yang memiliki
probabilitas untuk mengalami beban lebih ketka terjadi kontingensi. Selain itu,
16
analisis kontingensi dapat djuga digunakan untuk persiapan rencana dan
pemeliharaan tahunan dan jadwal pemadaman yang sesuai untuk sistem tenaga
listrik.
Dari 2 jenis kontingensi yang dijelaskan di atas, kemudian dapat lagi di
uraikan menjadi beberapa kontingensi berdasarkan proses terjadinya.
1. N-1 : suatu perlatan yang bekerha secara paralel dimana salah satu
peralatan off (trip otomatis atau direncananakan)
2. N-1-1 : Suatu peralatan yang bekerja secara paralel dimana salah satu
peralatan off kemudian trip satu peralatan berikutnya
3. N-2 : Suatu peralatan yang bekerja secara paralel dimana dua perlatan off
atau keluar secara bersama-sama
4. N-2-1 : Suatu sistem penyaluran yang bekerja secara paralel dimana dua
perlatan off, kemudian trip satu peralatan berikutnya
5. N-1-2 : Suatu sistem penyaluran bekerja secara paralel dimana satu
peralatan off, kemudian trip dua peralatan berikutnya secara bersamaan.
2.2.8 Sistem Dinamik
Sistem dinamik merupakan suatu metode yang berguna untuk
mendeskripsikan, memodelkan, dan mensimulasikan suatu sistem dinamis (dari
waktu ke waktu terus berubah). Dalam simulasi sistem dinamik mengajarkan
bagaimana berpikir dari sudut pandang sistem. Maksudnya adalah dalam
menyelesaikan suatu permasalahan, tidak hanya melihat dari satu sudut
pandang saja tetapi melihat pengaruh seluruh terhadap permasalahan yang
berkaitan. Dalam aplikasi DIgSILENT, untuk menggunakan simulasi dinamik
digunakan fitur RMS/EMT Simulation. RMS simulation disebut dengan Stability
Analysis Function biasanya digunakan untuk menganalisis transien jangka
menengah dan jangka Panjang. Selain itu RMS simulation dapat digunakan
untuk pemodelan simulasi real time, analisis frekuensi, dan analisis respon
frekuensi terhadap perubahan gangguan atau waktu. Sedangkan EMT
simulation atau biasa disebut dengan Electromagnetic Transients adalah
simulasi yang berfungsi untuk menyelesaikan permasalahan pada sistem tenaga
listrik seperti switching, over voltage yang bersifat sementara, inrush current, efek
dari ferro resonance, non linier eleme dan saturation characteristic.
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Analisa Kebutuhan
Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif, hal
ini dikarenakan data yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis terlebih
dahulu, kemudian data yang telah dianalisis dan telah disesuaikan dengan
kebutuhan penelitian akan diinput ke dalam aplikasi bantu DIgSILENT dari
inputan data yang telah diinputkan ke dalam aplikasi DIgSILENT selanjutnya
dilakukan simulasi dan analisis kembali terhadap simulasi tersebut agar sesuai
dengan kebutuhan penelitian.
3.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dan pengumpulan data dalam skripsi ini dilakukan di PT. PLN
(Persero) Unit Induk Pusat Pengaturan Beban, Sub Bidang Rencana Operasi
Sistem Penyaluan yang beralamat di Jalan JCC, Gandul, Cinere, 16514 Jakarta
Selatan.
3.1.2 Data Penelitian
Untuk menyelesaikan skripsi ini, maka diperlukan pengumpulan data-data
pendukung dengan cara melakukan penelitian di PT. PLN (Persero) Unit Induk
P2B. Adapun data yang dikumpulkan sebagai berikut :
1. Data konfigurasi Single Line Diagram Subsistem Balaraja 3,4 – Duri Kosambi
1 – Lontar
2. Data pembebanan Generator/sumber, trafo antar rel, dan trafo daya pada
Subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar
3. Data saluran penghantar Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar
4. Data defense scheme Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar
5. Data setting relai beban lebih dan arus lebih Balaraja Baru 3,4 – Duri
Kosambi 1 – Lontar
6. Data skema pelepasan beban lebih Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 –
Lontar
18
3.2 Perancangan Penelitian
3.2.1 Studi Literatur
Pada tahapan ini dilakukan dengan cara mencari informasi berupa hal-hal
yang berkaitan dengan penelitian melalui buku-buku, jurnal ilmiah, maupun dari
laporan penelitian yang telah ada. Kemudian dari sumber-sumber referensi
tersebut dilakukan kajian untuk mendaptkan teori, rumus-rumus, dan data-data
teknikal yang mendukung penelitian dalam skripsi ini.
3.2.2 Survei Lapangan
Pada tahap ini dilakukan pengamatan dan pengkajian secara langsung di
PT. PLN (Persero) UIP2B bagian Rencana Operasi Sistem Penyaluran. Selain
itu, dilakukan pula wawancara langsung guna mengumpulkan informasi yang
berkaitan dengan data penelitian dengan staff engineer dan manajer di bidang
Rencana Operasi Sistem Penyaluran.
3.2.3 Pengolahan Data
Setalah pengumpulan data-data kemudian dilakukan pengolahan data
kajian skema pelepasan beban lebih subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri
Kosambi 1 – Lontar seperti berikut:
1. Menginput data tegangan, mode, daya, dan impedansi dari pembangkit.
Profil tegangan busbar (rel). Data tegangan, arus, impedansi, frekuensi, jenis
penghantar, panjang penghantar, dari saluran transmisi 150 kV. Data
tegangan, kapasitas daya, impedansi, tap changer, vektor grup dari trafo
antar rel serta data beban masing-masing trafo daya dari subsistem Balaraja
3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar ke aplikasi DIgSILENT.
2. Melakukan setting relai beban lebih dan arus lebih pada masing-masing trafo
antar rel sesuai dengan data setting yang telah ditentukan. Dalam settingan
relai beban lebih dan arus lebih perlu juga diperhatikan batas operasional
masing-masing trafo antar rel.
a. Untuk menentukan batasan operasional dapat menggunakan
persamaan :
Pmax IBT= √3 ×Vs × In× cos θIBT (3.1)
19
Dimana Vs adalah tegangan 150 kV, arus nominal pada trafo antar rel
yaitu 1718 A.
b. Untuk menentukan Iset pada relai beban lebih dan relai arus lebih
digunakan persamaan berikut.
Iset OLR = 1,1 x Inominal (3.2)
Iset OCR = 1,2 x Inominal (3.3)
Angka 1,1 dan 1,2 merupakan standar yang digunakan oleh UIP2B yang
telah disesuaikan dengan standar berdasarkan ANSI/IEEE C57. 109-
1985.
3. Membuat Base Case pada aplikasi DIgSILENT berdasarkan data Rencana
Operasi Bulan Maret tahun 2020, dimana dalam Base Case ini tidak ada
elemen dalam subsistem yang mengalami gangguan.
4. Membuat beberapa kondisi kontingensi untuk melihat pembebanan trafo
antar rel saat terjadi gangguan kontingensi. Skenario kontingensi yang
dilakukan yaitu sebagai berikut :
a. N-1 trafo antar rel 4 Balaraja Baru
b. N-1 trafo antar rel 1 Duri Kosambi
c. N-2 trafo antar rel 1 Duri Kosambi dan trafo antar rel 4 Balaraja Baru
d. N-2 trafo antar rel 3 dan 4 Balaraja Baru
5. Sesuai kondisi kontingensi, maka dilakukan define switch event 1 detik pada
masing-masing trafo antar rel, dan juga melakukan define untuk RMS/EMT
simulation untuk simulasi dinamik.
6. Melakukan simulasi aliran daya untuk melihat pembebanan trafo antar rel
dalam kondisi normal dan kontingensi. Jika pada saat kontingensi ada trafo
yang mengalami pembebanan berlebih maka proses selanjutnya dilakukan
tahapan pelepasan beban.
7. Mereset hasil kalkulasi, dan melakukan simulasi aliran daya ulang sebagai
inisial kondisi untuk simulasi dinamik.
8. Melakukan simulasi RMS/EMT simulastion (simulasi sistem dinamik) untuk
melihat tahapan pelepasan beban sebaga repon relai terhadap switch event
1 detik.
20
3.2.4 Diagram Alir Penelitian
Berikut ini adalah diagram alir prosedur penelitian yang dijadikan sebagai
acuan dasar/kerangka pemikiran pada penelitian ini.
Mulai
Setting OLR dan OCR pada
aplikasi Power Factory
DIgSILENT 15.1.7
Simulasi aliran daya untuk
melihat kondisi normal
Reset kalkulasi dan simulasi
aliran daya sebagai inisial awal
untuk simulasi dinamik
Ada yang
Overload (>100%) ?
Ya
Tidak
Ya
Tidak
• Data Pembangkit : tegangan, impedansi,
kapasitas daya saat maksimum dan
minimum dan mode pembangkit
• Data Saluran Transmisi 150 kV :
tegangan, arus, impedansi, jenis
penghantar, panjang penhantar
• Data Trafo Antar Rel : tegangan,
kapasitas daya, impedansi, tap changer,
vektor grup
• Data beban puncak dan rendah
• Data Relai OLR dan OCR: Iset, CT,
TMS, time delay, target PMT
Simulasi dinamik untuk
pelepasan beban sesuai
tahapan 1-4
Screening kontingensi dengan
simulasi aliran daya
Ada yang
Overload (>100%) ?
Selesai
Simpulan
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian
21
3.3 Teknik Analisis
Analisis didapatkan dari hasil running program menggunakan simulasi
sistem tenaga listrik dengan hasil keluaran berupa aliran daya yang menunjukan
daya P dan Q, arus, tegangan, dan loading pada saluran transmisi, trafo antar
rel, dan generator saat keadaan normal dan persentase pembebanan dan daya
P saat terjadi kontingensi. Kemudian data dimasukan dalam Microsoft Office
Excel untuk dibuat tabel.
3.3.1 Perhitungan Aliran Daya
Suatu sistem tenaga listrik terdiri atas beberapa rel yang membentuk
sistem interkoneksi melalui saluran transmisi. Persamaan jaringan menyatakan
hubungan antara tegangan dan arus pada rel jaringan. Persamaan tersebut
dapat dinyatakan dengan matriks admitansi sebagai berikut:
(
𝐼1𝐼2…𝐼i
) = (
𝑌11 𝑌12 …𝑌21 𝑌22 ……𝑌i1
…𝑌i2
……
𝑌1j
𝑌2j…𝑌ij
)(
V1
V2…Vi
) (3.4)
Dimana:
Yii = Admitansi sendiri yang berujung pada node i
Yij = Admitansi bersama antara node i dan j
Vj = Fasor tegangan ke ground pada node j
Ii = Fasor arus yang mengalir ke node i
Sehingga dapat diperoleh bentuk persaman umum yaitu :
Ii = ∑ 𝑌IJ𝑛𝑗=1 𝑉J i = 1,2,3,…,n (3.5)
atau:
Irel = YrelVrel (3.6)
dengan Yrel merupakan matriks dari admitansi rel yang mempunyai dimensi
matriks (nxn) dimana n merupakan banyaknya rel dalam sistem tersebut.
Aliran daya merupakan solusi untuk kondisi operasi keadaan normal dari
suatu sistem tenaga listrik. perhitungan aliran daya dilakukan untuk perencanaan
sistem tenaga dan sistem operasional. Perhitungan aliran daya ini perlu
dilakukan karena yang di ketahui adalah beban daya aktif dan beban daya reaktif.
22
Pada persamaan (3.7) dan (3.8) dapat dinyatakan bahwa daya aktif dan reaktif
yang di transmisikan sebagai berikut:
𝑃𝑖(𝑘) = ∑ |𝑉𝑖(𝑘)||𝑌𝑖𝑗||𝑉𝑗(𝑘)| cos(𝜃𝑖𝑗 − 𝛿𝑖(𝑘)𝛿𝑗(𝑘))𝑛𝑗=1 (3.7)
𝑄𝑖(𝑘) = −∑ |𝑉𝑖(𝑘)||𝑌𝑖𝑗||𝑉𝑗(𝑘)| cos(𝜃𝑖𝑗 − 𝛿𝑖(𝑘) + 𝛿𝑗(𝑘))𝑛𝑗=1 (3.8)
Persamaan (3.7) dan (3.8) merupakan langkah awal perhitungan aliran
daya menggunakan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran daya
menggunakan proses iterasi (k+1). Untuk iterasi pertama (1) nilai k=0,
merupakan nilai perkiraan awal (initial estimate) yang ditetapkan sebelum dimulai
perhitungan aliran daya. Nilai perhitungan aliran daya menggunakan persamaan
(3.7) dan (3.8) dengan 𝑃𝑖(𝑘)
dan 𝑄𝑖(𝑘)
akan digunakan untuk menghitung ∆𝑃𝑖(𝑘)
dan
∆𝑄𝑖(𝑘)
.
3.3.2 Metode Newton Raphson
Uraian deret Taylor untuk suatu fungsi dengan dua variable atau lebih
adalah dasar dari metode Newton-Raphson dalam penyelesaian soal-soal aliran
beban. Metoda Newton-Raphson adalah metoda yang paling sering digunakan
untuk menyelesaikan suatu sistem persamaan nonlinier. Dalam mencari solusi,
metoda Newton-Raphson menggunakan teknik iteratif. Dengan teknik iteratif ini,
pencarian solusi dimulai dengan estimasi awal untuk variable yang ingin dicari.
Estimasi tersebut kemudian diperbaiki secara berturutan sampai solusi yang
diinginkan diperoleh. Apabila solusinya telah didapat, maka dikatakan bahwa
solusinya telah konvergen.
Sistem persamaan nonlinier dengan jumlah persamaan n yang dinyatakan
sebagai :
F (X) =
[ 𝑓1 (𝑥1, 𝑥2,… , 𝑥𝑛)𝑓2 (𝑥1, 𝑥2,… , 𝑥𝑛)
..𝑓𝑛 (𝑥1, 𝑥2,… , 𝑥𝑛 ]
= 0 (3.9)
Dimana X = [x1,x2,…,xn] adalah variable yang akan dicari.
23
Langkah iterative dari metoda newton raphson dalam mencari solusi adalah
dengan menyelesaikan persamaan secara berurutan:
𝑋(𝑘+1) = 𝑋(𝑘) + ∆𝑋(𝑘) (3.10)
Dimana,
∆𝑋(𝑘) = −[𝐽(𝑋(𝑘))]−1
𝐹(𝑋(𝑘)) (3.11)
Pada (3.11),J(X) merupakan Jacobian dari F(X) dan dihitung melalui:
𝐽 (𝑋) =
[ 𝜕𝑓1
∂x1𝜕𝑓2
𝜕𝑥1
⋮𝜕𝑓𝑛
𝜕𝑥1
𝜕𝑓1
∂x2⋯
𝜕𝑓2
𝜕𝑥2⋯
⋮ ⋱𝜕𝑓𝑛
𝜕𝑥2⋯
𝜕𝑓1
∂xn𝜕𝑓2
𝜕𝑥𝑛
⋮𝜕𝑓𝑛
𝜕𝑥𝑛]
(3.12)
Dengan demikian, langkah-langkah dari metode Newton-Raphson dalam
mencari solusi sesuai algoritma berikut:
Langkah 1 :Set k = 0, dan tentukan estimasi awal untuk solusi X(k)
dan toleransi ε.
Langkah 2 :Cek apakah: maks |F(X(k))| < ε, Jika ya, stop dan
solusinya adalah X(k). Jika tidak, lanjutkan ke Langkah 3.
Langkah 3 :Hitung Jacobian J(X(k)) dan ΔX(k) melalui (3.12).
Langkah 4 :Hitung X(k+1) atau perbaiki nilai estimasi melalui (3.10).
Langkah 5 :Set k = k + 1, dan kembali ke langkah 2.
3.3.3 Aplikasi Metode Newton-Raphson Pada Aliran Daya
Untuk menerapkan metoda Newton-Raphson, maka definisikan vektor-
vektor X dan F(X) untuk masalah aliran daya sebagai:
24
𝑋 = [𝛿⋮
|𝑉|] =
[
𝛿1𝛿2⋮
𝛿𝑛…|𝑉1||𝑉2|
⋮|𝑉𝑛|]
; 𝐹(𝑋) = [𝑃…𝑄
] =
[ 𝑃1𝑃2⋮
𝑃𝑛⋯𝑄1𝑄2⋮
𝑄𝑛]
(3.13)
Dimana n adalah jumlah total bus sistem tenaga
Pada (3.13), Pi dan Qi biasa disebut sebagai selisih daya (power mismatch) dan
ditentukan berdasarkan (3.7) dan (3.8). selisih daya ini sering digunakan sebagai
kriteria penghentian iterasi metoda Newton- Raphson. Sedangkan matriks
Jacobian dari (3.12) , untuk masalah aliran daya akan berbentuk :
𝐽(𝛿, |𝑉|) = [𝐽1(𝛿, |𝑉|) ⋮ 𝐽2(𝛿, |𝑉|)
……… ⋮ ………𝐽3(𝛿, |𝑉|) ⋮ 𝐽4(𝛿, |𝑉|)
] =
[
𝝏𝑷
𝝏𝜹⋮
𝝏𝑷
𝝏|𝑽|
……… ⋮ ………𝝏𝑸
𝝏𝜹⋮
𝝏𝑸
𝝏|𝑽| ] (3.14)
Dimana matriks Jacobian tersebut telah dipartisi menjadi empat submatriks yang
masing-masing berbentuk:
𝜕𝑃
𝜕𝛿=
[ 𝜕𝑃1
𝜕𝛿1
𝜕𝑃1
𝜕𝛿2…
𝜕𝑃2
𝜕𝛿1
⋮
𝜕𝑃2
𝜕𝛿2
⋮
…⋱
𝜕𝑃𝑛
𝜕𝛿1
𝜕𝑃𝑛
𝜕𝛿2…
𝜕𝑃1
𝜕𝛿𝑛𝜕𝑃2
𝜕𝛿𝑛
⋮𝜕𝑃𝑛
𝜕𝛿𝑛]
; 𝜕𝑃
𝜕|𝑉|=
[
𝜕𝑃1
𝜕|𝑉1|
𝜕𝑃1
𝜕|𝑉2|…
𝜕𝑃2
𝜕|𝑉1|
⋮
𝜕𝑃2
𝜕|𝑉2|
⋮
…⋱
𝜕𝑃𝑛
𝜕|𝑉1|
𝜕𝑃𝑛
𝜕|𝑉2|…
𝜕𝑃1
𝜕|𝑉𝑛|
𝜕𝑃2
𝜕|𝑉𝑛|
⋮𝜕𝑃𝑛
𝜕|𝑉𝑛|]
(3.15)
𝜕𝑄
𝜕𝛿=
[ 𝜕𝑄1
𝜕𝛿1
𝜕𝑄1
𝜕𝛿2…
𝜕𝑄2
𝜕𝛿1
⋮
𝜕𝑄2
𝜕𝛿2
⋮
…⋱
𝜕𝑄𝑛
𝜕𝛿1
𝜕𝑄𝑛
𝜕𝛿2…
𝜕𝑄1
𝜕𝛿𝑛𝜕𝑄2
𝜕𝛿𝑛
⋮𝜕𝑄𝑛
𝜕𝛿𝑛]
; 𝜕𝑄
𝜕|𝑉|=
[
𝜕𝑄1
𝜕|𝑉1|
𝜕𝑄1
𝜕|𝑉2|…
𝜕𝑄2
𝜕|𝑉1|
⋮
𝜕𝑄2
𝜕|𝑉2|
⋮
…⋱
𝜕𝑄𝑛
𝜕|𝑉1|
𝜕𝑄𝑛
𝜕|𝑉2|…
𝜕𝑄1
𝜕|𝑉𝑛|
𝜕𝑄2
𝜕|𝑉𝑛|
⋮𝜕𝑄𝑛
𝜕|𝑉𝑛|]
(3.16)
Berikut adalah rumusan untuk turunan-turunan parsial pada keempat submatriks.
25
▪ Submatriks 𝐽1 (𝛿|𝑉|)
𝜕𝑃𝑖
𝜕𝛿𝑗= −∑ |𝑉𝑖||𝑉𝑗||𝑌𝑖𝑗| sin(𝛿𝑖 − 𝛿𝑗 − 𝜃𝑖𝑗)𝑛
𝑗=1𝑗≠𝑖
(3.17)
𝜕𝑃𝑖
𝜕𝛿𝑘= |𝑉𝑖||𝑉𝑘||𝑌𝑖𝑘| sin(𝛿𝑖 − 𝛿𝑘 − 𝜃𝑖𝑘); 𝑖 ≠ 𝑘 (3.18)
▪ Submatriks 𝐽2 (𝛿|𝑉|)
𝜕𝑃𝑖
𝜕|𝑉𝑗|= |𝑉𝑖||𝑌𝑖𝑖| cos 𝜃𝑖𝑖 + ∑ |𝑉𝑗||𝑌𝑖𝑗| cos( 𝛿𝑖 − 𝛿𝑗 − 𝜃𝑖𝑗)𝑛
𝑗=1 (3.19)
𝜕𝑃𝑖
𝜕|𝑉𝑘|= |𝑉𝑖||𝑌𝑖𝑘| cos( 𝛿𝑖 − 𝛿𝑗 − 𝜃𝑖𝑘) ; 𝑖 ≠ 𝑘 (3.20)
▪ Submatriks 𝐽3(𝛿|𝑉|)
𝜕𝑄𝑖
𝜕𝛿𝑗= ∑ |𝑉𝑖||𝑉𝑗||𝑌𝑖𝑗| cos(𝛿𝑖 − 𝛿𝑗 − 𝜃𝑖𝑗)𝑛
𝑗=1𝑗≠1
(3.21)
𝜕𝑄𝑖
𝜕𝛿𝑘= −|𝑉𝑖||𝑉𝑘||𝑌𝑖𝑘| cos (𝛿𝑖 − 𝛿𝑘 − 𝜃𝑖𝑘); 𝑖 ≠ 𝑘 (3.22)
▪ Submatriks 𝐽4(𝛿|𝑉|)
𝜕𝑄𝑖
𝜕|𝑉𝑗|= −|𝑉𝑖||𝑌𝑖𝑖| sin 𝜃𝑖𝑖 + ∑ |𝑉𝑗||𝑌𝑖𝑗| sin( 𝛿𝑖 − 𝛿𝑗 − 𝜃𝑖𝑗)𝑛
𝑗=1 (3.23)
𝜕𝑄𝑖
𝜕|𝑉𝑘|= |𝑉𝑖||𝑌𝑖𝑘| sin( 𝛿𝑖 − 𝛿𝑗 − 𝜃𝑖𝑘) ; 𝑖 ≠ 𝑘 (3.24)
Dengan demikian, langkah iteratif dari metoda Newton-Raphson dalam
mencari solusi aliran daya adalah dengan menyelesaikan persamaan berikut
secara berurutan:
[𝛿(𝑘+1)
…|𝑉(𝑘+1)|
] = [𝛿𝑘
…|𝑉(𝑘)|
] + [∆𝛿𝑘
…∆|𝑉(𝑘)|
] (3.25)
Dimana:
[∆𝛿(𝑘)
…∆|𝑉(𝑘)|
] = − [𝐽1(𝑘) ⋮ 𝐽2(𝑘)
⋯ ⋮ ⋯𝐽3(𝑘) ⋮ 𝐽4(𝑘)
]
−1
[𝑃(𝑘)
⋯𝑄(𝑘)
] (3.26)
3.3.4 Aliran Daya Pada Saluran dan Daya Slack Bus
pada saluran-saluran dan besar pembangkitan daya dari bus-bus
pembangkit dapat dihitung. Bila dimisalkan bahwa saluran yang menghubungkan
26
bus P dan Q memiliki admitansi seri Ypq dan admitansi shunt total , ypq , maka
arus yang mengalir pada saluran tersebut akan diberikan oleh:
𝐼𝑝𝑞 = (𝑉𝑝 − 𝑉𝑞)𝑦𝑝𝑞 + 𝑉𝑝𝑦′𝑝𝑞
2 (3.27)
Sehingga, aliran daya dari bus p ke q diberikan oleh:
𝑃𝑝𝑞 + 𝑗𝑄𝑝𝑞 = 𝑉𝑝𝐼∗𝑝𝑞 = 𝑉𝑝 [(𝑉𝑝 − 𝑉𝑞)
∗𝑦∗
𝑝𝑞+ 𝑉∗
𝑝
𝑦∗𝑝𝑞
2] (3.28)
Dengan cara yang sama, aliran daya dari bus q ke p diberikan oleh:
𝑃𝑞𝑝 + 𝑗𝑄𝑞𝑝 = 𝑉𝑞𝐼∗𝑞𝑝 = 𝑉𝑞 [(𝑉𝑞 − 𝑉𝑝)
∗𝑦∗
𝑞𝑝+ 𝑉∗
𝑞
𝑦∗𝑝𝑞
2] (3.29)
Rugi-rugi daya pada saluran p-q dapat dihitung dengan menjumlahkan
𝑃𝑝𝑞 + 𝑗𝑄𝑝𝑞 dan 𝑃𝑞𝑝 + 𝑗𝑄𝑞𝑝.
Daya yang dibangkitkan pada slack bus dapat dihitung dengan
menjumlahkan semua aliran daya pada saluran yang keluar dari bus tersebut.
3.3.5 Aplikasi DIgSILENT PowerFactory 15.1
Pada penelitian ini digunakan aplikasi bantu berupa DIgSILENT
PowerFactory 15.1. Aplikasi DIgSILENT digunakan untuk melakukan simulasi
aliran daya Subsistem Balaraja 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar, dari simulasi
tersebut kemudian akan diperoleh profil tegangan, persentase pembebanan
masing-masing elemen yang ada di subsistem Balaraja 3,4 – Duri Kosambi 1 –
Lontar saat terjadinya gangguan kontingensi dan setelah aktifnya skema
pelepasan beban lebih. Selain itu, dengan aplikasi DIgSILENT dapat dilakukan
simulasi dinamik untuk melihat penggambaran kontingensi dan bekerjanya
skema pelepasan beban lebih yang sesungguhnya. Yang kemudian hasil
simulasi dinamiknya akan ditampikan dalam bentuk grafik.
Dalam kajian skema pelepasan beban lebih Subsistem Balaraja Baru 3,4
– Duri Kosambi 1 – Lontar ini, ada beberapa standar indikator yang digunakan
sebagai standar indikator penilaian variabel tegangan di 150 kV, persentase
pembebanan pada masing-masing trafo antar rel. Berikut adalah standar yang
digunakan yang ditampilka dalam tabel seperti di bawah ini.
27
Tabel 3.1 Indikator Analisis
Parameter Nilai
Tegangan 500 kV 475 kV – 525 kV
Tegangan 150 kV 135 kV – 157,5 kV
Pembebanan Trafo ≤100%
Pembebanan Saluran ≤100%
Standar tersebut juga telah disesuaikan dengan Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral Nomor 03 Tahun 2007 tentang Aturan Jaringan Sistem
Tenaga Listrik Jawa-Madura-Bali, Standar PLN 1 tahun 1995 tentang standar-
standar tegangan, serta aturan Batasan operasi yang diterapkan PT. PLN
(UIP2B) .
3.3.6 Microsoft Excel
Aplikasi Microsoft Excel digunakan untuk mengolah data analisis dari
hasil simulasi aliran daya dan simulasi sistem dinamik pada DIgSILENT, variabel-
variabe yang dimasukkan merupakan variabel Daya, dan pembebanan dari
setiap trafo antar rel yang ada di subsistem Balaraja 3,4 – Duri Kosambi 1 –
Lontar. Dengan menginput variabel-variabel tersebut akan memudahkan penulis
dalam memvisualisasikan trafo-trafo mana saja yang mengalami beban lebih
ketika terjadi skenario kontingensi pada subsistem.
3.3.7 Microsoft Visio
Aplikasi gambar Microsoft Visio digunakan untuk penggambaran skema
pelepasan beban lebih pada subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 –
Lontar beserta dengan melakukan pinned pada masing-masing PMT trafo daya
yang menjadi target sesuai dengan tahapan-tahapan pelepasan beban lebih.
Selain itu, aplikasi Microsoft Visio digunakan untuk menggambarkan besarnya
total daya subsistem saat beban puncak, rendah, kapasitas PLTU Lontar, serta
daya yang mengalir pada keadaan normal untuk setiap kondisi pada yang
kemudian nilai-nilai tersebut digambarkan ke dalam Microsoft Visio.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar
Subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar merupakan salah
satu subsistem yang ada di region 1 atau region Jakarta Banten. Subsistem ini
termasuk ke dalam konfigurasi Rencana Operasi Tahun (RPT) 2020, sebagai
pembaruan konfigurasi akibat beroperasinya trafo antar rel Duri Kosambi 1,2.
Berikut adalah single line diagram untuk subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri
Kosambi 1 – Lontar :
Gambar 4.1 Single line diagram Subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi
1– Lontar
Pada subsistem ini, disuplai oleh pembangkit Lontar kemudian daya
pembangkit tersebut akan dialirkan ke beban-beban yang ada di daerah GI
Jatake, Suvarna, Tangerang Baru, Cengkareng, Cengkareng Baru, Cikupa,
Cengkareng, Grogol, Jatake, Pasar Kemis 2, Pasar Kemis, Sepatan, Tangerang
Baru, Tangerang, Teluk Naga, Maximangando. Untuk subsistem ini berdasarkan
Rencana Operasi Bulan(RO) Maret sekaligus sebagai base case dalam
penelitian ini memiliki beban Puncak sebesar 1128 MW dan beban rendah
sebesar 870 MW. Selain itu, pada subsistem ini terdapat 3 trafo antar rel 500/150
29
kV yang digunakan untuk menyuplai daya. Trafo tersebut terhubung dengan
sistem interkoneksi 500 kV Jawa-Bali dengan tujuan untuk mengurangi
pemakaian pembangkit Lontar. Dari keadaan tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembebanan di trafo antar rel 3,4 Balaraja Baru dan trafo antar rel 1 Duri Kosambi
dipengaruhi oleh kapasitas operasional pembangkit Lontar/Teluk Naga.
4.1.1 Data Pembangkit
Pembangkit Lontar terdiri dari 3 unit, di mana untuk base case bulan Maret
tahun 2020 unit 2 dinonaktifkan, dengan masuknya trafo antar rel Duri Kosambi
1 untuk tujuan berlangsungnya sistem kelistrikan yang ekonomis dan handal.
Dalam penelitian ini, ada 2 kondisi yang digunakan sebagai bahan analisis skema
pelepasan beban lebih, yaitu saat keadaan pembangkit maksimum dan saat
minimum.
Tabel 4.1 Data pembangkit PLTU Lontar saat maksimum
No. Unit Daya Aktif
( MW)
Daya
Reaktif
(MVAR)
Tegangan
(P.U)
Sudut
(𝛿)
1. PLTU Lontar Unit 1 250 67 1,05 -19o
2. PLTU Lontar Unit 2 - - - -
3. PLTU Lontar Unit 3 250 60 1,05 -19o
(Sumber : UIP2B ROB Maret, 2020)
Tabel 4.2 Data Pembangkit PLTU Lontar saat minimum
No. Unit Daya Aktif
( MW)
Daya
Reaktif
(MVAR)
Tegangan
(P.U)
Sudut
(𝛿)
1. PLTU Lontar Unit 1 175 67 1.05 -28o
2. PLTU Lontar Unit 2 - - - -
3. PLTU Lontar Unit 3 175 60 1.05 -28o
(Sumber : UIP2B ROB Maret, 2020)
30
Data di atas merupakan data saat kondisi subsistem dalam kondisi normal (tanpa
kontingensi), dan dalam keadaan beban puncak. Untuk keadaan saat beban
rendah dan pembangkit minimum, nilai sudut (𝛿) dari pembangkit lontar = -18o.
Pengaturan pembangkit kondisi maksimum dan minimum ini bertujuan agar
skema pelepasan beban lebih yang dirancang mampu memenuhi segala kondisi
kombinasi antara beban dan pembangkit. Pengaturan tersebut disesuaikan
dengan time minimum loading pembangkit Lontar.
4.1.2 Data Beban Subsistem
Pada subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar. Adapun
beban-beban yang disuplai oleh Pembangkit PLTU Lontar dan trafo antar rel
Balaraja Baru 3,4 dan trafo antar rel Duri Kosambi 1 adalah beban Gardu Induk
Jatake, Suvarna, Tangerang Baru, Cengkareng, Cengkareng Baru, Cikupa,
Cengkareng, Grogol, Jatake, Pasar Kemis 2, Pasar Kemis, Sepatan, Tangerang
Baru, Tangerang, Teluk Naga, Maximangando. Berikut adalah data Beban
subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar:
Tabel 4.3 Data Beban Puncak
No. Nama Trafo Daya 150/20 kV Daya Aktif
(MW)
Daya Reaktif
(MVAR)
1 1CKRBR_TD1 0 0
2 1CKRBR_TD2 0.019463 0.009731
3 1CKUPA5_TD1 14.51911 2.286861
4 1CKUPA5_TD2 28.42514 6.76327
5 1CKUPA5_TD3 40.91041 11.66786
6 1CNKRG5_TD1 34.5364 3.82441
7 1CNKRG5_TD2 0 0
8 1CNKRG5_TD3 37.91317 7.317956
9 1CNKRG5_TD4 19.4918 2.442562
10 1CNKRG5_TD5 39.042 6.451868
31
11 1GRGOL5_TD1 27.44228 9.137713
12 1GRGOL5_TD2 39.36313 10.27628
13 1GRGOL5_TD3 25.95339 5.770675
14 1JTAKE5_TD MOBILE 18.49921 3.532471
15 1JTAKE5_TD1 32.91127 8.797117
16 1JTAKE5_TD2 37.60176 9.215565
17 1JTAKE5_TD3 33.54381 7.327687
18 1JTAKE5_TD4 38.57489 10.57795
19 1JTAKE5_TD5 0 0
20 1MAXIM5_TD1 25.4279 5.507929
21 1MAXIM5_TD2 34.31258 9.089057
22 1MAXIM5_TDKTT1 0.253014 0.184895
23 1MAXIM5_TDKTT2 0.097313 0.009731
24 1MAXIM5_TDKTT3 - INTERWORLD 0 0
25 1PKMS2_TD1 0.428177 0.097313
26 1PKMS2_TD2 0 0
27 1PKMS2_TD3 0.019463 0.009731
28 1PSKMS5_TD1 37.84505 8.2327
29 1PSKMS5_TD2 42.17548 13.83794
30 1PSKMS5_TD3 39.27555 10.49037
31 1PSKMS5_TD4 41.03691 13.84767
32 1SPTAN5_TD1 26.80975 6.140466
33 1SPTAN5_TD2 17.89587 2.510682
34 1SPTAN5_TD3 17.4093 3.396232
32
35 1SPTAN5_TD4 0 0
36 1SVRNA_TD1 0.729848 0.194627
37 1SVRNA_TD2 0.311402 0.194627
38 1TGBRU5_TD1 26.10909 3.999574
39 1TGBRU5_TD2 35.14948 10.9964
40 1TGBRU5_TD3 43.26538 9.079326
41 1TGBRU5_TD4 35.82093 7.191449
42 1TGRNG5_TD1 29.53451 5.507929
43 1TGRNG5_TD2 28.72681 5.498199
44 1TGRNG5_TD3 27.49094 6.880046
45 1TGRNG5_TD4 0 0
46 1TGRNG5_TD5 13.73087 3.075099
47 1TLNGA5_TD1 40.90067 6.675689
48 1TLNGA5_TD2 35.19813 4.067693
49 1TLNGA5_TD3 20.47467 5.196527
50 1TLNGA5_TD4 38.77925 7.05521
Total 1128 254
(Sumber : UIP2B ROB Maret, 2020)
Tabel 4.4 Data Beban Rendah
No. Nama Trafo Daya 150/20 kV Daya Aktif
(MW)
Daya Reaktif
(MVAR)
1 1CKRBR_TD1 0 0
2 1CKRBR_TD2 0.020289 0.010144
3 1CKUPA5_TD1 9.951523 0.304329
33
4 1CKUPA5_TD2 22.11449 4.443201
5 1CKUPA5_TD3 22.71301 2.820114
6 1CNKRG5_TD1 25.2795 1.359336
7 1CNKRG5_TD2 0 0
8 1CNKRG5_TD3 29.885 4.646087
9 1CNKRG5_TD4 19.87261 1.856406
10 1CNKRG5_TD5 25.84758 1.278181
11 1GRGOL5_TD1 29.24591 9.545781
12 1GRGOL5_TD2 32.96886 7.506778
13 1GRGOL5_TD3 24.3158 5.214167
14 1JTAKE5_TD MOBILE 25.16792 3.276607
15 1JTAKE5_TD1 28.40394 5.477919
16 1JTAKE5_TD2 30.43279 3.043288
17 1JTAKE5_TD3 26.37509 4.057718
18 1JTAKE5_TD4 37.3106 10.73266
19 1JTAKE5_TD5 0 0
20 1MAXIM5_TD1 21.50584 3.854832
21 1MAXIM5_TD2 24.03176 4.706953
22 1MAXIM5_TDKTT1 0.253607 0.223175
23 1MAXIM5_TDKTT2 0.101443 0.010144
24 1MAXIM5_TDKTT3 - INTERWORLD 0 0
25 1PKMS2_TD1 0.344905 0.101443
26 1PKMS2_TD2 0 0
27 1PKMS2_TD3 0.020289 0.010144
34
28 1PSKMS5_TD1 21.05949 3.44906
29 1PSKMS5_TD2 38.96412 11.27031
30 1PSKMS5_TD3 0.253607 0.010144
31 1PSKMS5_TD4 40.03941 13.22816
32 1SPTAN5_TD1 23.49411 4.46349
33 1SPTAN5_TD2 14.44543 0.456493
34 1SPTAN5_TD3 10.18484 0.720245
35 1SPTAN5_TD4 0 0
36 1SVRNA_TD1 0.76082 0.101443
37 1SVRNA_TD2 0.324616 0.101443
38 1TGBRU5_TD1 15.75404 0.639091
39 1TGBRU5_TD2 29.81399 7.121294
40 1TGBRU5_TD3 39.60321 7.121294
41 1TGBRU5_TD4 25.54326 2.941845
42 1TGRNG5_TD1 25.43167 4.412768
43 1TGRNG5_TD2 25.93888 4.757674
44 1TGRNG5_TD3 22.08406 2.728815
45 1TGRNG5_TD4 0 0
46 1TGRNG5_TD5 12.58903 2.820114
47 1TLNGA5_TD1 23.67671 1.29847
48 1TLNGA5_TD2 20.22766 0
49 1TLNGA5_TD3 21.1305 5.477919
50 1TLNGA5_TD4 23.84916 1.491211
Total 871 149
(Sumber : UIP2B ROB Maret, 2020)
35
Data beban di atas merupakan data beban saat beban puncak yang
didasarkan pada data Rencana Operasi Bulan Maret 2020 Pukul 19:00 WIB
sedangkan data beban rendah didasarkan pada data beban Rencana Operasi
Bulan Maret tahun 2020 pukul 14:00 WIB.
4.1.3 Data Penghantar 150 kV
Untuk data penghantar 150 kV yang ada di Subsistem Balaraja Baru 3,4
– Duri Kosambi 1 – Lontar dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.5 Data Pengahantar Saluran 150 kV
No. Nama Line Tipe Line Panjang
(km)
1 BLRJA - SVRNA
1A
OHL-150kV-TACSR 2X410mm
(2800A) 5.65
2 BLRJA - SVRNA
1B
OHL-150kV-ZEBRA 4X484.5mm
(2730A) 2
3 BLRJA - SVRNA
2A
OHL-150kV-TACSR 2X410mm
(2800A) 5.65
4 BLRJA - SVRNA
2B
OHL-150kV-ZEBRA 4X484.5mm
(2730A) 2
5 BLRJA-NBLRJA
1
OHL-150kV-TACSR 2X410mm
(2800A) 10.8
6 BLRJA-NBLRJA
2
OHL-150kV-TACSR 2X410mm
(2800A) 10.8
7 CKRBR-
TGBRU-1
OHL-150kV-ACCC-
DUBLIN2x520mm 3422A 6.2
8 CKRBR-
TGBRU-2
OHL-150kV-ACCC-
DUBLIN2x520mm 3422A 6.2
9 CKUPA -
SVRNA 1A
OHL-150kV-TACSR 2X410mm
(2800A) 5.65
10 CKUPA -
SVRNA 1B
OHL-150kV-ZEBRA 4X484.5mm
(2730A) 2
36
11 CKUPA -
SVRNA 2A
OHL-150kV-TACSR 2X410mm
(2800A) 5.65
12 CKUPA -
SVRNA 2B
OHL-150kV-ZEBRA 4X484.5mm
(2730A) 2
13 CKUPA-JTAKE -
1
OHL-150kV-DRAKE 2X468.5mm
(1560A) 7.2
14 CKUPA-JTAKE-
2
OHL-150kV-DRAKE 2X468.5mm
(1560A) 7.2
15 CKUPA-
PSKMS-1
OHL-150kV-ZEBRA 2X484.5mm
(1620A) 5.7
16 CKUPA-
PSKMS-2
OHL-150kV-ZEBRA 2X484.5mm
(1620A) 5.7
17 CNKRG-
CKRBR-1
OHL-150kV-ACCC-
DUBLIN2x520mm 3422A 0.1
18 CNKRG-
CKRBR-2
OHL-150kV-ACCC-
DUBLIN2x520mm 3422A 0.1
19 CNKRG-DKSBI
-1
OHL-150kV-ACSR 1x520 mm
(1610A) 10.32
20 CNKRG-DKSBI
-2
OHL-150kV-ACSR 1x520 mm
(1610A) 10.32
21 CNKRG-
TGRNG-1
OHL-150kV-DRAKE 2X468.5mm
(1560A) 9.23
22 CNKRG-
TGRNG-2
OHL-150kV-DRAKE 2X468.5mm
(1560A) 9.23
23 GROGOL2-
DKSBI 1
OHL-150kV-ZEBRA 2X484.5mm
(1620A) 7.35
24 GROGOL2-
DKSBI 2
OHL-150kV-ZEBRA 2X484.5mm
(1620A) 7.35
25 GROGOL2-
GROGOL 1
OHL-150kV-ZEBRA 2X484.5mm
(1620A) 1
26 GROGOL2-
GROGOL 2
OHL-150kV-ZEBRA 2X484.5mm
(1620A) 1
37
27 JTAKE-MAXIM-
1
CAB-150kV-CU 240mm (550A) 1.1
28 JTAKE-MAXIM-
2
CAB-150kV-CU 240mm (550A) 1.1
29 JTAKE-TGRNG
-1
OHL-150kV-ZEBRA 2X484.5mm
(1620A) 10.3
30 JTAKE-TGRNG
-2
OHL-150kV-ZEBRA 2X484.5mm
(1620A) 10.3
31 PSMIS-PKMS-2 OHL-150kV-ZEBRA 2X484.5mm
(1620A) 5
32 PSMIS-PKMS2-
1
OHL-150kV-ZEBRA 2X484.5mm
(1620A) 5
33 SPTAN-PKMS2-
1
OHL-150kV-ZEBRA 2X484.5mm
(1620A) 5.3
34 SPTAN-PKMS2-
2
OHL-150kV-ZEBRA 2X484.5mm
(1620A) 5.3
35 SPTAN-TLNGA-
1
OHL-150kV-ZEBRA 2X484.5mm
(1620A) 9.17
36 SPTAN-TLNGA-
2
OHL-150kV-ZEBRA 2X484.5mm
(1620A)
9.17
37 TNGAU-
TGBRU-1
OHL-150kV-TACSR 2X410mm
(2800A) 21.23
38 TNGAU-
TGBRU-2
OHL-150kV-TACSR 2X410mm
(2800A) 21.23
39 TNGAU-TLNGA-
1
OHL-150kV-TACSR 2X410mm
(2800A) 21.26
40 TNGAU-TLNGA-
2
OHL-150kV-TACSR 2X410mm
(2800A) 21.26
(Sumber : UIP2B ROB Maret, 2020)
.
38
4.2 Batasan Operasional Trafo Antar Rel
Variabel utama yang perlu dilihat adalah dalam batasan operasional
pembebanan trafo yaitu arus, karena akan sangat mempengaruhi keandalan dan
umur trafo itu sendiri. Untuk arus maksimum yang dapat mengalir pada trafo
dapat diperoleh dari hasil perhitungan daya (500 MVA) dibagi dengan tegangan
(150 kV) dikali √3. Sehingga diperoleh arus maksimum sisi skunder sebesar
1925 A. kemudian nilai tersebut perlu disesuaikan dengan kemampuan termal
trafo, yang mana sesuai dengan SPLN 17 (SPLN, 1979), yaitu panduan
operasional pembebanan untuk trafo terendam minyak menyatakan trafo pada
suhu lingkungan 300C (suhu wilayah Jakarta) dapat dibebani sampai 90% dalam
rangka menjaga use life trafo tetap normal. Untuk itu nilai 90% dari 1925 A yaitu
diambil sebagai arus operasional atau arus nominal trafo antar rel 500 MVA yaitu
1718 A. Untuk menentukan besarnya daya operasional pada masing-masing
trafo antar rel 4 Balaraja Baru, trafo antar rel 3 Balaraja Baru, dan trafo antar rel
1 Duri Kosambi, dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
1. Untuk Batasan Operasional Trafo Antar Rel 3 Balaraja Baru
Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. PLN (Persero) UIP2B untuk
kapasitas = 500 MVA arus nominal 𝐼𝑛 = 1718 A, tegangan pada sisi tegangan
medium (MV-Side) 𝑉𝑠 = 150 kV, dan untuk faktor daya cos 𝜃 = 0,9862.
Sehingga berdasarkan rumus (3.1) dapat dihitung :
Pmax IBT 3 Blrja= √3 ×Vs × In× cos θIBT 3 BLRJA
Pmax IBT 3 Blrja= √3 ×150 kV × 1,718 kA× 0,9862
Pmax IBT 3 Blrja= 440 MW
2. Untuk Batasan Operasional Trafo Antar Rel 4 Balaraja Baru
Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. PLN (Persero) UIP2B untuk
kapasitas = 500 MVA arus nominal 𝐼𝑛 = 1718 A, tegangan pada sisi tegangan
medium (MV-Side) 𝑉𝑠 = 150 kV, dan untuk faktor daya cos 𝜃 = 0,9862.
Sehingga berdasarkan rumus (3.1) dapat dihitung :
PmaxIBT 4 Blrja = √3 × Vs × In × cos θIBT 4 BLRJA
PmaxIBT 4 Blrja = √3 × 150 kV × 1,718 kA × 0,9862
PmaxIBT 4 Blrja = 440 MW
39
3. Untuk Batasan Operasional Trafo Antar Rel 1 Duri Kosambi
Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. PLN (Persero) UIP2B untuk
kapasitas trafo = 500 MVA arus nominal 𝐼𝑛 = 1718 A, tegangan pada sisi
tegangan medium (MV-Side) 𝑉𝑠 = 150 kV, dan untuk faktor daya cos 𝜃 = 0,985
Sehingga berdasarkan rumus (3.1) dapat dihitung :
PmaxIBT 1 DKSMBI = √3 × Vs × In × cos θIBT 1 DSKSMBI
PmaxIBT 1 DKSMBI = √3 × 150 kV × 1,718 kA × 0,985
PmaxIBT 1 DKSMBI = 439 MW
4.3 Relai Beban Lebih dan Arus Lebih
Relai beban lebih pada dasarnya menggunakan relai arus lebih untuk
sensor utama dalam mendeteksi adanya kenaikan beban pada sistem tenaga
listrik. Prinsip kerja antara relai beban lebih dan relai arus lebih hampir sama,
bedanya hanya terletak pada karakteristik waktu. Pada relai beban lebih
menggunakan karakteristik definite time dan biasanya memiliki settingan waktu
bertahap. Fungsi dari tahapan ini adalah sebagai indikator parameter kebutuhan
pembuangan beban yang sesuai dengan dari elemen itu sendiri. Beban yang
dilepas biasanya berupa beban pada trafo daya maupun beban pada saluran
transmisi. Lain halnya dengan relai arus lebih, yang menggunakan karakteristik
inverse time, relai ini bekerja dengan waktu tunda yang tergantung dari besarnya
arus secara terbalik (inverse time), makin besar arus gangguan maka makin kecil
pula waktu tundanya.
4.3.1 Skema Pelepasan Beban Lebih Subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri
Kosambi 1 – Lontar
Skema pelepasan beban lebih merupakan skema tahapan yang
menunjukkan beban-beban dan waktu tahapan pengaturan pelepasan beban
saat terjadi gangguan kontingensi yang menyebabkan arus pada suatu elemen
mengalami kenaikan yang siginifikan. Relai beban lebih dipasang pada peralatan
atau elemen pada sistem tenaga listrik yang tidak memenuhi kriteria kontingensi.
Berikut adalah skema dari pelepasan beban lebih subsistem Balaraja Baru 3,4 –
Duri Kosambi 1 – Lontar.
40
Untuk menentukan besarnya arus setting OCR dan OLR dapat digunakan
persamaan (3.2) dan (3.3) seperti berikut ini.
1. Menentukan Isetting pada relai beban lebih
Iset OLR = 1,1 x Inominal
Iset OLR = 1,1 x 1718 A
Iset OLR = 1889,8 A ≈ 1900 A
2. Menentukan Isetting pada relai arus lebih
Iset OCR = 1,2 x Inominal
Iset OCR = 1,2 x 1718 A
Iset OCR = 2061,6 A ≈ 2060 A
Gambar 4.2 Skema pelepasan beban Subsistem Balaraja Baru 3,4 –
Duri Kosambi 1- Lontar
Dari gambar skema di atas kemudian untuk setting beban lebih dan arus
lebih pada masing-masing IBT dapat dilihat seperti dalam tabel berikut ini.
41
Tabel 4.6 Setting relai beban lebih dan arus lebih
Setting OCR
Iset = 2060 A tms = 0,35 CT = 2000/1 A
Setting OLR
Iset = 1900 A CT = 2000/1 A
Tahapan Beban Target OLS Time delay (td)
Tahap 1
PMT 150 kV Trafo Cikupa
1 & 2 2 detik
PMT 150 kV Trafo Pasar
Kemis 2 & 4
Tahap 2
PMT 150 kV Trafo Jatake
4
2,5 detik PMT 150 kV Trafo 1 & 2
Sepatan
PMT 150 kV Trafo 1 Teluk
Naga
Tahap 3
PMT 150 kV Trafo 1 & 3
Pasar Kemis
3 detik PMT 150 kV Trafo 2 & 4
Teluk Naga
PMT 150 kV Trafo 2
Jatake
Tahap 4
PMT 150 kV Trafo 1 & 3
Jatake
3,5 detik
PMT 150 kV Trafo 3
Sepatan
PMT 150 kV Line 1& 2
Jatake - Maximagando
PMT 150 kV Tangerang
Baru 2,3,4
42
Untuk nilai dari tms relai arus lebih dapat dihitung diperoleh dari
persamaan (2.1), yaitu dengan mencari terlebih dahulu arus hubung singkat
terbesar pada trafo antar rel. Sedangkan untuk time delay setting dari relai beban
lebih dapat ditentukan dengan pertimbangan kemampuan termal, mekanikal,
suhu lingkungan, wiring, penempatan relai dan berdasarkan kurva pada gambar
2.2 (EEE C57.109-1993, 1993) maka setting time delay pada trafo antar rel
dimulai dari waktu 2 detik. Dengan arus pickup 1900 A, berarti maksimum (100%)
pembebanan trafo antar rel yaitu sama dengan 494 MVA sebagai hasil dari arus
(1900 A) dikalikan dengan tegangan sisi skunder trafo (150 kV ) dan √3.
4.3.2 Koordinasi antara Relai Beban Lebih dan Arus Lebih
Antara relai beban lebih (OLR) dan arus lebih (OCR) memiliki kesamaan
yang terletak pada indikator untuk bekerjanya yaitu kenaikan arus. Untuk itu,
perlu dikoordinasikan antara relai beban lebih dan arus lebih agar tidak terjadi
kesalahan saat bekerja antara relai beban lebih dan arus lebih, dimana untuk
proteksi sistem relai beban lebih yang didahulukan untuk bekerja dibandingkan
dengan relai arus lebih. Berikut ini adalah grafik koordinasi antara relai beban
lebih dan arus lebih pada masing-masing trafo antar rel yang ada di Subsistem
Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar.
Gambar 4.3 Koordinasi relai beban lebih dan OCR IBT 3 Balaraja Baru
43
Gambar 4.4 Koordinasi relai beban lebih dan OCR IBT 4 Balaraja Baru
Gambar 4.5 Koordinasi relai beban lebih dan OCR IBT 1 Duri Kosambi
Dari ketiga gambar di atas yang merupakan gambar grafik koordinasi antara
relai beban lebih dan arus lebih, dapat dilihat bahwa ada perbedaan mendasar
antara relai beban lebih yang menggunakan karakteristik definite time dan relai
44
arus lebih yang menggunakan karakteristik inverse time. Pada relai beban lebih
dengan karakteristik definite time menggunakan tahapan dalam bekerja,
sedangkan relai arus lebih yang menggunakan karakteristik inverse time berarti
semakin besar arus lebih maka makin kecil/cepat waktu tundanya.
4.4 Skema Pelepasan Beban Lebih Saat Beban Puncak dan Pembangkit
Maksimum
Pada kondisi ini, daya yang disuplai ke beban-beban yang berada di
penyulang atau feeder subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar
yaitu sebesar 1128 MW, dengan kapasitas pembangkit dari unit 1 PLTU Lontar
250 MW dan PLTU unit 2 Lontar sebesar 250 MW.
Gambar 4.6 Kondisi subsistem saat beban puncak dan pembangkit maksimum
Dengan kondisi demikian dan disesuaikan dengan skema pelepasan
beban lebih pada gambar 4.2 dan tabel 4.6 dapat dituliskan kuota pelepasan
beban pada kondisi ini yaitu sebagai berikut.
45
Tabel 4.7 Tahapan dan kuota pelepasan beban saat beban puncak dan
pembangkit maksimum
Setting OLS
Iset = 1900 A CT : 2000/1 A
Tahapan Beban Target OLS Time delay
(td)
Kuota OLS
Tahap 1
PMT 150 kV Trafo Cikupa 1 &
2 2 detik 126 MW
PMT 150 kV Trafo Pasar
Kemis 2 & 4
Tahap 2
PMT 150 kV Trafo Jatake 4
2,5 detik 124 MW
PMT 150 kV Trafo 1 & 2
Sepatan
PMT 150 kV Trafo 1 Teluk
Naga
Tahap 3
PMT 150 kV Trafo 1 & 3 Pasar
Kemis
3 detik 151 MW PMT 150 kV Trafo 2 & 4 Teluk
Naga
PMT 150 kV Trafo 2 Jatake
Tahap 4
PMT 150 kV Trafo 1 & 3
Jatake
3,5 detik 144 MW
PMT 150 kV Trafo 3 Sepatan
PMT 150 kV Line 1& 2 Jatake
- Maximagando
PMT 150 kV Tangerang Baru
2,3,4
Total 545 MW
Dari kondisi tersebut kemudian diterapkan skenario gangguan
kontingensi, untuk melihat skenario mana saja yang dapat menyebabkan
46
terjadinya kondisi beban lebih pada masing-masing trafo antar rel. Berikut ini
adalah hasil simulasi untuk setiap skenario kontingensi.
4.4.1 Hasil Tahapan Skema Pelepasan Beban Lebih
Setelah melakukan skenario kontingensi dan simulasi aliran daya akan
dilihat pembebanan pada masing-masing trafo antar rel. Jika ada yang di atas
100% (494 MVA atau 1900 A) maka akan dilakukan tahapan pelepasan beban
menggunakan simulasi dinamik. Untuk pembebanan trafo itu sendiri yang
dinyatakan dalam persen merupakan perbandingan persentase antara daya
semu (MVA) hasil load flow terhadap batas maksimum daya semu trafo antar rel.
Untuk hasil perhitungan MVA sendiri memiliki besar nilai yang sama dengan MW
karena nilai MVAR pada subsistem yang kecil. Berikut adalah hasil dari tahapan
skema pelepasan beban lebih.
Tabel 4.8 Hasil simulasi skenario kontingensi kondisi Beban puncak dan
pembangkit maksimum
Skenario
Kontingensi
Dampak Setelah Tahapan Skema
OLS
Trafo Antar Rel Beban
(MW)
Load
(%) Tahapan
Trafo
Beban
(MW) %Load.
Normal
Trafo Antar Rel 1
Duri Kosambi 125 26%
Trafo Antar Rel 4
Balaraja Baru 258 52%
Trafo Antar Rel 3
Balaraja Baru 258 52%
(N-1) Trafo
Antar Rel 4
Trafo Antar Rel 1
Duri Kosambi 195 40%
47
Balaraja
Baru
Trafo Antar Rel 3
Balaraja Baru 445 90%
(N-1) Trafo
Antar Rel 1
Duri
Kosambi
Trafo Antar Rel 3
Balaraja Baru 324 65%
Trafo Antar Rel 4
Balaraja Baru 324 65%
(N-2) Trafo
Antar Rel 3
& 4
Balaraja
Baru
Trafo Antar Rel 1
Duri Kosambi 641 135%
Tahap 1 515 107%
Tahap 2 401 82%
(N-2) Trafo
Antar Rel 4
Balaraja
Baru & 1
Duri
Kosambi
Trafo Antar Rel 3
Balaraja Baru 649 132%
Tahap 1 523 106%
Tahap 2 406 81%
Dari hasil simulasi aliran daya di atas, dapat diuraikan bahwa pada saat
kondisi kontingensi N-1 baik itu pada trafo antar rel Duri Kosambi 1 maupun
kontingensi N-1 di trafo antar rel 3 atau 4 Balaraja Baru tidak menyebabkan
terjadinya pembebanan lebih pada trafo antar rel lain yang tidak trip. Karena
beban yang dibebani pada masing-masing trafo antar rel saat terjadi gangguan
kontingensi N-1 persentase trafo antar rel masih di bawah 100% atau arus yang
mengalir pada sisi skunder trafo antar rel masih di bawah standar syarat 1900 A
sebagai arus pickup relai beban lebih, maka dari itu skema pelepasan beban
lebih yang terdiri dari 4 tahapan tidak bekerja.
Namun, beda halnya ketika skenario kontingensi N-2 terjadi, ketika trafo
antar rel 3 dan 4 Balaraja Baru ditripkan, maka beban yang awalnya ditanggung
oleh trafo antar rel Balaraja Baru 3 dan 4 akan dibebankan ke trafo antar rel 1
48
Duri Kosambi, hal ini menyebabkan pembebanan trafo antar rel 1 Duri Kosambi
berada di atas 100%. Keadaan tersebut kemudian akan dilakukan simulasi
dinamik untuk melihat proses bekerjanya tahapan pelepasan beban lebih. Pada
tahapan ini pelepasan beban lebih bekerja sampai dengan tahap 2 untuk
menurukan pembebanan trafo antar rel dibawah 100% atau di bawah 1900 A.
Kemudian untuk skenario keempat, yaitu saat N-2 trafo antar rel 1 Duri
Kosambi dan trafo antar rel 4 Balaraja Baru ditripkan maka akan menyebabkan
pembebanan trafo antara rel 4 Balaraja Baru menjadi 132%, tentu keadaan
tersebut akan mengaktifkan relai beban lebih. Dari simulasi sistem dinamik yang
dilakukan, terlihat bahwa trafo antar rel 3 Balaraja Baru membutuhkan 2 tahapan
pelepasan beban untuk menormalkan kembali sistem ke angka 81%.
4.4.2 Hasil Simulasi Sistem Dinamik
Untuk melihat proses bekerjanya relai beban lebih sesuai dengan
settingan yang telah dilakukan sebelumnya maka akan dilakukan simulasi sistem
dinamik yang akan memperlihatkan kenaikan arus pada sisi Medium Voltage
atau sisi skunder masing-masing trafo antar rel yang ada di subsistem Balaraja
Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar. Diawal telah disetting arus pickup sebagai
syarat untuk relai bekerja, di mana jika melebihi arus 1900 A selama waktu
tahapan yang telah diatur maka relai beban lebih akan bekerja. Simulasi sistem
dinamik dilakukan dengan memberikan gangguan trip pada trafo antar rel yang
dituju pada detik ke 1, sehingga pada detik ke 3 sebagai tahapan 1 pelepasan
beban lebih dapat diihat proses bekerjanya pelepasan beban lebih tersebut.
Berikut adalah hasil simulasi sistem dinamik masing-masing skenario.
1. Kondisi N-2 Trafo Antar Rel 3 dan 4 Balaraja Baru
Pada saat beban puncak dan pembangkit maksimum untuk skenario
kontingensi N-2, setelah dilakukan simulasi aliran daya untuk melihat
pembebanan trafo maka dilakukan simulasi sistem dinamik untuk melihat
tahapan pelepasan beban lebih pada aplikasi DIgSILENT, maka menghasilkan
grafik seperti berikut ini.
49
Gambar 4.7 Grafik simulasi sistem dinamik N-2 Trafo Antar Rel 3 dan 4
Balaraja Baru
Dari grafik hasil simulasi sistem dinamik di atas, dapat dianalisis bahwa
dengan tripnya trafo antar rel 3 dan 4 Balaraja Baru akan menyebabkan kenaikan
arus pada sisi 150 kV trafo antar rel 1 Duri Kosambi. Dengan kenaikan arus di
atas 1900 A atau arus pickup selama 2 detik maka akan menyebabkan
pelepasan beban tahap 1 trafo antar rel 1 Duri Kosambi akan bekerja, namun
dengan pelepasan beban tahap 1 belum mampu menurunkan besarnya arus
pada sisi skunder 150 kV, dengan kata lain dari gangguan yang diberikan pada
saat 1 detik, maka arus akan di atas 1900 A selama 2,5 detik. Itu artinya
pelepasan beban lebih tahap 2 trafo antar rel 1 Duri Kosambi akan berkerja untuk
melepas beban sesuai dengan target yang telah disetting. Setelah tahap 2
bekerja, yaitu sekitar 2,5 detik maka berdasarkan grafik di atas arus pada sisi
skunder trafo antara rel 150 kV Duri Kosambi dalam keadaan steady state
berada di bawah 1900 A atau sama dengan 1547 A. untuk itu, dapat dikatakan
bahwa tahapan pelepasan beban lebih trafo antar rel 1 Duri Kosambi telah
berhasil menurunkan pembebanan dan besarnya arus yang mengalir pada sisi
150 kV.
2. Kondisi N-2 Trafo Antar Rel 3 Balaraja Baru dan 1 Duri Kosambi
Pada kondisi ini dilakukan skenario gangguan kontingensi pada trafo antar
rel 3 Balaraja Baru dan trafo antar rel 1 Duri Kosambi, dari skenario tersebut
50
menghasilkan persentase pembebanan di atas 100% sehingga perlu dilakukan
tahapan skema pelepasan beban lebih dengan menggunakan simulasi dinamik.
Gambar 4.8 Grafik simulasi sistem dinamik trafo antar rel 4 Balaraja Baru dan
1 Duri Kosambi
Saat kondisi beban puncak dan pembangkit maksimum, maka pada
skenario kontingensi N-2 trafo antar rel 4 Balaraja Baru dan 1 Duri Kosambi akan
menyebabkan arus pada sisi skunder trafo antar rel 3 Balaraja Baru melebihi arus
1900 A, dengan arus di atas 1900 A maka akan memicu aktifnya tahapan
pelepasan beban lebih trafo antar rel 3 Balaraja Baru. Untuk menurunkan
besarnya arus pada sisi skunder trafo antar rel diperlukan sampai 2 tahapan
pelepasan beban. Hal ini sebagai akibat kondisi beban puncak, kemudian
hilangnya 2 trafo antar rel yang lain pada subsitem sebagai penyalur daya dari
sistem 500 kV Jawa-Bali. Ketika telah selesai 2 tahap, maka dapat dilihat pada
grafik di atas bahwa arus pada sisi skunder trafo antar rel Balaraja Baru steady
state pada nilai arus sama dengan 1537 A. Hal ini berarti tahapan OLS telah
bekerja sesuai dengan settingan dan telah mampu menurunkan arus pada sisi
skunder trafo antar rel 3 Balaraja Baru.
51
4.5 Skema Pelepasan Beban Lebih saat Beban Puncak dan Pembangkit
Minimum
Berikut ini adalah kondisi subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 –
Lontar
Gambar 4.9 Kondisi subsistem saat beban puncak dan pembangkit minimum
Pada saat kondisi beban puncak dan pembangkit PLTU Lontar sebagai
penyuplai daya ke Subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar diatur
minimum sesuai dengan Rencana Operasi Bulan Maret.
Tabel 4.9 Tahapan dan kuota pelepasan beban saat beban puncak dan
pembangkit minimum
Setting OLS
Iset = 1900 A CT : 2000/1 A
Tahapan Beban Target OLS Time delay
(td)
Kuota OLS
Tahap 1
PMT 150 kV Trafo Cikupa 1 &
2 2 detik 126 MW
PMT 150 kV Trafo Pasar
Kemis 2 & 4
52
Tahap 2
PMT 150 kV Trafo Jatake 4
2,5 detik 124 MW
PMT 150 kV Trafo 1 & 2
Sepatan
PMT 150 kV Trafo 1 Teluk
Naga
Tahap 3
PMT 150 kV Trafo 1 & 3 Pasar
Kemis
3 detik 151 MW PMT 150 kV Trafo 2 & 4 Teluk
Naga
PMT 150 kV Trafo 2 Jatake
Tahap 4
PMT 150 kV Trafo 1 & 3
Jatake
3,5 detik 144 MW
PMT 150 kV Trafo 3 Sepatan
PMT 150 kV Line 1& 2 Jatake
- Maximagando
PMT 150 kV Tangerang Baru
2,3,4
Total 545 MW
Dengan tahapan pelepasan beban (OLS) dan target pada masing-masing
PMT Gardu Induk, maka akan dilakukan skenario kontingensi untuk melihat
sampai mana tahapan pelepasan beban lebih akan bekerja dalam rangka
menurunkan pembebanan trafo antar rel yang mengalami beban lebih.
4.5.1 Hasil Tahapan Skema Pelepasan Beban Lebih
Dari beberapa skenario kontingensi yang diterapkan terdapat beberapa
skenario yang menyebabkan pembebanan berlebih pada trafo antar rel yang ada
di subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar. Berikut adalah hasil
tahapan skema pelepasan beban lebih pada saat beban puncak dan pembangkit
minimum.
53
Tabel 4.10 Hasil simulasi skenario kontingensi kondisi beban puncak dan
pembangkit maksimum
Skenario
Kontingensi
Dampak Setelah Tahapan Skema
OLS
Trafo Antar Rel Beban
(MW)
Load
(%) Tahapan
Trafo
Beban
(MW) %Load.
Normal
Trafo Antar Rel 1
Duri Kosambi 194 40%
Trafo Antar Rel 4
Balaraja Baru 299 60%
Trafo Antar Rel 3
Balaraja Baru 299 60%
(N-1) Trafo
Antar Rel 4
Balaraja
Baru
Trafo Antar Rel 1
Duri Kosambi 275 57%
Tahap 1
219 45%
Trafo Antar Rel 3
Balaraja Baru 515 104% 431 91%
(N-1) Trafo
Antar Rel 1
Duri
Kosambi
Trafo Antar Rel 3
Balaraja Baru 402 81%
Trafo Antar Rel 4
Balaraja Baru 402 81%
(N-2) Trafo
Antar Rel 3
& 4
Balaraja
Baru
Trafo Antar Rel 1
Duri Kosambi 797 171%
Tahap 1 660 137%
Tahap 2 545 112%
54
Tahap 3 364 75%
(N-2) Trafo
Antar Rel 4
Balaraja
Baru & 1
Duri
Kosambi
Trafo Antar Rel 3
Balaraja Baru 806 166%
Tahap 1 670 136%
Tahap 2 553 111%
Tahap 3 368 74%
Dari hasil yang ditampilkan pada tabel di atas, dapat dianalisis bahwa
pada saat keadaan normal dengan keadaan pembangkit disetting minimum dan
kondisi beban puncak, berarti persentase pembebanan trafo antar rel subsistem
Balaraja Baru 3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar akan lebih besar dibandingkan
sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada saat normal maka pembebanan trafo antar
rel 3 dan 4 Balaraja Baru berada di angka 60%. Sedangkan pada trafo antar rel
1 Duri Kosambi sama dengan 40%. Sehingga jika dilakukan perhitungan dengan
melihat nilai MVA dengan nilai sama dengan MW masih di bawah arus pickup
1900 A.
Dari beberapa skenario yang diterapkan terdapat 3 skenario kontingensi
yang menyebabkan pembebanan lebih pada trafo antar rel, yaitu yang pertama
pada saat kontingensi N-1 trafo antar rel 4 Balaraja Baru menyebabkan
persentase pembebanan pada trafo antar rel Balaraja Baru akan berada di atas
100%, dengan angka tersebut menyebabkan kenaikan arus pada sisi skunder
sehingga tahapan pelepasan beban lebih akan bekerja, tahapan OLS yang
bekerja juga akan mengurangi pembebanan pada trafo antar rel 1 Duri Kosambi
karena berada dalam satu subsistem.
Kemudian, saat terjadi kontingensi N-2 pada trafo antar rel 3 dan 4
Balaraja Baru, mengakibatkan pembebanan pada trafo antar rel 1 Duri Kosambi
akan meningkat menjadi 171%. Keadaan beban tersebut akan memicu aktifnya
relai beban lebih yang sensing utamanya merupakan besarnya arus, yang mana
55
kenaikan arus diakibatkan oleh kenaikan pembebanan MVA trafo yang nilainya
sama besar dengan MW. Pada skenario ini memerlukan sampai 2 tahapan
pelepasan beban untuk menurunkan pembebanan trafo ke angka 75%.
Begitu pula pada skenario saat kontingensi N-2 trafo antar rel 4 Balaraja
Baru dan trafo antar rel 1 Duri Kosambi, dengan loading sampai 166% maka
relai beban lebih akan mendeteksi kenaikan arus lebih dari 1900 A pada sisi
skunder 150 kV trafo, sehingga relai berikut akan bekerja sampai dengan 3
tahapan untuk menurunkan besarnya pembebanan yang linier dengan
penurunan arus pada sisi skunder trafo antar rel 3 Balaraja Baru.
4.5.2 Hasil Simulasi Sistem Dinamik
Dengan setandar arus untuk pickup relai beban lebih = 1900 A, berikut
adalah hasil simulasi sistem dinamik saat beban puncak dan pembangkit
minimum.
1. Kondisi N-1 Trafo Antar Rel 3 Balaraja Baru
Pada kondisi ini beban yang awalnya disuplai oleh 3 trafo ke subsistem
akan menjadi 2 trafo sehingga pembebanan pada kedua trafo antar rel akan
meningkat sebanding dengan besarnya daya yang hilang karena tripnya trafo
antar rel 3 Balaraja Baru.
Gambar 4.10 Grafik simulasi sistem dinamik N-1 trafo antar rel 4
Balaraja Baru
56
Dari hasil simulasi sistem dinamik saat trafo antar rel 4 Balaraja Baru trip
pada saat detik ke -1, maka secara otomatis arus yang mengalir pada sisi
skunder trafo antar rel akan meningkat di atas 1900 A, kemudian tahap 1
pelepasan beban lebih akan bekerja untuk melepas PMT target tahap 1. Hal ini
dapat dilihat pada grafik detik ke 3, sesuai dengan time delay setting pada OLS
dengan karakteristik definite sebesar 2 detik, yang berarti trip yang terjadi pada
detik ke 1 akan menyebabkan arus pada sisi skunder trafo berada di atas angka
1900 A selama 2 detik sehingga tahapan 1 pelepasan beban akan bekerja.
Setelah tahapan 1 pelepasan beban lebih telah bekerja maka arus pada sisi
skunder trafo antar rel telah stabil pada angka = 1707 A.
2. Kondisi Kontingensi N-2 Trafo Antar Rel 3 dan 4 Balaraja Baru
Subsistem yang awalnya disuplai oleh 3 Trafo yaitu trafo antar rel Balaraja
Baru 3 dan 4 , serta trafo antar rel 1 Duri Kosambi pada kondisi ini akan hanya
ada satu trafo antar rel yang menyuplai daya ke beban subsistem setelah detik
ke 1 trip kedua trafo Balaraja Baru. Berikut ini adalah hasil simulasi sistem
dinamik untuk kondisi trafo antar rel 3 dan 4 Balaraja Baru dalam keadaan non
aktif.
Gambar 4.11 Grafik simulasi sistem dinamik N-2 trafo antar rel 3,4 Balaraja
Baru
57
Dari hasil simulasi sistem dinamik di atas, dapat dilihat bahwa kenaikan
arus di trafo antar rel 1 Duri Kosambi sangat besar, sehingga dibutuhkan sampai
3 tahap pelepasan beban untuk menurunkan nilai arus pada sisi skunder trafo.
Tahap pertama yaitu pada detik ke-3, karena tripnya trafo antar rel 3 dan 4
Balaraja Baru berlangsung pada detik ke-1 maka lamanya waktu konstan arus di
angka lebih dari 1900 A sudah mencapai 2 detik sehingga pelepasan beban
tahap 1 akan bekerja. Namun tahap 1 belum mampu menurunkan arus pada sisi
skunder sehingga tahap 2 yang disetting time delay 2.5 detik akan bekerja pada
detik ke 3.5 atau detik ke 2.5 setelah terjadinya gangguan pada detik ke-1.
Setelah tahap 1 dan 2 bekerja ternyata kuota pelepasan beban tersebut belum
cukup menurunakan besarnya arus, sehingga tahap 3 pelepasan beban lebih
bekerja pada detik ke 4 sesuai dengan settingan time delay sebesar 3 detik.
Setelah tahap 3 bekerja, barulah arus pada sisi skunder trafo dalam keadaaan
steady state di angka 1405 A.
3. Kondisi N-2 trafo antar rel 1 Duri Kosambi dan 4 Balaraja Baru
Dengan pembebanan trafo antar rel yang pada keadaan normal besar pada
trafo 3 dan 4 Balaraja Baru maka dengan tripnya trafo antar rel 4 Balaraja Baru
maka trafo antar rel akan mengalami pembebanan lebih dari 100%. Berikut
adalah hasil simulasi sistem dinamik pada skenario ini.
Gambar 4.12 Grafik simulasi sistem dinamik N-2 trafo antar rel 4 Balaraja Baru
dan 1 Duri Kosambi
58
Berdasarkan hasil simulasi di atas, dapat diketahui pelepasan beban lebih
akan bekerja saat kondisi trip trafo antar rel 4 Balaraja Baru dan trafo antar rel 1
Duri Kosambi, yang mana kanaikan pembebanan yang dilihat dari MVA trafo
akan linier dengan kenaikan arus pada sisi skunder di atas 1900 A, sehingga
pada detik ke – 3 pelepasan beban lebih tahap 1 bekerja, namun belum mampu
menurunkan besarnya arus pada sisi skunder trafo, sehingga tahap 2 bekerja,
namun arus yang mengalir masih di atas 1900 A. pada akhirnya pada detik 4
dengan time delay setting 3 detik, yang artinya gangguan 1 detik dan arus berada
di atas 1900 A selama 3 detik maka pelepasan beban lebih tahap 3 akan bekerja,
dan dari hasil tahap 3 pelepasan beban lebih arus pada IBT 3 Balaraja Baru
steady state pada angka 1384 A.
4.6 Skema Pelepasan Beban Lebih saat Beban Rendah dan Pembangkit
Minimum
Pada kondisi ini, dilihat kemungkinan saat pembangkit dalam keadaan
maksimum dan keadaan beban rendah pada saat bulan Maret 2020. Dimana
pembangkit PLTU Lontar berkapasistas 350 MW dan beban rendah 870 MW.
Gambar 4.13 Kondisi saat beban rendah dan pembangkit minimum
59
Dengan kondisi tersebut maka besar kuota pelepasan beban per tahap
juga akan berubah besarnya. Berikut ini adalah besarnya kuota pelepasan beban
lebih dan settingan relai beban lebihnya.
Tabel 4.11 Tahapan dan kuota pelepasan beban saat beban rendah dan
pembangkit minimum
Setting OLS
Iset = 1900 A CT : 2000/1 A
Tahapan Beban Target OLS Time delay
(td)
Kuota OLS
Tahap 1
PMT 150 kV Trafo Cikupa 1 &
2 2 detik 111 MW
PMT 150 kV Trafo Pasar
Kemis 2 & 4
Tahap 2
PMT 150 kV Trafo Jatake 4
2,5 detik 99 MW
PMT 150 kV Trafo 1 & 2
Sepatan
PMT 150 kV Trafo 1 Teluk
Naga
Tahap 3
PMT 150 kV Trafo 1 & 3 Pasar
Kemis
3 detik 96 MW PMT 150 kV Trafo 2 & 4 Teluk
Naga
PMT 150 kV Trafo 2 Jatake
Tahap 4
PMT 150 kV Trafo 1 & 3
Jatake
3,5 detik 111 MW
PMT 150 kV Trafo 3 Sepatan
PMT 150 kV Line 1& 2 Jatake
- Maximagando
PMT 150 kV Tangerang Baru
2,3,4
Total 417 MW
60
Dengan target pemutus (PMT) yang sama dan kondisi beban rendah akan
dilihat apakah mampu menurunkan besarnya pembebabanan trafo antar rel yang
mengalami pembebanan berlebih.
4.6.1 Hasil Tahapan Skema Pelepasan Beban Lebih
Dengan menerapkan skenario yang sama dengan sebelumnya, adapun
hasil tahapan skema pelepasan beban lebih terhadap beberapa kondisi
kontingensi yang menyebabkan pembebanan berlebih.
Tabel 4.12 Hasil simulasi skenario kontingensi kondisi beban rendah dan
pembangkit minimum
Skenario
Kontingensi
Dampak Setelah Tahapan Skema
OLS
Trafo Antar Rel Beban
(MW)
Load
(%) Tahapan
Trafo
Beban
(MW) %Load.
Normal
Trafo Antar Rel 1
Duri Kosambi 80 17%
Trafo Antar Rel 4
Balaraja Baru 225 45%
Trafo Antar Rel 3
Balaraja Baru 225 45%
(N-1) Trafo
Antar Rel 4
Balaraja
Baru
Trafo Antar Rel 1
Duri Kosambi 137 29%
Trafo Antar Rel 3
Balaraja Baru 392 78%
(N-1) Trafo
Antar Rel 1
Duri
Kosambi
Trafo Antar Rel 3
Balaraja Baru 267 53%
Trafo Antar Rel 4
Balaraja Baru 267 53%
61
(N-2) Trafo
Antar Rel 3
& 4
Balaraja
Baru
Trafo Antar Rel 1
Duri Kosambi
528 109% Tahap 1 422 87%
(N-2) Trafo
Antar Rel 4
Balaraja
Baru & 1
Duri
Kosambi
Trafo Antar Rel 3
Balaraja Baru 534 107% Tahap 1 428 85%
Dari hasil skenario dan tahapan pelepasan beban, dapat dilihat bahwa
pada saat beban rendah dan pembangkit minimum, hanya terdapat 2 kondisi
kontingensi yang menyebabkan pembebanan berlebih pada trafo antar rel yang
masih aktif. Yaitu yang pertama pada saat terjadi kontingensi N-2 trafo 3 dan 4
Balaraja Baru, yang menyebabkan pembebanan berlebih pada trafo 1 Duri
Kosambi sebesar 109%, sehingga menyebabkan arus berlebih pada sisi skunder
trafo melebihi 1900 A sehingga tahapan 1 pelepasan beban bekerja untuk
menurunkan pembebanan trafo antar rel 1 Duri Kosambi.
Kondisi kedua yaitu saat N-2 trafo antar rel 4 Balaraja Baru dan trafo antar
rel 1 Duri Kosambi, dimana pembebanan trafo 4 Balaraja Baru dan trafo 1 Duri
Kosambi akan ditanggung oleh trafo antar rel 3 Balaraja Baru, sehingga dengan
hasil simulasi aliran daya dapat dilihat bahwa saat terjadi N-2 maka trafo antar
rel 3 Balaraja Baru menjadi 107%, sehingga tahap 1 OLS bekerja karena relai
beban lebih mendeteksi adanya kenaikan arus pada sisi skunder trafo di atas
1900 A.
62
4.6.2 Hasil Simulasi Sistem Dinamik
Relai beban lebih pada prinsipnya menggunakan sensing arus dalam
pengaktifannya, dengan kata lain kenaikan beban dalam MVA di trafo antar arus
akan linier dengan kenaikan arus di sisi skunder trafo antar rel. Untuk itu, perlu
dilihat proses mulai dari awal terjadinya gangguan kontingensi dan tahapan
setiap pelepasan beban bekerja. Berikut ini adalah hasil simulasi sistem dinamik
untuk kondisi beban rendah dan pembangkit minimum.
1. Kondisi kontingensi N-2 Trafo antar rel 3 dan 4 Balaraja Baru
Dengan mentripkan trafo antar rel 3 dan 4 Balaraja Baru, maka tahapan
pelepasan beban berdasarkan simulasi sistem dinamik pada trafo antar rel 1
Duri Kosambi dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 4.14 Grafik simulasi sistem dinamik N-2 trafo antar rel 3,4 Balaraja
Baru
Berdasarkan grafik sistem dinamik di atas, dapat dilihat bahwa dengan
ganguan atau lepasanya elemen trafo antar rel 3 dan 4 Balaraja Baru dari
subsistem, maka arus sisi skunder pada trafo antar rel 1 Duri Kosambi
mengalami peningkatan dengan nilai di atas 1900 A. Sehingga, syarat untuk relai
beban lebih bekerja telah memenuhi, untuk itu pelepasan beban lebih tahap 1
63
akan bekerja agar terjadi penurunan arus pada sisi skunder trafo. Setelah tahap
1 bekerja trafo antar rel 1 Duri Kosambi akan bekerja pada kondisi steady state
di nilai 1630 A. Dengan aktifnya relai beban lebih maka tidak terjadi pelepasan
beban secara gradual yang dapat menyababkan blackout pada subsistem.
2. Kondisi N-2 Trafo Antar Rel 4 Balaraja Baru dan1 Duri Kosambi
Untuk melihat proses bekerja relai beban lebih dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Gambar 4.15 Grafik simulasi sistem dinamik N-2 trafo antar rel 4 Balaraja Baru
dan 1 Duri Kosambi
Lepasnya 2 trafo antar rel mengakibatkan arus pada trafo antar rel 1 Duri
Kosambi sebagai trafo yang masih aktif, mengalami kenaikan arus. Kenaikan
arus tersebut melewati batas pickup relai beban lebih untuk bekerja. Sehingga
berdasarkan grafik pelepasan beban hasil simulasi sistem dinamik dapat dilihat
bahwa lepasnya trafo pada detik ke-1 menyebabkan arus berada di atas 1900 A
selam 2 detik. Sehingga skema pelepasan beban lebih tahap 1 akan bekerja
dalam rangka menurunkan arus pada sisi 150 kV trafo arus lebih. Setelah
pelepasan beban lebih tahap 1 bekerja maka arus pada sisi skunder IBT stabil
pada nilai 1609 A. Dengan keadaan tersebut maka pelepasan beban lebih
sebagai proteksi sistem dapat menjaga subsistem tetap beroperasi.
64
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari bab sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan diantaranya.
1. Saat terjadi kontingensi yang menyebabkan pembebanan berlebih pada trafo
antar rel skema pelepasan beban lebih pada subsistem Balaraja Baru 3,4 –
Duri Kosambi 1 - Lontar terdiri 4 tahap pelepasan beban dengan target tahap
1 trafo daya Cikupa 1,2, dan trafo daya Pasar Kemis 2,4. Tahap 2 pada tarfo
daya Jatake 4, Teluk Naga 1, dan trafo daya Sepatan 1,2. Tahap 3 pada trafo
daya Jatake 2, Teluk Naga 2,4, dan Pasar Kemis 1-3. Untuk tahap 4 pada
penghantar Jatake-Maximangando 1-2, trafo daya Jatake 1-3, Sepatan 3,
Tangerang Baru 2,3,4.
2. Besar total kuota pelepasan beban lebih ketika kontingensi saat beban
puncak yaitu sebesar 545 MW dalam 4 tahap dan saat beban rendah sebesar
417 MW dalam 4 tahap.
3. Pada saat beban puncak dan pembangkit maksimum, penyebab terjadi
beban lebih ketika N-2 trafo antar rel Balaraja Baru 3 dan 4, serta saat
kondisi trafo antar rel 1 Duri Kosambi dan 4 Balaraja Baru. Pada saat beban
puncak dan pembangkit minimum, skenario kontingensi yang menyebabkan
beban lebih ketika N-1 trafo antar rel 4 Balaraja Baru, N-2 trafo antar rel 3
dan 4 Balaraja Baru, serta N-2 trafo antar rel 1 Duri Kosambi dan 4 Balaraja
Baru. Pada saat beban rendah dan pembangkit minimum, yang
menyebabkan trafo antar rel mengalami pembebanan berlebih yaitu N-2 trafo
antar rel 3 dan 4 Balaraja Baru, serta saat N-2 trafo antar rel 1 Duri Kosambi
dan 4 Balaraja Baru, sehingga dari penerapan skema pelepasan beban lebih
mampu menurunkan pembebanan trafo antar rel subsistem Balaraja Baru
3,4 – Duri Kosambi 1 – Lontar.
65
5.2 Saran
Berdasarkan hasil pada penelitian ini, maka saran yang dapat
disampaikan penulis yaitu sebagai berikut ini.
1. Dalam melihat pembebanan trafo antar rel dan tahapan pelepasan beban
perlu dilakukan simulasi dalam waktu 24 Jam.
2. Diperlukan revisi kuota pelepasan beban setiap tahun sebagai respon
pertumbuhan beban yang berbeda setiap tahunnya.
66
DAFTAR PUSTAKA
ESDM. (2007). Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 3
Tahun 2007 Tentang Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jaw-Madura-
Bali. Jakarta: ESDM .
Fredo Otniel, N. B. (2019). Analisa Aliran Daya Sistem Tenaga Listrik Pada
Bagian Penyulang 05ee0101a di Area Utilities II Pt. Pertamina (Persero)
Refinery Unit IV Cilacap Menggunakan Metode Newton-Raphson.
Tasikmalaya: Universitas Siliwangi.
Heprita, R. D. (2019). Kajian Skema Over Load Shedding pada Interbus
Transformer (IBT) di Subsistem Lontar - Balaraja Baru 3,4 - Kembangan
1. Jakarta: Sekolah Tinggi Teknik PLN .
Hermawan, A. (2018). Analisis Kontingensi Pada Sistem Tenaga Listrik Dengan
Metode Aliran Daya. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
IEC. (1986). Over Load Shedding. Generation, transmission and distribution of
electricity - Power systems planning and management / Power system
control, 603-04-32.
IEC. (1991). General Limitations and Effects of Loading Beyond Nameplate
rating. In IEC, Loading Guide for Oil - Immersed Power Transformers (pp.
11-19). IEC.
IEC. (2017). Multiple Contingency. Generation, transmission and distribution of
electrical energy – Dependability and quality of service of electric power
systems / Outage occurrences in electric power systems , 692-05-03.
IEC. (2017). Single Contingecy. Generation, transmission and distribution of
electrical energy – Dependability and quality of service of electric power
systems / Outage occurrences in electric power systems, 692-05-02.
IEEE. (1993). IEEE Guide for Liquid-Immersed Transformer Through-Fault-
Current Duration. Amerika: Printed in the United States of America.
67
PLN. (1995). Standar-Standar Tegangan SPLN 1 : 1995. Jakarta: PT. PLN
(Persero).
PLN, P. (2013). Pedoman dan Petunjuk Sistem Proteksi Transmisi dan Gardu
Induk Jawa Bali. Jakarta: PT. PLN (Persero).
Prigel, H. (2019). Analisis Kontingensi Terhadap Keandalan Sistem Transmisi
Pada Subsistem 150 kV Bali. Jakarta : Sekolah Tinggi Teknik PLN.
Ridho, M. (2018). Tinjau Ulang dan Setting Ulang Skema Over Load Shedding
Interbus Transformer 500/150 kV 1,3 Gandul dan 2 Kembangan. Jakarta:
Sekolah Tinggi Teknik PLN.
Sarimun, W. (2016). Proteksi Sistem Tenaga Listrik. Cibening-Bekasi Barat:
Garamond.
Sidiq, M. (2019). Kajian Skema Overload Shedding IBT 500/150 kV1,2 Balaraja
Baru dan IBT 500/150 kV 1 Lengkong pada Subsistem Balaraja Baru 1,2
- Lengkong 1. Jakarta: Sekolah Tinggi Teknik PLN.
SPLN. (1979). Pedoman Pembebanan Transformator Terendam Minyak.
Jakarta: PT. PLN (Persero).
UIP2B. (2015). Over Load Shedding. In UIP2B, Defense Scheme Sistem Jawa
Bali (pp. 29-31). Depok: UIP2B.
Veenavati Jagadishprasad Mishra, M. D. (2012). Contingency Analysis of Power
System. Conference on Electrical, Electronics and Computer Science, 1-
2.
68
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
a. Data Personal
NIM : 201611070
Nama : Muh. Ainul Fahmi A
Tempat/Tgl.Lahir : Bulukumba/21 April 1998
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Program Studi : S1 Teknik Elektro
Alamat Rumah : Jalan Tuan Taddang, RT 001 / RT 001, Desa
Polewali, Kecamatan Gantarang, Bulukumba
Sulawesi Selatan.
Telp : 081293202703
Email : [email protected]
b. Pendidikan
Jenjang Nama Lembaga Jurusan Tahun Lulus
SD SD Inpres 009 Parabu 2010
SMP SMPN 004 Pasangkayu 2013
SMA SMAN 1 Bulukumba MIPA 2016
Demikianlah daftar Riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya.
Jakarta, 16 Agustus 2020
Mahasiswa
(Muh. Ainul Fahmi A)
69
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A1
Lampiran A Single Line Diagram Subsistem
B1
Lampiran B Data Pembangkit Rencana Operasi Maret 2020
1. Keadaan Maksimum
No. Unit Daya Aktif
( MW)
Daya
Reaktif
(MVAR)
Tegangan
(P.U)
Sudut
(𝛿)
1. PLTU Lontar Unit 1 250 67 1,05 -19o
2. PLTU Lontar Unit 2 - - - -
3. PLTU Lontar Unit 3 250 60 1,05 -19o
2. Keadaan minimum
No. Unit Daya Aktif
( MW)
Daya
Reaktif
(MVAR)
Tegangan
(P.U)
Sudut
(𝛿)
1. PLTU Lontar Unit 1 175 67 1.05 -28o
2. PLTU Lontar Unit 2 - - - -
3. PLTU Lontar Unit 3 175 60 1.05 -28o
C1
Lampiran C Data Beban Subsistem Rencana Operasi Maret 2020
1. Saat Beban Puncak
No. Nama Trafo Daya 150/20 kV Daya Aktif
(MW)
Daya Reaktif
(MVAR)
1 1CKRBR_TD1 0 0
2 1CKRBR_TD2 0.019463 0.009731
3 1CKUPA5_TD1 14.51911 2.286861
4 1CKUPA5_TD2 28.42514 6.76327
5 1CKUPA5_TD3 40.91041 11.66786
6 1CNKRG5_TD1 34.5364 3.82441
7 1CNKRG5_TD2 0 0
8 1CNKRG5_TD3 37.91317 7.317956
9 1CNKRG5_TD4 19.4918 2.442562
10 1CNKRG5_TD5 39.042 6.451868
11 1GRGOL5_TD1 27.44228 9.137713
12 1GRGOL5_TD2 39.36313 10.27628
13 1GRGOL5_TD3 25.95339 5.770675
14 1JTAKE5_TD MOBILE 18.49921 3.532471
15 1JTAKE5_TD1 32.91127 8.797117
16 1JTAKE5_TD2 37.60176 9.215565
17 1JTAKE5_TD3 33.54381 7.327687
C2
18 1JTAKE5_TD4 38.57489 10.57795
19 1JTAKE5_TD5 0 0
20 1MAXIM5_TD1 25.4279 5.507929
21 1MAXIM5_TD2 34.31258 9.089057
22 1MAXIM5_TDKTT1 0.253014 0.184895
23 1MAXIM5_TDKTT2 0.097313 0.009731
24 1MAXIM5_TDKTT3 - INTERWORLD 0 0
25 1PKMS2_TD1 0.428177 0.097313
26 1PKMS2_TD2 0 0
27 1PKMS2_TD3 0.019463 0.009731
28 1PSKMS5_TD1 37.84505 8.2327
29 1PSKMS5_TD2 42.17548 13.83794
30 1PSKMS5_TD3 39.27555 10.49037
31 1PSKMS5_TD4 41.03691 13.84767
32 1SPTAN5_TD1 26.80975 6.140466
33 1SPTAN5_TD2 17.89587 2.510682
34 1SPTAN5_TD3 17.4093 3.396232
35 1SPTAN5_TD4 0 0
36 1SVRNA_TD1 0.729848 0.194627
37 1SVRNA_TD2 0.311402 0.194627
C3
38 1TGBRU5_TD1 26.10909 3.999574
39 1TGBRU5_TD2 35.14948 10.9964
40 1TGBRU5_TD3 43.26538 9.079326
41 1TGBRU5_TD4 35.82093 7.191449
42 1TGRNG5_TD1 29.53451 5.507929
43 1TGRNG5_TD2 28.72681 5.498199
44 1TGRNG5_TD3 27.49094 6.880046
45 1TGRNG5_TD4 0 0
46 1TGRNG5_TD5 13.73087 3.075099
47 1TLNGA5_TD1 40.90067 6.675689
48 1TLNGA5_TD2 35.19813 4.067693
49 1TLNGA5_TD3 20.47467 5.196527
50 1TLNGA5_TD4 38.77925 7.05521
Total 1128 254
C4
2. Saat Beban Rendah
No. Nama Trafo Daya 150/20 kV Daya Aktif
(MW)
Daya Reaktif
(MVAR)
1 1CKRBR_TD1 0 0
2 1CKRBR_TD2 0.020289 0.010144
3 1CKUPA5_TD1 9.951523 0.304329
4 1CKUPA5_TD2 22.11449 4.443201
5 1CKUPA5_TD3 22.71301 2.820114
6 1CNKRG5_TD1 25.2795 1.359336
7 1CNKRG5_TD2 0 0
8 1CNKRG5_TD3 29.885 4.646087
9 1CNKRG5_TD4 19.87261 1.856406
10 1CNKRG5_TD5 25.84758 1.278181
11 1GRGOL5_TD1 29.24591 9.545781
12 1GRGOL5_TD2 32.96886 7.506778
13 1GRGOL5_TD3 24.3158 5.214167
14 1JTAKE5_TD MOBILE 25.16792 3.276607
15 1JTAKE5_TD1 28.40394 5.477919
16 1JTAKE5_TD2 30.43279 3.043288
17 1JTAKE5_TD3 26.37509 4.057718
C5
18 1JTAKE5_TD4 37.3106 10.73266
19 1JTAKE5_TD5 0 0
20 1MAXIM5_TD1 21.50584 3.854832
21 1MAXIM5_TD2 24.03176 4.706953
22 1MAXIM5_TDKTT1 0.253607 0.223175
23 1MAXIM5_TDKTT2 0.101443 0.010144
24 1MAXIM5_TDKTT3 - INTERWORLD 0 0
25 1PKMS2_TD1 0.344905 0.101443
26 1PKMS2_TD2 0 0
27 1PKMS2_TD3 0.020289 0.010144
28 1PSKMS5_TD1 21.05949 3.44906
29 1PSKMS5_TD2 38.96412 11.27031
30 1PSKMS5_TD3 0.253607 0.010144
31 1PSKMS5_TD4 40.03941 13.22816
32 1SPTAN5_TD1 23.49411 4.46349
33 1SPTAN5_TD2 14.44543 0.456493
34 1SPTAN5_TD3 10.18484 0.720245
35 1SPTAN5_TD4 0 0
36 1SVRNA_TD1 0.76082 0.101443
37 1SVRNA_TD2 0.324616 0.101443
C6
38 1TGBRU5_TD1 15.75404 0.639091
39 1TGBRU5_TD2 29.81399 7.121294
40 1TGBRU5_TD3 39.60321 7.121294
41 1TGBRU5_TD4 25.54326 2.941845
42 1TGRNG5_TD1 25.43167 4.412768
43 1TGRNG5_TD2 25.93888 4.757674
44 1TGRNG5_TD3 22.08406 2.728815
45 1TGRNG5_TD4 0 0
46 1TGRNG5_TD5 12.58903 2.820114
47 1TLNGA5_TD1 23.67671 1.29847
48 1TLNGA5_TD2 20.22766 0
49 1TLNGA5_TD3 21.1305 5.477919
50 1TLNGA5_TD4 23.84916 1.491211
Total 871 149
D1
Lampiran D Skema Pelepasan Beban Lebih Subsistem
E1
Lampiran E Hasil Load Flow Saat Beban Puncak Pembangkit Maksimum
E2
E3
E4
E5
E6
E7
E8
F1
Lampiran F Hasil Load Flow Saat Beban Puncak Pembangkit Minimum
F2
F3
F4
F5
F6
F7
F8
G1
Lampiran G Hasil Load Flow Saat Beban Rendah Pembangkit Minimum
G2
G3
G4
G5
G6
G7
H1
Lampiran H Lembar Bimbingan Skripsi
INSTITUT TEKNOLOGI PLN
LEMBAR BIMBINGAN SKRIPSI
Nama Mahasiswa : Muh. Ainul Fahmi A
NIM : 201611070
Program Studi : S1 Teknik Elektro
Jenjang : Sarjana
Pembimbing Pertama : Dr. Ir. Uno Bintang Sudibyo, DEA, IPM
Judul Tugas Akhir : Analisis Skema Pelepasan Beban Lebih pada Trafo
Antar Rel Subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri
Kosambi 1 – Lontar Ketika Kontingensi
Tgl. Materi Bimbingan Paraf
Pembimbing
20/12/2019 Berdiskusi mengenai rencana judul skripsi
07/01/2020 Pengesahan judul skripsi
09/01/2020 Revisi BAB I dan BAB II
15/01/2020 Revisi BAB III
31/01/2020 Pengesahan proposal skripsi
21/02/2020 Revisi proposal skripsi
06/03/2020 Diskusi pergantian judul skripsi
08/03/2020 Diskusi keperluan data untuk BAB IV
H2
13/05/2020 Revisi BAB I, BAB II, BAB III
03/07/2020 Revisi BAB IV
17/07/2020 Revisi BAB I-V
23/07/2020 Pengesahan skrispi
H3
Lembar Bimbingan Skripsi
INSTITUT TEKNOLOGI PLN
LEMBAR BIMBINGAN SKRIPSI
Nama Mahasiswa : Muh. Ainul Fahmi A
NIM : 201611070
Program Studi : S1 Teknik Elektro
Jenjang : Sarjana
Pembimbing Kedua : Novi Kurniasih S.T., M.T
Judul Tugas Akhir : Analisis Skema Pelepasan Beban Lebih pada Trafo
Antar Rel Subsistem Balaraja Baru 3,4 – Duri
Kosambi 1 – Lontar Ketika Kontingensi
Tgl. Materi Bimbingan Paraf
Pembimbing
30/04/2020 Pembahasan pedoman penulisan skripsi
07/05/2020 Pengecekan data untuk keperluan skripsi
15/05/2020
Pengecekan penulisan BAB 1. Latar belakang,
Identifikasi masalah, Rumusan masalah, dan
Batasan masalah
H4
16/05/2020
Pengecekan penulisan BAB 2. pengecekan
tinjauan pustaka dan teori yang dibuat serta
kutipan referensi yang menjadi acuan
27/05/2020 Pengecekan penulisan BAB 3
29/05/2020 Pengecekan flowchart penelitian
04/06/2020 Pengecekan BAB 4
07/06/2020 Pengecekan analisa pemakaian rumus dan satuan
pada BAB 4
24/06/2020 Pengecekan kesinkronan data dengan
pembahasan analisa + software DIgSILENT 15.1.7
09/07/2020 Pengecekan progress BAB 4 serta finalisasinya
15/07/2020 Pengecekan BAB 5. Pengecekan kesinkronan
kesimuplan dengan hasil dan pembahasan
22/07/2020 Pengecekan abstrak
17/08/2020 Pengecekan laporan skripsi menggunakan turnitin
18/08/2020 Finalisasi dan acc